HONEYMOON

40.3K 796 34
                                    

Hmm .. First, let me tell you something. One More Night pada awalnya hanya sebuah cerpen iseng. Ini juga menjadi awal buat gue menandai cerita dengan 21+. Tbh, gue nggak nyangka bakal ada yang baca ini, mengingat cerita ini yang agak rancu. Ada beberapa plot hole. Dan ternyata akibat keisengan itu, gue malah iseng lagi menambah chapter. Walaupun sebenernya baca satu part juga nggak bakalan rugi. Karena sesuai rencana, harusnya cerita ini memang cuma oneshot. Jadi walaupun gue iseng ngelanjutin, tetep aja tiap chapter bisa seperti ending. Dan setelah ini, gue mutusin buat nulis satu chapter lagi. Chapter yang benar-benar menjadi akhir. Dipastikan Ed dan Jennie akan selalu happy ending sama seperti chapter-chapter sebelumnya. Semoga kalian suka dengan chapter ini. Thank you ...

___

Ed menurunkan kacamata berwarna hitam gelapnya menutupi mata. Mulutnya terasa kering karena kebanyakan tertawa. Menertawakan gadisnya yang semakin lama semakin menggemaskan. Ed rasanya ingin sekali menggigit pipi Jennie. Bukan hanya pipinya tapi satu Jennie secara utuh ingin ditelannya.

Ed memegang kemudi lebih memilih fokus pada jalanan sepi yang mereka lintasi. Perjalanan mereka masih cukup panjang dan Ed harus berterimakasih pada Tuhan karena telah menciptakan Jennie. Gadis cilik dengan segala hal yang bisa membuat Ed bertahan menyetir berjam-jam tanpa harus merasa kantuk. Lihatlah betapa lucunya gadis di sampingnya itu ...

"Berhenti tertawa, Ed!" geram Jennie. Wajahnya merah padam. Bukan karena malu atau blushing, tapi lebih tepatnya karena darahnya rasanya naik ke ubun-ubun. Ingin mengumpat atau memangsa manusia brengsek di sampingnya.

Ed mendelik. Ia menyalakan radio lalu bersenandung mengikuti lagu mellow super romantis yang dinyanyikan oleh musisi yang sedang mendunia. Betapa kebetulannya nama mereka sama. Ed. Ed mengeja perpaduan dua huruf itu dalam hati.

... Now I know I have met an angel in person and she looks perfect. I don't deserve this, you look perfect tonight ...

Ed mengarahkan jemarinya pada dagu Jennie seraya mengakhiri bait terakhir dari lirik lagu fenomenal itu. Diarahkannya wajah Jennie mendekat padanya. Gadis itu masih berusaha membuang wajahnya namun tangan Ed memaksa. Dengan tanpa melepas setir, Ed mencondongkan wajahnya untuk menggapai bibir Jennie.

"Aku tidak ingin mati sesaat setelah aku menikah. Kusarankan kau melihat ke depan, Ed." Ucap Jennie membuang napas setelah pertahanannya hampir goyah. Ed itu licik. Memanfaatkan kelemahan Jennie agar gadis itu berhenti marah padanya. Ed mengabaikan gertakan Jennie. Ia memilih meraih kembali bibir kemerahan itu, menggigit bibir atas dan bawah bergantian. Hingga Jennie kehabisan akal.

"Aku bilang lihat jalan, Ed! Kau mati saja sendiri, aku tidak mau mati konyol hanya karena bibir gatalmu itu!!" Jennie dengan kasar mendorong kepala Ed menjauh darinya lalu membuang muka. Jantungnya hampir saja melompat merasakan gesekan ban mobil dengan aspal dan lonjakan tiba-tiba.

Ed menepikan mobilnya di bahu jalan.

"Hanya lubang kecil. Pemerintah harusnya lebih memperhatikan pembangunan jalan." Keluh Ed.

"Jangan menyalahkan orang lain. Salahkan saja dirimu sendiri!" Jennie masih tidak bisa memelankan suaranya. Ed sudah membuatnya kesal dari tadi pagi. Dari tadi malam lebih tepatnya.

Bisa-bisanya pria itu menyalahkan pemerintah. Jelas-jelas jika Ed menyetir tanpa harus melayani keinginan bibir gatalnya itu tidak akan terjadi apa-apa dengan mereka. Untung saja Jennie masih dalam pikiran warasnya.

Ed mendengus. Kenapa gadis yang baru beberapa jam yang lalu jadi istrinya itu marah-marah terus padanya. Ia hanya tidak tahan. Sudah ia bilang kan kalau Jennie itu semakin mengemaskan?

ONE MORE NIGHT (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang