Air mataku, karenamu

170 13 3
                                    

Amadhea menghapus air matanya. Entah air mata yang keberapa yang sudah ia buang hanya karena seorang cowok bernama Devan.

Amadhea jatuh semakin dalam. Dia sudah sangat sayang kepada Devan.

Respon Devan? Dia bertingkah seperti tidak mengenal Amadhea.

Hal tersebut semakin menampar Amadhea. Dia sudah berjuang, dia sudah melakukan banyak hal untuk Devan, tetapi Devan tidak pernah mau melihatnya.

She likes invisible in his eyes.

Walaupun sudah beribu cara, tetapi Devan tidak akan pernah mau melihatnya.

"Devan bego! Gue benci sama lo!" Amadhea berteriak tertahan dan mengelap air matanya yang jatuh, lagi.

"Lo ngeliat semua ratu di seberang sana yang belum tentu sayang sama lo. Tapi gue yang ada dihadapan lo, yang udah jelas sayang sama lo nggak pernah lo lihat! Devan bego!" Lagi-lagi Amadhea berteriak.

Mungkin bagi kalian terlihat tidak nyata seorang cewek menyayangi seorang cowok selama bertahun-tahun tanpa cowok itu tahu, tanpa cowok itu mau membalasnya. Tapi percayalah, di realita hal seperti ini banyak terjadi.

Dan Amadhea salah satu yang mengalaminya.

"Kamu juga bego Dhea!"

Amadhea mendongakkan kepalanya begitu mendengar suara seorang perempuan menyebutnya bego.

Amabel, kakak satu-satunya berdiri di pintu kamarnya dan menatap Dhea lurus-lurus.

"Kenapa kakak ngatain aku bego?" Tanya Amadhea dengan suara yang serak karena terlalu banyak menangis.

Amabel berjalan ke dalam kamar Amadhea dan duduk di tepi ranjang. Dia menatap adiknya prihatin.

"Kamu juga bego Dhea, kenapa kamu nggak nunjukin kalau kamu itu sayang sama dia?" Ujar Amabel seraya mengusap puncak kepala adiknya dengan sayang.

"Emang menurut kakak, aku nggak nunjukin?" Amadhea mendelik sementara Amabel tersenyum kecil.

"Kamu cuman ngelakuin banyak hal buat Devan tanpa nunjukin rasa sayang kamu," ujar Amabel seraya tersenyum.

"Dia udah tahu ini kalau gue suka sama dia," Amadhea menyelimuti dirinya sendiri.

"Akan lebih berarti kalau kamu ngomong langsung sama dia," ujar Amabel.

"Percuma, dia bakalan semakin ngejauh," ujar Amadhea lirih.

"Yaudah, aku keluar dulu ya," ujar Amabel seraya mencium puncak kepala adiknya sementara Amadhea hanya mengangguk.

"Jangan galau terus, nggak baik buat kesehatan," ujar Amabel sesaat sebelum keluar dari kamarnya.

Lagi-lagi, air mata memetes keluar dari mata Amadhea.

I can love you more than this if you want me to, Devan.

Draft e-mail for youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang