SWEET LIPS

54K 1.1K 11
                                    

Tatapan dua anak manusia yang tengah duduk di atas karpet bergantian antara piring di tangan dengan layar televisi yang menayangkan serial Vampire Diaries. Saat Jenie mengamati rak di dinding ruang tamu Ed, gadis itu menemukan tumpukan kaset DVD lengkap dengan tiap seri dari film-film yang sudah akrab dengan Jenie. Tanpa pikir panjang gadis itu menumpuknya di tangan lalu membawanya ke ruang tamu.

"Kupikir hidupku akan menyenangkan di sini." Serunya menunjukkan tumpukan kaset di tangannya. Ed yang baru saja kembali membelikan makanan hanya mengangguk.

"Jangan sampai rusak. Itu aku beli edisi pertama dan limited." Ed memperingati, dibalas dengusan oleh Jenie. Kini gadis itu memilah film apa yang akan ia tonton dulu. Ed menghampirinya dengan beberapa piring dan kantong plastik berlogo makanan cepat saji.

"Bisa kau ambilkan minum di kulkas?"

"Ok!" Jenie langsung beranjak dari duduknya. Melihat makanan perutnya langsung meminta diisi.

"Kau akan pergi bekerja?" tanya Jenie. Ia meletakkan satu botol air mineral di atas karpet tempat mereka duduk. Jenie lebih suka posisi seperti ini, rasanya seperti piknik. Dan tayangan kisah percintaan vampir di TV membuatnya terasa sempurna.

Sambil memakan burger-nya Ed hanya menggeleng.

"Kau akan di rumah seharian ini?"

"Dan kau tidak akan ke sekolah juga kan?"

Pertanyaan Jenie yang dijawab pertanyaan membuat Jenie bungkam. Tentu saja ia tidak akan sekolah. Selain karena kesiangan yang rasanya percuma saja ia pergi ke sekolah kalau berakhir dihukum seharian lalu pulang tanpa tambahan ilmu, lebih baik ia meliburkan diri.

"Sepertinya tidak." Jawab Jenie pada akhirnya.

Ed melahap habis Bigmac-nya lalu menelan air langsung dari botol dengan rakus. Menit menit berlalu membuat kisah vampir di depan mereka semakin panas. Adegan ciuman kasar sepertinya sudah menjadi ciri khas vampir. Ed mendesah melihat betapa susahnya berciuman bersandarkan pohon dalam posisi berdiri. Tapi sepertinya menantang, Ed terkekeh dengan pikirannya. Sempat terbayang jika ia yang melakukannya.

Setelah sisa daging di mulutnya tersapu habis masuk ke perut, Ed kembali memusatkan perhatiannya pada Jenie. Berbeda dengannya yang semakin salah tingkah dengan adegan panas di TV, Jenie malah terlihat menikmati. Tangan kanannya memegang burger sambil sesekali menggigitnya dan sepasang mata itu terpaku pada layar televisi.

"Habiskan makananmu dulu." Usul Ed.

Jenie mengabaikannya.

"Habiskan makanannya dulu, Jenie! Kau itu sudah lapar karena dari semalam kita tidak makan." Katanya lagi. "dan Demi Tuhan, haruskah kau menonton film itu? Itu terlalu dewasa untuk jadi tontonanmu." Lanjutnya.

Jenie melirik Ed. Gadis itu seakan mengingatkan sesuatu. Ed detik itu juga menyesali perkataannya.

"Aku bahkan sudah melakukan yang orang dewasa lakukan." Katanya geli. "dan demi Tuhan, kita itu hanya makan burger. Tidak akan mengganggu jika aku makan sambil menonton." Lanjut gadis itu menirukan gaya bicara Ed sebelumnya.

Ed menganga lebar sejenak. Susah sekali rasanya berhadapan dengan gadis remaja. Ed tidak ingin lupa berapa umurnya saat ini, maka ia putuskan untuk mengalah. Pria itu berpikir ulang mengenai awal mula gadis itu ada di sini, dan baru saja beberapa hari hidupnya sudah harus berubah total.

"Terserahmu saja." Ed beranjak ke sofa. Jenie masih dengan kentang goreng dan saos tomatnya. Ketika Ed memutuskan duduk di sofa, gadis itu malah mengikuti. Ia duduk tepat di sebelah Ed, memangku piring besar di antara pahanya. Namun dalam hidup Ed, nyatanya ini adalah cobaan terberat. Lebih berat dari saat mantan pacarnya meninggalkannya demi sebuah pemotretan.

ONE MORE NIGHT (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang