15. Sexy _ Melamarmu

54K 2.7K 44
                                    

Rumah megah bak istana milik keluarga Lavanya tengah dihiasi seindah mungkin. Tirai-tirai yang berwarna biru laut itu diganti dengan warna merah muda yang menambah kesan ceria. Bunga-bunga mawar diletakkan ke dalam guci-guci. Seluruh penghuni itu sibuk mendekorasi karena mereka akan kedatangan tamu penting yaitu calon besannya. Hari ini keluarga Aldo Wijaya akan datang untuk meminang Lavanya.

Sementara itu Lavanya tampak gusar. Ia terus memandang cermin di meja riasnya. Hatinya kian tak menentu. Jika, waktu dapat diulang ia tak akan tergesa-gesa memutuskan pilihannya. Di saat Aldo bersedia menjadikannya calon istri di saat itu pula ia mendapati kenyataan orang yang ia sukai juga memiliki perasaan yang sama. Sungguh, rasa sukanya pada Ryan tak berkurang sedikit pun. Meski Aldo telah menemaninya beberapa waktu ini. Ia kemarin memang senang jika Ryan tak jadi melamarnya itu karena satu hal ia tak ingin memperkeruh masalah. Ia tak kuasa untuk menolak Ryan, jika benar kemarin pria itu melamarnya. Misalkan ia bisa menolak Ryan, pastinya ia juga akan tersakiti. Jika, melihat wajah menderita Ryan.

Mau bagaimana lagi Lavanya harus menerima lamaran itu untuk menyelamatkan perusahaannya. Ia tak mungkin bisa melihat kehancuran perusahaan yang telah dibangun oleh ayahnya. Ayahnya memang anak orang kaya raya. Namun, ia tak pernah mau menjadi pewaris rumah sakit keluarganya sehingga mendirikan perusahaannya sendiri. Hubungan ayahnya dan kakeknya pun merenggang hanya karena masalah itu. Hingga tak mungkin jika ayahnya meminta bantuan kakeknya.

Lavanya pun cepat-cepat menghiasi wajahnya dengan make-up tipis. Ia mengepang rambutnya menjadi dua, lalu ditekuk. Ia pun mencoba tersenyum agar semua orang tak curiga. Dengan perlahan Lavanya menuruni anak tangga tanpa mengalihkan pandangannya dari kedua keluarga yang telah berkumpul di ruang tamu.

"Sayang, kau cantik sekali," puji Nyonya Wijaya dengan raut wajah ceria.

"Terima kasih."

Prosesi lamaran pun segera dimulai. Lavanya terlihat gusar. Ia terus meremas gaunnya. Tak jarang ia mengigit bibir bawahnya.

"Bagaimana kalau pembicaraan kita ke inti saja," saran ayah Lavanya.

"Baik. Tuan Er yang terhormat kami datang kemari ingin melamar Lavanya untuk anak kami Aldo. Apakah keluarga ini menerimanya?" tanya Tuan Wijaya lembut.

"Kalau kami pasti menerima, tapi keputusan akhir ada di tangan Lavanya," jelas ayah Lavanya seraya menatap putrinya.

"Bagaimana, Lav?"

Lavanya mencoba menenangkan dirinya. Ia pun menghela napas sejenak sebelum menjawab. Hazel itu pun memandang keluarga Wijaya dengan keyakinan yang tak menentu.

"Iya, saya terima," jawab Lavanya dengan nada serius, meski hatinya tak menentu.

Senyuman mengembang di setiap bibir kedua keluarga itu. Sella yang paling lebar senyumannya. Entah itu senyuman tulus menerima Lavanya di keluarganya atau sebaliknya. Aldo memang sempat tersenyum sebentar karena ia senang gadis yang telah mengisi hatinya yang kosong mau menerimanya menjadi calon suami. Namun, beberapa detik kemudian ia kembali berwajah datar tanpa ekspresi.

***

Lavanya duduk merenung di taman rumahnya. Ia tak tahu kenapa hatinya mengatakan bahwa ada suatu hal buruk yang terjadi. Aldo yang melihat itu menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

"Kau kenapa?" tanya Aldo cemas.

"Entahlah, aku meraskan ada hal buruk telah terjadi," jawab Lavanya seadanya. Hatinya terasa tak tenang.

"Apa maksudmu menerima lamaran ini adalah hal buruk?" tanya Aldo dengan nada suara dingin.

Lavanya sangat terkejut dengan pernyataan Aldo. Ia tak menyangka Aldo akan mengutarakah hal itu. Ia tak pernah berpikir menerima lamaran ini sebagai hal buruk meski ia ragu.

"Tidak, kau jangan salah paham, Al. Aku tak pernah berpikir seperti itu. Mungkin saja itu pemikiranmu," bantah Lavanya dengan tatapan lekat memandang manik mata cokelat Aldo yang menyiratkan kesedihan.

"Tidak mungkin. Aku sangat senang karena aku sudah mulai menci ...." Aldo langsung menghentikan ucapannya. Ia ragu untuk melanjutkannya. Dirinya takut Lavanya menertawakannya atau malah menjaga jarak dengannya.

"Menci apa?" Lavanya menatap Aldo penuh selidik.

"Aku sudah mulai menciptakan banyak rencana untuk mejahilimu. Itu pasti sangat menyenangkan melihat wajah bodohmu itu tersiksa," bohong Aldo dengan senyuman khasnya.

Aldo tak mungkin mengutarakan isi hatinya di saat Lavanya tak memiliki perasaan yang sama pada dirinya. Pasti sangat menyakitkan, jika cintanya tak terbalas ditambah dengan suatu penolakan.

"Kau memang jahat, Al! Aku membencimu." Lavanya mengerucutkan bibirnya.

"Kalau seperti itu kau tambah jelek. Hati-hati jangan suka membenci. Kau tahu cinta dan benci itu beda tipis," terang Aldo dengan nada lembut.

"Aldo kuakui kau tampan dan mapan. Banyak gadis di luar sana memujamu. Namun, aku tidak karena sifatmu yang seperti iblis itu. Mana mungkin aku mencintaimu. Kau saja memperlakukanku dengan tidak baik. Pokoknya aku membencimu." Lavanya menatap Aldo kesal.

Aldo terdiam seketika. Ucapan Lavanya menjadi bumerang untuknya. Selama ini dirinya tidak pernah memperlakukan Lavanya dengan baik. Namun, ia tak melakukan itu karena ingin berniat buruk pada Lavanya. Sifatnya memang begitu. Ucapannya sangat tajam, tetapi niatnya baik itu hanya untuk menasehati saja bukan perasaannya yang sesungguhnya.

"Hai, kau melamun?" Lavanya mencolek bahu Aldo pelan.

"Maaf," lirih Aldo tulus dengan menatap Lavanya dalam. Dirinya menyesal tak berbuat baik kepada Lavanya sebelumnya.

"Tak usah minta maaf. Aku tahu kau bercanda. Al, kenapa sepertinya kau senang sekali dengan pernikahan ini?" Lavanya mengalihkan pembicaraan. Ia masih tak percaya dengan keputusan Aldo.

"Ya, senang. Kan mau menikah. Punya istri kan nanti ada yang ngerawat, masakin, nemenin. Lah nikah tuh enak tahu. Hal apa aja yang enggak boleh dilakuin, kalau udah nikah semuanya sah-sah saja," balas Aldo mengulang ucapan Rio yang pernah ia dengarkan dulu.

Lavanya menatap kesal Aldo seraya menggelengkan kepalanya.

"Percaya, sama yang udah pernah nikah. Oh iya, Al. Kau kan enggak ada satu tahun nikah udah jadi duda," cela Lavanya yang langsung membungkam bibir Aldo. Lelaki itu menunduk untuk menatap tanah dengan tatapan kosong.

Lavanya melihat perubahan ekspresi Aldo yang tampak murung.

"Al, kau marah?" Lavanya menepuk bahu Aldo pelan.

"Tidak."

***

Dealing with Sexy Enemy (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang