Chapter 15: I Don't Think So

2.4K 199 1
                                    

Pagi ini aku memulainya dengan senyuman yang terpaksa. Rasanya aku ingin tidak masuk kuliah hari ini karena jika nanti aku masuk pasti tidak akan seperti biasanya lagi. Semua terasa berbeda.

Saat aku akan menuju dapur untuk sarapan, seseorang menekan bel rumah.

"Morning," sapanya ramah.

"Harry?"

"Aku ingin mengajakmu ke rumah sakit," katanya.

"Rumah sakit?" kataku sambil menaikan satu alis.

"Kau tidak tau kalau Niall sedang sakit?" ucapnya sok dramatis.

Kemudian aku mengangguk kecil. "Untuk apa kau mengajakku ke sana Haz? aku rasa setelah kejadian itu, dia tidak akan mau menemuiku lagi."

"Kata siapa?" tanyanya. "Kataku," jawabku membuat Harry tertawa.

"Kau terlalu kepedean Jes, apa kau tidak ingin ke sana gara-gara takut ada sahabat yang sudah kembali itu?" tanyanya membuatku bingung.

"Bagaimana bisa-kau?" ucapku terbata.

"Sudahlah, untuk hari ini kau bolos kuliah saja ya? ayo cepat," ajaknya.

Kemudian aku mengunci pintu rumah lalu pergi menuju rumah sakit untuk menemui-ya kau tau kan?

Setibanya di rumah sakit Harry langsung menarikku menuju ruangan dimana Niall berada. Aku mulai merasa takut akan bertemu dengan Niall.Tak tau apa yang akan terjadi setelah aku masuk ruangannya.

"Hei, santai saja Jes. Kenapa tanganmu sangat dingin? apa kau kedinginan?" tanya Harry saat kami sampai di depan pintu kamar.

"Tidak Haz, aku hanya-"

"Stop! ayolah kau tau? Prissy dan yang lain tidak ada di sini. Mereka tidak tau jika aku akan mengajakmu ke sini. Niall yang menyuruhku menjemputmu. Jadi tenang saja," jelasnya.

Jadi mereka tidak di sini? tapi apa Harry bilang? Niall yang menyuruhku ke sini?

"Hi guys..." sapa Harry pada teman-temannya yang sedang berkumpul.

"Heiii, hai Jessy!!! lama tidak bertemu, kau semakin cantik saja," ucap Liam.

"Hahaha. Liam kau berlebihan," ucapku malu.

"Hey Jes, how are you? you know we are miss you so much," sapa Louis.

"I'm fine Louis, yeah i miss you too," ucapku.

Setelah aku saling bersapa ria dengan the boys, mereka menyuruhku untuk bertemu Niall. Katanya dia merindukanku. Tapi sepertinya tidak mungkin. Kemudian Harry dan yang lain meninggalkanku sendiri.

"Hi Jes, how are you?" sapa Niall setelah aku masuk ke kamar khususnya.

"Emm hi Niall, i'm fine."

Setelah menyapa Niall aku benar-benar tak berbicara sama sekali. Hanya ada suara decitan tempat tidur Niall karena dia tidak bisa berhenti bergerak.

"Jes," panggil Niall setelah sekian lama kita hanya berdiam diri.

"Ya?"

"Aku sudah tau semuanya," ucapnya.

"Sudah tau apa maksudmu?"

"Prilly kembali dan itu karena bantuanmu?"

Bagaimana dia bisa tau rencanaku? Pasti saat Prilly menjenguk, dia memberi tau semuanya. Ya semuanya.

"Oh jadi dia memberitahumu?" tanyaku.

"Kau cemburu?" tanyanya sambil tersenyum penuh kejailan.

"Hah? cemburu? tentu saja tidak. Untuk apa aku cemburu?"

"Baiklah."

Terdiam lagi.

"Niall," panggilku.

"Hm?"

"Kau mau apa menyuruhku ke sini? bukannya kau selalu menjauh dariku?" Entahlah aku ingin menanyakan ini dari tadi.

"Aku merindukanmu, sebenarnya aku tidak menjauh tapi hanya ingin menyendiri saja," jelasnya dan kubalas dengan anggukan.

"Kenapa kau? merindukanku? Bagaimana dengan Prilly?"

Kau bodoh Jessy. Pertanyaan macam apa itu?

"Hahahahaha kau ini sangat terlihat sekali jika cemburu. Iya kan? Hahaha," ejeknya.

Kurasakan pipiku yang memerah sekarang. "Tidak, aku tidak cemburu. Hanya bertanya saja. Apa tidak boleh?"

"Baiklah, tapi apa kau merindukanku?"

Dengan cepat aku menggeleng. "Tidak, aku tidak pernah merindukanmu," ucapku.

"Aku akan menangis kalau begitu."

"Menangislah," ucapku.

"Kau lucu," ucap Niall membuat pipiku kembali panas. "Hahaha aku suka saat kau yang seperti ini. Merah seperti tomat."

"Niall! kau menyebalkan," ucapku sambil berjalan keluar.

"Jes, jangan meninggalkanku. Jessy!" teriak Niall yang sama sekali tidak aku tanggapi.

"Jessy.. (GUBRAK) Ouch!"

Setelah mendengar suara itu aku langsung reflek berbalik dan mendapati Niall yang sudah terduduk di lantai. Stupid Jessy. Kau sungguh jahat.

"Niall???!! oh my god. Kau ini nekat sekali sih," ucapku sambil menolongnya berdiri.

Sebenarnya Niall hanya kelelahan karena kebanyakan pikiran. Aku jadi merasa bersalah gara-gara keceplosan minggu lalu. Entah itu salah satu yang membuatnya sakit atau tidak. Tapi mungkin saja kan?

"Ya itu salahmu," ucap Niall.

"Salahku?"

"Iya, kau yang mau meninggalkanku sendirian di sini."

"Kau juga yang sudah membuatku meninggalkanmu," balasku.

"Salah siapa pipimu menjadi seperti tomat."

"Salah siapa kau membuatku seperti itu," balasku.

"Salah siapa-"

"STOP IT NIALL!! oke aku kalah." Niall ternyata sangat keras kepala.

"Hahaha yeay satu kosong," ucapnya kegirangan.

"So?" ucapku meledek.

"Kau harus menuruti sebuah permintaan dariku."

"Sejak kapan ada perjanjian macam itu?"
"Emm coba aku pikir dulu... sejak barusan."

Shit! Niall sangat cerdik rupanya.

"Hey jangan melamun nanti kesurupan," ucapnya menyadarkanku dari lamunan yang tidak penting.

"Aku tidak melamun tapi-"

"Berfikir," ucap Niall menyambung kalimatku tadi.

Tunggu, sejak kapan dia mengetahuinya?

"Jangan bilang kau bisa membaca pikiran seperti Ulya."

"Hahaha entahlah mungkin aku ketularan."

"Tapi kenapa kau bisa tau?" tanyaku.

"Karena aku kan tau segalanya tentangmu?"

Ucapan Niall barusan membuatku membeku. Segalanya?

_________

Haiii to be continue next part..

Bagus gak? ku harap dari dulu awal nulis sih gitu :((

Makasih ya yg udah vote sama comment apa belum..

Tapi tetep aku tunggu yaa vomment kalian :)

True Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang