Project Move On

73 9 0
                                    

Amadhea POV

Saat ini aku lagi di kamar, menulungkup di kasur, dan mata menghadap laptop yang ada didepanku. Seperti biasa, menulis e-mail tak berguna untuk seorang Devan yang ujungnya hanya akan aku simpan di draft.

2,5 tahun yang lalu aku ketemu Devan dan aku membiarkan diri aku jatuh begitu aja dan sampai sekarang pun, aku masih sayang banget sama Devan. Sayang banget like banget.

Hanya sekedar informasi, aku menyesal telah membiarkan diriku jatuh terlalu dalam dan sendirian.

Dan aku rasa itu semua sudah terlalu lama. Sudah terlalu banyak air mata yang aku buang percuma, sudah terlalu banyak kebahagiaan yang aku korbankan, terlalu banyak waktu yang terbuang sia-sia, dan semua itu hanya karena seseorang bernama Muhammad Devan Athalah.

Semoga aja Devan mau ngederin suara hati aku saat ini. Dengerin baik-baik ya Devan, mulai saat ini aku mau berusaha move on dari kamu, aku mau ngelupain kamu, tolong kamu jangan melakukan sesuatu yang bisa bikin aku gagal move on. Karena kali ini, aku mau move on seutuhnya dari kamu.

Oh iya, kebetulan juga aku tadi ketemu cowok yang baik. Nggak, dia nggak se-tampan Devan, tapi dia baik. Dia masih satu komunitas sama Devan tapi dia nggak se-nakal Devan dan teman-temannya yang suka minum-minum alkohol itu.

Jadi, aku mau sejenak beralih dari Devan ke dia -yang belum aku tahu namanya- untuk beralih selamanya dari Devan.

Mataku sudah mulai berkaca-kaca dan aku mengalihkan pandangan dari laptop. Selalu aja begini, setiap aku menulis draft e-mail yang tak berguna itu pasti selalu aja ada air mata yang keluar.

"Percuma kamu nangisin Devan," sebuah suara terdengar saat air mataku mulai turun.

Aku melirik ke arah pintu kamar dan melihat Amabel sedang berdiri disana sambil memegang cangkir yang entah apa isinya.

"Tanpa Kakak bilang pun aku udah tahu kalau itu semua percuma," aku memalingkan wajah dari Amabel dan kembali melanjutkan menulis e-mail yang ujung-ujungnya pasti akan aku simpan di draft tanpa aku kirimkan ke Devan.

"Kalau kamu tahu itu semua percuma, kenapa kamu ngelakuin semuanya berulang kali?" Ujar Amabel seraya masuk ke kamarku dan duduk di tepi ranjang.

"Kakak pikir semuanya nggak sakit?" Aku mengernyit dan menatap Amabel heran.

"Aku tahu itu sakit, tapi buat apa kamu nangis, air mata kamu nggak akan buat Devan sadar sama kamu," kata Amabel seolah-olah kesalahannya ada di aku.

"Yang perlu Kakak tahu, air mata ini keluar karena aku nggak kuat dengan rasa sakitnya," aku membalas kata-kata Amabel.

Rasa sakit dari semua sikap Devan terhadapku berkumpul di hatiku dan tersimpan di sana sehingga aku tidak kuat dan semuanya hanya bisa tergambarkan oleh air mata.

"Kalau kamu nggak kuat dengan rasa sakitnya, kenapa kamu tetap berjuang dan pertahanin rasa sayang kamu buat Devan?"

Kata-kata Amabel menohok tepat di hatiku.

* * *

A/N:
Lagi seneng buat author notes nih gimana, haha?:(

YAY APDET LAGI BRE, APDET. BTW VOMMENTS YA JANGAN JADI SR AE:(

SR LEBIH KEJAM DARIPADA PEMBUNUHAN/ga

BTW BACA COFFEE YAAA♥
Rencananya sih mau rampungin ini draft dulu baru serius sama coffee (padahal gapernah serius sama cerita yang manapun *insert ingusan emoticon here*)

Ya pokoknya itulah, kalau draft e-mail udah rampung, Coffee yang asalnya Coming Soon bakalan muncul beneran yay!!!

dan jangan lupa untuk menyiapkan satu cangkir kopi hitam sebelum kamu membacanya, stayrealtommo♥

Draft e-mail for youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang