(Not) HAPPILY EVER AFTER

25.1K 737 20
                                    

Minggu pagi ke tiga di bulan April, terlihat Ed sedang berjalan mondar mandir di dapur. Lidahnya telah mencicipi entah berapa banyak jenis makanan. Dari yang terlalu asin hingga yang hambar, sampai lidah Ed mulai kehilangan rasa alami lidahnya. Terbukti sekarang ketika ia mencoba mencicipi bubur bercampur sayuran yang telah ia campur dengan garam malah terasa manis.

Ed sengaja bangun lebih pagi demi menyiapkan sarapan pagi untuk istrinya. Jennie sudah pada kehamilan bulan terakhirnya. Ed merasa bersalah karena tak melakukan banyak hal selama istri mungilnya itu hamil. Yang ada Ed malah selalu mengganggu istirahat Jennie karena dirinya yang tak sanggup menahan godaan untuk bergumul dengan sang istri.

Tiba-tiba Jenie sudah berdiri di ambang pintu penghubung dapur dengan ruang makan. Ed memamerkan gigi depannya sambil mengusap punggung tanggannya yang baru saja terkena pinggiran panci panas.

"Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa berantakan sekali?"

"Aku mencoba memasakkan sesuatu untukmu." Jawab Ed dengan lesu melihat kegagalannya. Biasanya pria itu bisa memasak, bahkan masakan luar negeri sekalipun, selama perlengkapan bahan-bahannya tersedia. Namun untuk membuat sederhana bubur untuk Jennie saja ia gagal.

Ed memperhatikan Jennie membuang napas kasar. Pria itu segera mendekat, berjongkok di hadapan Jennie lalu menyenderkan kepalanya di perut Jennie.

"Sayang, kita makan di luar saja ya hari ini," bisik Ed pada calon bayinya. Seketika Jennie meringis merasakan gerakan dari dalam perutnya. Ed mendongak, tersenyum kemenangan.

"Baiklah, kau menang." Ketus Jennie.

Ed langsung berdiri kemudian menggendong wanitanya itu menuju kamar mereka. Tanpa bertanya pada Jennie ia sudah menanggalkan baju mereka lalu dengan telaten membantu Jennie membersihkan diri.

Sebenarnya sudah dari tadi malam Ed meminta Jennie untuk pergi keluar menghabiskan waktu dengannya, termasuk makan makanan apa saja yang Jennie mau. Tapi istrinya itu entah kenapa sejak kehamilannya semakin besar menjadi sangat malas keluar.

Jennie terdiam menatap pantulan dirinya di cermin setinggi dua kali dirinya di hadapannya. Ed memilihkan baju yang akan dikenakannya, sebuah dress selutut tanpa lengan berwarna softpink. Lagi-lagi ia menghela napas. Ini alasan mengapa ia benci keluar. Wajahnya masih seperti anak-anak ditambah dengan ukuran tubuhnya yang mungil. Orang-orang akan menatapnya aneh dengan perut besarnya.

Ed yang sepertinya menyadari kemurungan mendadak istrinya mendekat. Jennie mendesah lagi memperhatikan pantulan Ed dan dirinya. Ia benar-benar kehilangan percaya diri saat ini.

"Kenapa lagi?" tanya Ed seraya mengusap kepala Jennie, matanya terpaku pada ekspresi Jennie melalui pantulan cermin.

Wajah murung Jennie berubah menjadi nelangsa. Air mata meluruh di pipinya dan berakhir berbalik memeluk Ed.

Untung saja Ed sudah paham dengan kebiasaan ini. Sejak hamil, Jennie tidak menunjukkan sifat super manja dan menginginkan hal yang tidak masuk akal. Jennie hanya lebih sensitif.

"Kita seperti paman dan keponakan dan aku seperti anak-anak yang sedang memainkan peran hamil-hamilan," Jennie terkekeh, terbalik dengan air matanya yang semakin luruh seiring kekehannya.

"Bisakah kita berhenti mempermasalahkan ini? Lihat, kau cantik dengan bayi kita di sini." Ed mengusap perut besar Jennie. Entah bagaimana istrinya itu berpikir. Tidak tahukah ia bahwa Ed melihatnya semakin cantik seiring dengan kehamilan Jennie semakin tua. Jika orang-orang berpikiran Jennie aneh, Ed sungguh tak peduli.

"Jangan bilang kamu malu dengan anak kita?" Ed bertanya pura-pura curiga, "atau kamu malu denganku?" tanyanya lagi semakin kesal.

Jennie menggeleng. "Di sini aku yang serba salah. Lihat betapa kecilnya aku dan kenapa wajahku seperti itu?" tunjuknya pada wajahnya.

ONE MORE NIGHT (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang