[13] Good.

8.3K 924 66
                                    

***

Prilly menyisir rambut panjang nya dengan tatapan kosong. Ia tertawa miris meratapi nasib sial nya.

"Lihat, kan? Lo itu cantik, Prill. Tapi kenapa lo nutupin itu?"

"Mereka yang lo maksud itu udah punah, Prill! Hidup itu keras, kalau lo lembek, lo yang akan di injak!"

"Gue peduli sama lo, tapi kalau lo nggak bisa menghargai itu, yaudah!"

"GUE KECEWA SAMA LO, NERD!!!"

"Cukup Prilly! Papi udah muak sama ucapan kamu. Papi nggak bisa salahin anak-nnak yang bully kamu. Memang dasar nya kamu yang keras kepala!"

Bayang-bayang kejadian kemarin kembali terngiang di otak nya. Hal yang bahkan tidak pernah Prilly fikirkan.

Perlahan, tangan nya terulur untuk melepas kacamata nya. Lalu mulai melepas kepangan di rambut nya, dan menata ulang rambut ikal nya itu, kemudian ia memakaikan lipbalm pada bibir pucat nya.

Prilly menatap pantulan diri nya di cermin. Ini bukan diri nya. Tapi, demi semua kembali normal, ia rela melakukan nya.

"Mungkin, udah saat nya aku rubah semua nya."

***

"Bisa ngompres nggak, sih? Tangan gue tambah kotor, nih!"

Deon mendengus kesal. "Ini udah nggak bisa di kompres, Li. Perban aja, sih!"

"Ogah, nanti gue jadi jelek."

Deon menekan luka Ali dengan kencang, membuat Ali meringis perih. "Dasar nggak becus!"

"Yaudah, biar becus di perban aja." balas Deon kesal.

"Nggak usah repot-repot,"

"Nanti bisa infeksi, pinter banget lo!"

"Yang penting udah higienis!" Ali tersenyum miring. "Makasih lho, ganteng."

"Geser otak lo," Deon melanjutkan aktivitas nya dengan tak ikhlas.

Ali sehat, pinter, cerdas, jujur, baik!

Daripada mendosa dengan mengumpati teman nya sendiri, lebih baik Deon memuji nya saja. Benar, kan?

Brak!

"Ali!"

Ali memutar bola mata nya malas. Dua manusia tak di harapkan, datang dan berlari ke arah nya dengan panik.

Lebay.

"Ali, liat tangan lo, siapa yang berani nikam lo!?" Kiba berteriak heboh.

"Tangan lo... Sakit gak?" tanya Reno meringis melihat Deon yang mengobati nya dengan kasar.

"Kalau gue tau, gue peluk orang nya, biar lo tau." ucap Ali malas.

"Kok, nggak di perban?" tanya Kiba pada Deon.

"Tanya yang punya luka, tuh. Udah gila dia."

"Perban aja, Li. Nanti infeksi." sahut Reno dengan wajah ngeri.

"Nggak mau ah, nanti gue nggak keren."

"Bego banget, sih lo. Yang ada, orang orang pada jijik lihat lo." Kiba menyeletuk kejam.

"Kenapa?"

"Luka lo itu dalam Li, jorok." ucap Deon gemas.

"Dua-in." timpal Reno cepat. "Perban, ya Li?"

"Duh, berisik benget, sih lo semua. Pusing gue." Ali mengeluh tak tahu diri.

"Kalau sampe lo mati, gue bikin pesta, boleh?" tanya Kiba, sambil memamerkan senyum manis nya.

Ali mengangguk setuju. "Boleh juga."

***

Arish mengeryitkan dahi nya, saat mendengar bisik-bisik siswa sepanjang ia berjalan. Bukan apa-apa, hanya saja mereka menyebut nama teman nya. Prilly.

"Gue liat, tadi dia itu perfect banget."

"Masa? Prilly siswi kelas sebelas IPA, yang sering di bully itu?"

"Yang di bully kakak kelas kita, kan? Kak Ali?"

"Iya, gue lihat tadi dia cantik banget."

Arish melangkah keluar dari kelas, berjalan dengan gelisah menuju koridor depan sekolah.

Bisik-bisik tentang Prilly makin terdengar. Arish menghela nafas panjang. Di sana, Prilly tengah berjalan kaku ke arah nya.

Arish tersenyum. "Prilly, ya?"

Gadis itu mendongak. Menatap Arish dengan binar bahagia. "Arish? Kamu nggak marah?"

Arish memeluk Prilly dengan erat. Tanpa ragu Prilly membalas nya. "Mana mungkin gue marah sama lo. Kemarin gue cuma emosi. Tapi syukur deh, lo mau dengerin omongan gue."

Prilly mengangguk cepat. "Aku nggak mau kamu kecewa sama aku."

Arish melepas pelukan nya, lalu menatap Prilly dari atas ke bawah. "Lo... Beda banget Prill,"

Prilly menunduk malu. "Aku sebenar nya risih, Rish."

"Nggak apa. Gue jamin, habis ini nggak ada satu pun orang yang tega bully lo." Arish berujar yakin.

Prilly tersenyum kecut. "Kamu yakin? Termasuk... Ali sama teman-teman nya?"

"Gue bahkan ragu dia berani bentak lo. Mungkin aja kan, dia malah suka sama lo?" goda Arish.

Prilly menggeleng geli. "Mana mungkin, Rish. Ali itu ganteng, populer, pa-"

"Lo barusan muji dia?" Arish makin gencar menggoda Prilly.

Prilly tak dapat menahan senyum nya. Dada nya berdesi hebat entah karena apa. "Itu emang fakta. Lagian, mana mungkin dia mau sama perempuan sama aku."

"Cuman laki-laki bodoh, yang nggak terpesona sama lo."

Prilly tersenyum menahan tawa nya. Arish tertawa kencang, tangan nya menahan bahu Prilly erat. "Jangan Prill, jangan terbang!"

"Arish!" Prilly menutup wajah nya yang sudah merah padam. Hati nya berbunga- bunga. Sungguh, ini hari terbaik dalam hidup nya.

Mungkin pilihan yang aku ambil ini, nggak salah.

***

Fuck You, Nerd! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang