Bab 5

618 44 0
                                    

Siang ini udara terasa sangat panas bagiku. Dan ini cukup mengganggu. Aku yang siang ini ada kelas di kampus terpaksa harus pergi dengan bus angkutan umum, karena ayah sudah lebih dulu berangkat ke kantor tadi pagi.

Dari pintu depan aku sedikit berjalan ke belakang menerobos orang-orang yang sedang berdiri, karena tidak kebagian tempat duduk. Bukan apa-apa, aku benar-benar tidak bisa merasakan udara segar didepan sini. Kakiku terus melangkah ke belakang, sampai-sampai aku merasa ada yang menggenggam lenganku.

"Nisa??"

Aku menoleh ke arahnya, dan sedikit menarik lenganku karena takut itu adalah orang yang sama sekali tidak kukenal. Mataku sedikit menyipit. Memastikan orang yang tadi memanggilku.

"Eh? Roni? Kamu naik bisa juga?"

Roni tidak menjawab pertanyaanku. Tanpa menawarkan lebih dulu, dia langsung berdiri, dan mempersilakanku duduk ditempat duduknya.

"Makasih ya, Ron!" Kataku, padanya yang saat ini berdiri disampingku.

Roni mengangguk tersenyum. "Lo biasa naik bis juga?"

"Nggak, kebetulan hari ini aku gak diantar."

"Oh gitu," gumamnya.

"Kalo kamu? biasa naik bis, ya?"

Kali ini dia menggeleng. "Gak juga. Gue naik bis kalau lagi mau aja, kebetulan hari ini sedang malas naik motor."

"Wah bisa gitu, ya? kalau aku jadi kamu sih aku lebih milih naik motor, daripada harus desak-desakan dan macet kayak gini."

"Walaupun diluar panas kayak gini?"

Aku mengangguk yakin. Walaupun sebenarnya aku lebih sering diantar naik mobil oleh Ayah, atau dijemput Rani, aku tetap mengangguk yakin.

Roni hanya tertawa. Aku memilih untuk mengeluarkan earphone dan memutar lagu, setelah ibu-ibu yang duduk disampingku turun karena tujuannya sudah sampai. Aku menggeser tubuhku ke dekat jendela, dan menyuruh Roni duduk disampingku.

Roni, laki-laki berkacamata dan berpostur badan tinggi. Teringat saat ospek kemarin aku cukup dekat dengannya, juga Widya, Sheva, dan Putra. Hanya saja mungkin akhir-akhir ini dia sedang sibuk di kampus, jadi sedikit jarang memiliki waktu untuk main denganku dan yang lain. Dari kami berenam memang dia yang paling sibuk. Seperti minggu lalu misalnya. Aku dengan yang lain pergi ke kedai kopi, tapi dia tidak ikut. Alasannya sih karena ada rapat di kampus.

"Ron, pulang kuliah hari ini kita ke kedai kopi dekat kampus, yuk?"

Aku melihat ekspresi senang yang tersirat dari wajahnya, "hanya berdua?"

Berdua? Yang benar saja. Jawabku dalam hati. Aku menggeleng. "Ada Rani, Sheva, Widya, Putra. Yuk, ikut? Kemarin kan kamu menolak tidak bisa ikut karena sibuk, sekarang kamu harus ikut. oke?"

"Oh, iya boleh, Sa. kebetulan memang habis kuliah nggak sibuk apa-apa."

Aku tersenyum lebar. Akhirnya aku dan mereka bisa kumpul lengkap nanti. Tidak sabar rasanya menghabiskan waktu sore bersama mereka.

Hari ini tepat bulan keenam aku sudah mulai beradaptasi dengan lingkunganku. Tepat menjadi lima bulan juga aku sudah tidak lagi bertemu Alby, atau dihubungi olehnya. Tidak sama sekali.

Tapi aku tidak masalah dengan itu. Aku tetap berpikir positif, mungkin memang dia sedang sangat sibuk sampai-sampai hilang kabar seperti ini.

Mungkin memang sudah menjadi hal biasa bagi perempuan sepertiku, mengkhawatirkan seseorang yang bahkan belum saatnya bisa untuk dikhawatirkan. Merindukan seseorang, yang bahkan belum waktunya untuk memperbolehkan rasa itu terbesit begitu saja.

SenjakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang