Kepergianmu
menyadarkanku, kalau
yang kembali tak akan
pernah sama lagi-Violet-
☔☔☔
Seorang gadis termenung menatap kearah langit yang diselimuti kegelapan tanpa bintang. Angin malam yang dingin membelai kulit putih porselennya. Sebentar lagi hujan, dia tau itu dan memang itu yang ditunggu olehnya.
Hujan baginya adalah pelarut luka, yang akan pergi mengalir entah kemana.
Tubuh mungilnya diayun-ayunkan mengikuti ayunan yang didudukinya.
Rambut hitam lurusnya dibiarkan tergerai dan ikut bermain dengan hembusan angin.
Damai. Itu yang dia rasakan, tempat ini tidak sepi. Masih terdapat beberapa pasang muda-mudi maupun keluarga yang ikut merasakan kedamaian dibalik hingar bingar ibukota.Gadis itu adalah Tari. Malam ini bosnya berulang tahun, jadi semua karyawan diizinkan untuk pulang lebih awal.
Jam menunjukkan pukul 20.30. Sudah setengah jam Tari menunggu disini, tapi hujan itu tak kunjung turun. Akhirnya, dia pun memutuskan untuk pulang saja. Namun, baru beberapa langkah meninggalkan ayunan, ponselnya bergetar menandakan ada telpon. Dengan segera Tari mengangkatnya saat tau itu dari mamanya."Assalamualaikum ma"
"............"
"Bentar lagi Tari sampe ma"
"..........."
"Ada kok ma. Iya, nanti Tari beliin"
"..........."
"Waalaikumsalam"
Tari menutup panggilan dari mamanya. Mamanya minta dibelikan obat pereda nyeri di apotik.
Pasti kaki mamanya sakit lagi, sebenarnya kelumpuhan itu bisa sembuh total dengan terapi teratur. Namun, dapat uang dari mana? Tidak mungkin dia beralih menjadi wanita panggilan, dia masih punya iman dan akal untuk tidak melakukan itu, seterpuruk apapun kondisi keuangan mereka.Tari mulai berjalan menuju apotik sambil merapatkan jaket yang tadi ia lepas untuk menyegarkan tubuh dengan sejuknya angin taman.
☔☔☔
Tari berjalan pelan menyusuri trotoar yang kebetulan juga sedang sepi.
Langkah demi langkah dipijak Tari, jarak antara taman kota dan apotik cukup jauh. Jadi, gadis dengan rambut hitam lurus ini harus sabar berjalan menuju ke apotik langganan mereka.Kenapa tidak naik bus atau taxi? Sekali lagi, hemat pangkal hidup
Kendaraan masih lalu lalang melintasi jalan raya yang lebih lebar dari rumah Tari.
Dulu, dia pernah jadi salah satu dari mereka. Menjadi salah satu orang yang hanya sibuk dengan gadget, fashion, uang, dan banyak hal tak penting.Menjadi salah satu orang yang hanya menikmati nyamannya duduk dimobil,dan hangatnya ruangan mobil, mantel-mantel mahal dan berkelas adalah pelindung dari udara yang kurang hangat. Sekarang, jaket tipis kumal-lah yang setia menemaninya selama tiga tahun ini dari udara dingin yang menusuk hingga ke tulang.
Miris? Tidak. Justru dia bersyukur tuhan masih peduli dengan menegurnya kalau apa yang ia lakukan dulu adalah hal yang bodoh dan sia-sia.Tetesan-tetesan hujan mulai turun membasahi bumi.
Tari bisa merasakan tetesannya dari yang awalnya hanya beberapa tetes berubah menjadi hujan yang cukup deras.
Terkejut, berlari, atau..... Berteduh? Itu adalah hal paling mustahil yang akan dilakukan oleh Tari. Gadis ini sungguh gembira dengan datangnya hujan yang membasahi seluruh tubuhnya. Gadis ini malah berlari ala anak tk yang baru mendapat permen sambil tersenyum dan sekali-kali berputar sambil merentangkan tangannya seperti menyambut datangnya hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SunRain
Teen FictionCewek pendiam dan dingin banget ini, punya ribuan misteri disekeliling hidupnya. Dulu dia cewek yang punya senyum pepsodent, sekarang bibirnya tipis kayak dilem. Dulu dia rendah hati, sekarang egonya setinggi langit. Hingga takdir mulai bermain dan...