CHAPTER 5

97 11 4
                                    

Hari Kamis

Pukul 14.00 WIB

Saat ini, pelajaran jam terakhir dikelas XI IPA 2 adalah Bahasa Indonesia. Dari mulai memasuki kelas sampai sekarang Bu Marni hanya mengoceh saja dan selama itu pula Aira sibuk menceritakan kejadian semalam pada Andin.

Dari mulai Raka yang mengirim pesan basa basi kepadanya, ia diajak kerumah temannya Bang Arfan dan ternyata temannya itu adalah kakak dari Raka, Aira yang curhat pada Raka sampai Raka yang terbawa suasana, dan gombalan kanebo recehnya itu.

"Itu beneran? Serius? Ternyata cowo sejenis Raka juga bisa sereceh itu ya? Wahh" Andin pun menunjukan ekspresi tidak percayanya dan selama Aira bercerita, ia pun antusias mendengarnya.

"Serius. Gak percaya kan lo? Apalagi gue, Din"

Dan curhatan mereka pun berlanjut sampai bel pulang berbunyi. Maklum lah ya namanya juga cewek, kalo udah asik curhat ya begitu. Suka lupa segalanya. Sama juga kalo cewek udah sayang sama seseorang, suka lupa diri. Padahal bukan siapa-siapanya.

**

Hari ini, Aira pulang tidak bersama Andin karena Andin ada urusan mendesak katanya. Ia pun akhirnya berjalan sendirian menuju halte bis.

Dan entah kenapa langkahnya terhenti tepat setelah ia mendengar suara yang tidak asing dipendengarannya.

"Bukan gitu Gesy, tangannya itu berada diatas kepala baru dilempar ke ring. Seperti ini"

Ternyata Eggy dan Gesy. Eggy sedang mengajari Gesy melempar bola basket ke ring dengan cara yang benar.

Kesal? Iya. Iri? Jelas.

Aira kesal pada dirinya sendiri kenapa ia masih berharap dan bertahan. Berharap pada sesuatu yang tidak seharusnya diharapkan. Bertahan dikala ia sudah tidak lagi diharapkan.

Dan Aira iri pada Eggy kenapa ia tidak bisa seperti dirinya. Kenapa ia tidak bisa dengan mudah melupakan Eggy seperti Eggy yang mudah sekali melupakan Aira?

"Gak pulang?" Tanya Raka yang entah datang darimana dan tiba tiba sudah berdiri tepat disamping Aira.

"..." Aira tidak menjawabnya. Ia masih menatap dua insan didepannya yang tengah berbahagia itu.

"Jangan diliatin terus, hati lo makin sakit. Gak kasihan apa sama hati lo?" Ucap Raka sambil menatap lurus kedepan.

"..." Lagi-lagi Aira mengacuhkan perkataan Raka.

Raka hanya menghela nafas melihat Aira seperti itu. Dasar cewek, batin Raka.

"Ra, pendengaran lo masih berfungsi kan?"

"Raka" Ucap Aira masih dengan tatapan yang lurus kedepan tetapi terlihat kosong.

"Hm?"

"Denger suara kretek kretek gak?"

"Ha? Suara apa?"

"Kretek kretek"

"Suara apaan itu?"

"Hati gue"

"Ra--"

"Sakit"

"Iya tau"

"Gak kuat lagi"

"Luapin aja"

"Mau nangis"

"Kalo bisa, jangan"

"Kenapa? Tadi katanya suruh luapin"

"Gak ada gunanya, Ra"

"Gue harus gimana?" Secara mengejutkan Raka memutar tubuh Aira menjadi berhadapan dengannya.

More Than You KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang