[12] All gone.

8.7K 871 41
                                    

***

Prilly menggigit bibir bawah nya gelisah. Di tatap sedemikian oleh Papi membuat nyali nya menjadi ciut.

”Jadi, laki-laki yang nama nya Ali itu bully kamu, lagi? Nggak kapok dia, ya?” Papi mengepalkan kedua tangan nya menahan emosi. ”Perlu Papi keluarin dia dari sekolah?”

Prilly menggeleng. ”Papi nggak usah repot-repot. Prilly bisa kok urus masalah ini sendiri.”

”Kamu putri Papi, masalah kamu itu masalah Papi juga.”

Prilly menatap Papi dengan memelas. ”Prilly udah besar Pi, Prilly tau resiko apa yang Prilly dapat kalau begini.”

”Kenapa sih, kamu nggak pernah mau dengerin omongan Papi?”

Prilly kembali teringat kejadian siang tadi, Arish pasti sangat kecewa pada nya. ”Papi, ini pilihan Prilly. Papi dukung aja ya?"

”Kalau efek nya baik, Papi dukung. Ini apa? Efek nya buruk Prilly, Papi nggak setuju.” ucap Papi tegas.

”Papi-”

”Jangan bantah Papi!” nada suara Papi naik satu oktaf.

Prilly menggeleng cepat. ”Prilly lebih nyaman begini.”

”KENAPA SIH, KAMU BANTAH PAPI TERUS!?”

Kaget? Tentu saja. Belum pernah Papi membentak Prilly sampai seperti ini. Dulu, Prilly menghilangkan uang sampai lima puluh juta, dan Papi masih tidak membentak nya. Sekarang, hanya karna penampilan nya Papi marah? Sulit di percaya.

”Papi... Nggak sayang Prilly lagi?” Prilly melirih sedih.

”Cukup Prilly! Papi udah muak sama ucapan kamu. Papi nggak bisa salahin anak-nnak yang bully kamu. Memang dasar nya kamu yang keras kepala!”

Prilly menangis mendengar ucapan Papi yang sangat tajam. Kini Prilly mengubah cara fikir nya.

Dia benar, semua orang akan jauhin aku cuma karna penampilan aku. Termasuk Papi.

***

Bruk!

”Argh, Bedebah!” Ali menatap jaket nya yang lengket karna terkena jus mangga.

”Maaf, aku gak sengaja.”

Ali menatap bengis orang yang berani mengotori jaket nya. Ternyata  perempuan. ”Sengaja atau nggak, lo udah bikin jaket gue kotor.”

”B-biar aku yang cuci-in.” perempuan itu menunduk takut.

Ali tertawa sinis. ”Nggak perlu. Yang ada, nanti jaket gue tambah kotor lagi.”

”Terus, aku harus apa?”

Ali membuka jaket nya, lalu melempar nya ke tempat sampah. Mengeluarkan korek api dari saku nya, lalu menyodorkan nya pada gadis itu.

”Buat apa?” tanya gadis itu ketakutan.

Ali berdecak kesal. ”Bakar,”

Gadis itu menerima korek api dengan gemetaran. Menyalakan pematik, lalu melempar nya ke tempat sampah.

Ali melirik name tag di dada kiri gadis itu, ’Dara Fiona’. Dara, jangan lupa lo harus bakar seragam sekolah lo, sekarang.”

Dara menatap Ali kaget. ”M-maksud nya?”

”Lo bakar seragam lo, sekarang!!” teriak Ali dengan wajah marah.

Dara tersentak kaget. Tubuh nya semakin bergetar, bahkan mata nya sudah berkaca kaca. Ia menatap Ali dengan memelas. ”J-angan..

”Lo yang buka, atau gue?”

Dara membuka seragam nya cepat cepat, lalu melempar nya ke dalam tempat sampah yang sudah terbakar api. Gadis itu menangis karna sekarang hanya memakai dalaman putih, yang menutupi tubuh bagian atas nya.

Ali tersenyum puas. Tangan nya mengelus pucuk kepala Dara dengan lembut. ”Jangan cari masalah sama gue lagi, ya?”

Dara mengangguk cepat.

Ali mendekatkan bibir nya ke arah telinga Dara. ”Kalau, nggak mau jadi mainan gue.” bisik nya penuh ancaman.

Keringat dingin mulai mengalir dari pelipis Dara. Ali benar-benar sudah gila. ”A-aku janji.”

”Gue nggak minta lo janji.” Ali berjalan pergi meninggalkan Dara di koridor sekolah yang mulai sepi.

Teman-teman nya sudah pulang begitu mendengar bel berbunyi, dan Ali di tinggal sendirian. Dasar tidak tahu diri.

Atensi kelam laki-laki itu menelusuri setiap sudut sekolah. Sepi. Ali berdecak. ”Cewek itu!”

Sudah menunggu sepuluh menit lama nya, tetapi orang yang di tunggu mya tidak m juga menampakan diri. Ali menggeram, lalu masuk ke dalam mobil,  meninggalkan pelantaran sekolah. ”Songong juga dia, udah gue tungguin nggak dateng-dateng.”

***

”Argh, sial banget gue hari ini!” Arish menggerutu, seraya menendangi kerikil yang bisa di jangkau kaki nya.

”Semua orang nyebelim banget hari ini, termasuk Prilly!” Arish mengetatkan rahang nya, saat menyebut nama itu.
”Kenapa sih, dia nggak mau berubah? Gue kira, dia bakalan nahan gue, terus minta maaf, nurut deh. Ternyata nggak. Keras kepala!”

Arish memasuki pekarangan rumah nya nya, dengan perasaan dongkol. ”Arish pulang!”

”Arish? Kenapa kamu jalan kaki?” Bunda menghampiri Arish dengan perasaan cemas. ”Kamu nggak capek?”

”Cuma jalan doang, Arish bukan anak manja, kali!” Arish menekankan setiap kata nya dengan suara keras.

Bunda mengelus rambut putri nya lembut. ”Jangan begitu. Bunda yakin kok, kamu itu... Sayang kan sebenar nya?”

***

Fuck You, Nerd! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang