[Rabu, 08 Oktober, pukul 19.30 WIB
Tempat kecelakaan, dekat Jl.Surabaya]"Cepat panggil satu ambulance lagi..."
"Tidak bisa..."
"Apa-apaan kau. Wanita itu duluan..."
"Argh. Cepat menyingkir..."
"Hei tuan ... jangan halangi jalan..."
"Halo? ..."
"Dimana dereknya? Hei..."
Suara sirine dan percakapan beberapa orang yang lalu-lalang, menjadi soundtrack kebisuannya. Alina terduduk diam menatap lurus ke arah mobil, tempat Nia terbujur kaku bersimbah darah, tanpa memedulikan kebisingan yang memekakan pendengaran.
Alcina sudah dibawa entah ke mana tadi. Alina bahkan tidak peduli dengan raungan dan rengekan adiknya yang berteriak ingin bersamanya."Hai, Sayang. Apa ada yang sakit?" seorang Wanita berseragam putih mendekati Alina dan memeriksa tubuhnya, mengangkat tangan mungil Alina lalu meraba kaki, kening, dada, bahkan kepalanya. Ia mengernyit, kemudian mengelus pelan pucuk kepala Alina. Setelah mengamatinya cukup lama, ia mengeluarkan ponsel dari kantong jas putihnya dan membuat panggilan. Ia berbicara masih sambil menatap iba pada Alina. "Ada seorang anak yang trauma di sini. Panggilkan psikiater."
Alina mendengar, tapi mengabaikan. Ia berdiri, lalu mengikuti orang-orang yang membawa tubuh Nia. Suster tadi mencoba menahannya, tapi gagal. Seperti mendapat kekuatan, Alina berhasil lepas dari pelukan si suster. Ia kembali berlari mengejar ambulance yang membawa Nia. Alina tidak berteriak, tidak bicara, tidak pula menangis, hanya berlari.
Alina berlari ke tengah jalan meski mobil masih berlalu-lalang, sebagian ada juga yang berhenti sejenak untuk melihat kerumunan polisi yang mengevakuasi truk dan mobil sport hitam. Ia mengabaikan klakson dan teriakan orang dari dalam mobil, yang hampir menabraknya. Hingga tangan besar seorang pria menarik dan membawanya dengan satu tangan ke samping, seolah tengah menjinjing beras sepuluh kilogram.
Pria itu tidak menghiraukan pukulan tangan mungil Alina pada perutnya, dan entakan kaki yang seperti menendang udara. Setelah tiba di pinggir jalan, pria badan besar berseragam cokelat itu menurunkan Alina, dan mencengkeram kuat kedua bahu gadis kecil itu. "Apa kau sudah gila, hah?! Berlari di tengah jalan. Kau bisa ditabrak mobil. Kau ingin mati?"
Suster yang tadi menanyai Alina segera berlari mendekat, kemudian memukul kepala belakang pak polisi saat mendengar perkataan kasarnya untuk Alina."Apa?" tanya pak polisi dengan kening yang berkerut.
"Bukan seperti itu bicara dengan anak kecil. Kau pasti polisi baru. Pergilah! Aku akan mengurusnya." Suster memerintah, dan pak polisi menyingkir meski masih sambil menggaruk tengkuknya.
Suster memegang pergelangan tangan Alina dengan erat, kemudian berjongkok. "Kalau ingin melihat ibumu, ikutlah denganku," ujar Suster, yang direspon antusias oleh Alina.
Alina mengangguk, kemudian mengulurkan kedua tangannya dengan manja. Suster mengerti, ia membawa Alina dalam gendongannya dan mereka menaiki ambulance yang baru tiba.
***
[Rumah Sakit Surabaya.
Pukul 20.00 WIB]Suster berbohong pada Alina. Kenyataannya, ia dibawa ke suatu ruangan dan ada dua wanita yang tersenyum ramah padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lily [COMPLETED]
Mystery / Thriller[Eksklusif di Dreame/innovel] Demi membalas dendam pada pembunuh mamanya, Alina si manipulatif membentuk kelompok yang menganggap diri mereka sebagai mafia. Dia memanfaatkan orang-orang di sekitarnya untuk memenuhi ambisi tersebut. Bahkan adik kemba...