Bab 7

522 37 0
                                    

Bioskop hari ini sedang tidak ramai. Aku memilih untuk menghibur diri di sini. Menonton film seorang diri dengan satu popcorn dan minuman soda. Melihat suasana di sini rasanya sedikit kesal juga. Semua orang datang berpasang-pasangan. Entah dengan temannya, atau mungkin pacarnya. Sementara aku? Tidak dengan siapa-siapa. Hanya membawa diri sendiri.

Ponselku bergetar saat aku baru sekali meneguk minuman soda yang sudah ku beli tadi. Setiap ada notifikasi pesan masuk, aku selalu berharap itu adalah Alby. Namun nyatanya tidak pernah ada pesan masuk darinya. Tidak ada lagi kabar. Mungkin memang dia tidak punya perasaan apa-apa denganku. Untuk apa juga dia menghubungi? Mungkin aku nya saja yang terlalu menganggap lebih.

Ternyata pesan masuk dari Rani. Entahlah. sudah beberapa minggu ini dia selalu saja mengirimi pesan yang isinya selalu sama.

Rani : Lo dimana?

Selalu itu yang dia kirim beberapa minggu ini. selalu menanyakan keberadaanku dan berakhir pada dia yang langsung datang menjemput begitu saja. Aku sudah besar. Tentu bisa pulang sendiri, bukan?

Aku sudah berkali-kali memintanya untuk tidak terus menjemputku. Aku sudah hafal daerah Bandung. Tapi dia selalu menjawab kalau ibuku yang menyuruh.

Aku lebih memilih untuk mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku. Lalu beranjak dari tempat duduk karena dua puluh menit lagi film kesukaanku akan segera dimulai. Tidak boleh terlambat!

***

"Lo tuh bener-bener, ya? chat gue gak dibales." Semprot Rani yang tiba-tiba datang begitu saja saat aku sedang ada di toko buku.

Awalnya aku kaget melihat dia yang begitu saja datang padahal aku sama sekali tidak memberi tahunya kalau aku ada di sini. Tapi setelahnya aku baru ingat kalau kemarin aku sempat mengajaknya ke toko buku, tapi dia tidak bisa karena harus bertemu dengan pacarnya yang baru datang ke Indonesia.

"Kan gue gak mau ganggu yang lagi pacaran." Jawabku sambil menyusuri beberapa rak buku.

"Ya, tapi kan bisa gitu lo kabarin gue lagi dimana, biar dia ga khawatir."

Aku mengernyitkan dahi. "Dia? Dia siapa?"

"Eh.. maksud gue ibu lo. Gue gamau buat ibu lo khawatir."

"Oh, iya, iya." Jawabku, tidak ingin lebih lanjut mendengar omelannya yang kalau tidak langsung diakhiri, mungkin akan berlanjut sampai dua jam kemudian.

"Habis ini lo mau kemana?" Tanya Rani lagi.

Aku mengangkat bahu pelan. "Mau pulang."

"Gak mau temenin gue makan dulu?"

Aku menggeleng. Moodku sedang tidak baik hari ini. Mungkin karena efek patah hati?

Rani menghela napas. Mungkin dia sedang menyerap tenaga untuk bisa lebih sabar menghadapiku yang akhir-akhir ini sedang tidak baik perasaannya. Sekarang ini memang aku sedang ingin sendiri. Hanya ingin diam di kamar membaca buku atau mendengarkan lagu yang sudah sering kuputar setiap hari.

Mungkin bagi sebagian orang tidak setuju kalau lagu-lagu sedih bisa membuat hati merasa lebih tenang. Mereka pasti beranggapan kalau itu hanya usaha untuk menambah kesedihan saja. Tapi bagiku, dengan cara itu aku bisa mengekspresikan kesedihan. Dengan mendengarnya, aku bisa merasa bahwa setidaknya masih ada yang memahami perasaanku.

Sepanjang jalan mengantarku pulang, Rani tidak berani mengajak bicara. Dia yang paling tahu kalau aku tidak bisa di ganggu kalau moodku sudah buruk seperti ini. Aku hanya menyandarkan kepala dan melihat jalan dari kaca jendela.

Aku harus melupakannya.

"Are you okay?" Rani berusaha bertanya dengan suara paling lembut yang sangat jarang ia keluarkan pada siapapun.

SenjakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang