Mood Mia benar-benar menjadi semakin buruk dengan sikap Adnan yang benar-benar sok ingin tahu. Sebenarnya, apa susahnya menuruti keinginannya untuk tidak menyinggung soal roh pelindugnnya? Apa itu cukup sulit bagi siswa teladan seperti Adnan? Kalau iya, mungkin label siswa teladan dan julukan jenius tidak lagi pantas disandang pemuda itu.
Kemarahannya membuatnya berjalan tanpa arah dan Mia baru menyadari ketika dia hampir tersandung kerikil kecil di dekat kakinya. Ia mendongak menatap dedaunan yang bersinar redup, kemudian menghembukan nafas dengan keras.
Ia memperhatikan sekelilingnya. Hanya ada pepohonan, tentu saja, karena ini daerah hutan. Tapi Mia cukup yakin dia berjalan cukup jauh dari gua tempat mereka bersembunyi sekaligus beristirahat.
"Seharusnya aku tidak seceroboh ini." gumam Mia jengkel.
Mia membalikkan badannya dan berjalan kembali menuju gua ketika dia merasakan ada yang mengawasinya. Langkahnya terhenti. Dia memeriksa sekelilingnya. Indra Mia cukup peka, sehingga dia menyadari setidaknya ada beberapa orang yang tengah mengawasinya. Mungkin tim lain yang melihatnya berjalan meninggalkan daerah perlindungan ilusi yang dipasang Luz.
Gadis itu sekali lagi menghembuskan nafas dengan kasar. Dia mencabut senjatanya dan mengubahnya menjadi pedang ganda. Menunggu dalam antisipasi kalau-kalau yang mengawasinya memang berasal dari tim lain.
Sebuah gerakan di dekatnya membuat Mia melemparkan pedangnya ke arah suara tersebut berasal, lalu tanpa bisa dicegah, gadis itu mengumpat. Dia tidak biasanya seperti ini, tergesa-gesa dan bahkan mudah panic.
Sambil menghembuskan nafas jengkel, ia berjalan kearah di mana dia melempar pedangnya tadi. Tangannya menyibak semak-semak tersebut dan tahu-tahu sepasang tangan menyekapnya dari belakang.
"Ap—"
"Jangan bergerak,"
Mia mendongak keatas dan mengerjap melihat siapa yang menyekapnya.
"Kau... Noir?"
Noir, pemuda itu tersenyum tipis pada Mia.
"Hai, Princess. Kita bertemu lagi."
***
Fernant merasakan perasaannya tidak enak. Matanya tidak lepas dari layar besar yang terpampang di hadapan para penonton dan mengalihkan tatapannya kearah lain.
"Fernant, ada apa?" tanya Winter.
"Perasaanku tidak enak," kata Fernant, kemudian terkekeh pelan, "kurasa aku tertular Mia sekarang, selalu merasa tidak enak."
"Wajar saja, kan? Kau sudah bersamanya dalam waktu lama." sahut Kitsune sambil memejamkan mata.
Fernant hanya diam. Dia kembali menatap kearah layar, tepat ketika dia merasakan ada yang aneh pada salah satu bagian layar yang menunjukkan di mana Mia berada.
Ia tanpa sadar berdiri dan menatap layar itu lekat-lekat.
"Ada apa, Fernant?"
"Dia datang." kata Fernant, "Tikus itu datang!"
***
Mia melepaskan diri dari bekapan Noir dan berbalik menatap pemuda itu. Dia agak menjauh dari Noir sementara keningnya berkerut samar.
"Wah, wah... kenapa kamu tampak bingung begitu, Princess?" tanya Noir.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Mia balik, "Hutan ini hanya bisa dimasuki oleh peserta turnamen saat ini. Jadi, kenapa kamu—"
"Aku bisa kemari kapan pun aku mau." kata Noir, "Katakanlah, aku punya akses khusus kemari."
Mia memiringkan kepalanya tidak mengerti. Tapi dia tidak berani bertanya lebih jauh ketika tahu-tahu saja Noir sudah berada tepat di hadapannya dan memeluk pinggangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Velverian Legacy Book One ~ The Cintrollier [End]
FantasíaMia Vanaro bisa dibilang sempurna. Otaknya cerdas, mampu menguasai sihir level tinggi, cantik, dan berasal dari keturunan keluarga bangsawan Vanaro, keluarga yang paling dekat dengan keluarga Kerajaan Azzaleneth, Velveria, yang kini sudah punah dan...