Arfan 18++

12.2K 859 32
                                    

Teng teng teng~

Bunyi bel itu seakan neraka dunia untuk para murid yang tengah asik bersenda gurau atau asik sendiri dengan kegiatannya. Banyak dari mereka yang memgerang, atau mengumpat apapun yang bisa mereka umpat sambil berjalan menuju tempat duduknya masing-masing.

Namun itu tidak berlaku untuk seorang pemuda, atau mungkin pemudi? yang tengah tertidur lelap dengan kepala yang mengarah ke jendela yang terletak disebelah badan pemuda berpostur mungil tersebut. Bel yang sedari tadi berbunyi hanya ia anggap angin lalu, karena kupingnya sibuk mendengar lagu yang berputar keras lewat headsetnya.

Tidak ada yang berani membangunkan pemuda itu. Tidak, menyentuhnya saja mereka tidak berani. Siapa pula yang berani menganggu pemuda yang merupakan tunangan seorang pemegang saham terbesar di sekolah ini? belum lagi sikapnya yang dingin. Menyentuhnya sama saja mati bagi mereka.

" Arfan," guru lelaki terkiller di sekolah itu bergerak memanggil anak yang sedari ia masuk sama sekali tidak mengubah posisinya. Matanya tetap tertutup dengan tenang, berbanding terbalik dengan wajah teman sekelasnya yang pucat dan berdoa demi keselamatannya masing-masing.

" ARFAN!" kini guru pria itu meninggikan suaranya. Ia memang dikenal tidak pilih kasih dalam mengajar, sehingga tanpa rasa takut sedikitpun ia berani membentak pemuda itu sambil mengoyang pundaknya kasar.

Anak-anak dikelas tambah horror melihatnya. Sial, sekarang mereka bukan hanya harus berhadapan dengam guru killer itu, tapi juga iblis yang baru saja dibangunkan oleh guru itu.

Dan benar saja, mata itu segera terbuka kasar seiring ditepisnya kasar tangan guru yang tampak terkejut dengan perbuatan Arfan. Nafas Arfan menderu, wajahnya yang putih berubah merah seperti kepiting rebus. Air mata menggenang di bola matanya yang coklat terang.

" JANGAN SENTUH AKU DASAR KOTOR!" bentak lelaki manis itu kasar. Tidak menunggu penjelasan dari si guru killer, Arfan segera menarik tubuhnya keluar dari kelas sebelum berhenti sebentar dan mengucapkan kata-kata andalannya.

" Berani sekali kamu menyentuhku. Aku akan melaporkan ini pada Kepala Sekolah, berdoalah agar ia tidak mengeluarkanmu."

-

-

Arfan berhenti berlari ketika ia sampai di atap sekolah yang sepi karena semua siswa sedang mengikuti mata pelajaran yang sedang berlangsung.

Air mata mengalir tanpa Arfan sadari. Tangannya mengambil sapu tangan yang segera disemprot antikuman dan ia gunakan untuk mengelap bagian yang tadi disentuh oleh gurunya. Tangannya bergetar hebat, kakinya seakan lemas mengingat saat dimana tangan kotor itu menyentuh tubuhnya.

Ingatannya mengalir tentang apa yang ia dan Karka lakukan tadi malam, membuat pinggangnya sakit dan terjaga semalaman memang menyebalkan. Ingarkan Arfan untuk memarahi Karka nanti. Jika saja tunagan mesumnya itu tidak melakukan ini, Arfan mungkin masih belajar dengan tenang dikelasnya.

Tangan mungilnya meraih sesuatu dari kantung celananya. Itu smartphone keluaran terbaru, khusus Karka berikan untuk Arfan.

" Bilang kepada Kepala Sekolah untuk memecat guru yang berani membuatku kesal hari ini. Dan panggil Juna untuk menjemputku sekarang, aku akan pulang" sebelum orang diujung telefon menyapa, Arfan langsung menutup telefonnya. Air mata yang mengalir ia usap kasar menggunakan kemejanya. Ah~ ternyata sampai sekarang ia masih trauma jika seseorang berani menyentuhnya. Itu salah manusia itu sendiri begitu kotor, dan Arfan benci itu. Juna, pelayan pribadinya bahkan harus membersihkan meja sekolahnya setiap saat jika Arfan akan duduk. Arfan dan Juna sangatjarang bicara, karena dilarang Karka. Lewat Karkalah Arfan akan menyampaikan perintah, karena lelaki itu memang harus tahu apa saja yang Arfan lakukan dari pagi sampai malam.

[End] TraumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang