Chapter 2

51 5 2
                                    

"Nak Ruka! Akhirnya kamu pulang. Eh, bajunya kenapa?" tanya Kang Rozak. Ia menunjuk bajunya yang kotor karena jus tadi.

"Ah, tidak apa-apa, Kang. Tadi tidak sengaja jus milik Ruka jatuh, terus kena baju. Jadi kotor begini."

"Oh, begitu. Kirain ada yang jahatin Nak Ruka. Kalau ada yang jahatin Nak Ruka, nanti akang teror dia sampai mati ketakutan."

Ruka bergidik sendiri, membayangkan kalau Kang Rozak menakut-nakuti mereka dengan menunjukan wujud terakhir saat ia meninggal. Ngomong ngomong, Kang Abdul Rozak adalah hantu yang menghuni tangga rumahnya. Dulunya, ia adalah salah satu pejuang pada masa sebelum kemerdekaan yag tewas karena kepalanya di penggal saat terjadi perlawanan antara rakyat Indonesia dengan Tentara Belanda. Jadi, bayangkan saja jika Kang Rozak ini menunjukan wujud aslinya pada mereka. Kepalanya menggelinding dengan lidah menjuntai dan mata terbelalak

"Nggak , Kang. Ruka baik-baik saja. Ngomong-ngomong Kang Rozak ada keperluan apa sampai datang ke kamar Ruka?" Jarang-jarang Kang Rozak datang ke kamarnya. Biasanya ia duduk atau bolak-balik saja di tangga rumah, kecuali memang ada kepentingan, maka ia akan beranjak dari tangga.

"Oh, jadi gini. Akang mau minta izin-"
"AAAAA!!!" tiba-tiba terdengar suara pekikan dari bawah kamarnya. Sontak mereka berdua pergi menuju asal suara. Kang Rozak dengan mudahnya menembusi lantai kamarnya, lalu sampai ke ruang bawah. Sedangkan Haruka harus repot-repot membuka pintu, berlari lalu menuruni tangga untuk sampai ke bawah.
Disana terlihat Yuyun sedang duduk memeluk lutut di sudut rumah. Ia nampak ketakutan. Nenek yang sepertinya sedang memasak juga terpaksa meninggalkan kegiatannya. Ia masih memegam pisau di tangan kanannya dan brokoli di tangan kirinya.

"Ada apa ini?" tanya Haruka.
Yuyun mendelik, lalu terbang menghampirinya.

Ya, Yuyun juga bukan manusia. Sudah ia bilang, rumahnya mungkin cocok dipanggil rumah hantu karena mayoritas penghuninya bukan manusia.

"Ruka, Ruka, ada anak kecil menakutkan di luar rumah!" Ia sembumbunyi di balik punggungnya sambil menunjuk pintu masuk rumah.

"Anak kecil apa maksudmu, Yuyun?"

"Dia menakutkan. Wajahnya..." ia tidak melanjutkan ucapannya, keburu takut mengingat kembali momen saat mereka saling ia berhadapan langsung dengan anak itu tadi.

Tiba-tiba Kang Rozak berjalan menembus pintu yang dimaksud Yuyun. Mereka yang ada di dalam menunggu Kang Rozak memberitahunya apa yang ada di luar sana. Tak lama setelahnya, setengah tubuh Kang Rozak menmbusi jendela. Ia tersenyum menyeringai sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Perlahan, muncul sesosok lain berbaju putih dengan rok merah.

"Kamu?!" sergah Haruka. "kenapa kamu ada di sini?"

Sosok itu tak lain adalah hantu gadis SD yang mengikutinya tadi pagi.

"Rumah kakak besar, ya," kekehnya.

Sementara Yuyun semakin ciut di belakang karena melihat belatung yang berjatuhan dari pipi anak itu yang bolong. Lucu, memang. Hantu takut dengan sesamanya.Sepertinya Yuyun melupakan fakta bahwa ia juga sama menakutkannya dengan gadis itu jika menunjukan wujud aslinya

"Oh, jadi kalian sudah saling kenal, ya?" timpal Kang Rozak.

"Kakaaakkk!" gadis itu berlari ke arah Haruka. Namun , Haruka memintanya untuk tetap diam di tempat. Ia nurut, lalu kembali berdiri di samping Kang Rozak.
"Kang Rozak nemuin dia di mana?"
"Di depan rumah. Dia duduk aja sambil main-main tanah. Kelihatannya dia anak yang baik, jadi Akang mau ajak anak ini ke rumah tapi minta izin dulu sama Nak Ruka. Eh, dia malah masuk sendiri," jelas Kang Rozak.

Anak baik mana mungkin masuk rumah orang tanpa izin, rutuk Haruka dalam hati.
"Nenek yang izinkan dia masuk tadi."
Semua yang ada di sana terbelalak kaget, lalu menghujam nenek dengan tatapan gusar. Terkecuali Kang Rozak. Ia nampaknya senang mendengar ucapan nenek.

"Tidak pa-pa, Ruka. Hanya menambah satu orang. Tidak masalah, kan?" lanjut nenek.
Haruka nyaris protes saat nenek bilang 'orang'. Apakah pipinya yang bolong dan berbelatung itu belum cukup mendeskripsikan statusnya?

"Tapi, nek, belatungnya itu bagaimana? Nanti berserakan di rumah," bujuknya.

"Aku janji, nek, bakalan pungut teman-temanku kalau mereka jatuh," timpal anak itu sambil menggoyangkan tubuhnya ke kana dan ke kiri, seperti anak kecil pada umumnya.

Ia menyebut belatung sebagai teman-temannya. Hal itu membuat nenek lebih tersentuh lagi. Pasti anak ini kesepian di luar sana, sampai sampai belatung pun sudah ia anggap sebagai teman.

"Nah, bagaimana Haruka? Sudah tidak ada lagi keluhan?"

Haruka terdiam sebentar mencari alasan lain yang masuk akal untuk membujuk nenek.

"Lalu, bagaimana dengan Yuyun? Ia sangat ketakutan," elaknya.

"Nah, Yuyun. Mulai sekarang kamu harus belajar beradaptasi dengan kehadirannya."

***

Haruka mendadak seperti insomnia malam ini. Ia jadi susah tidur lantaran memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi besok. Andai ia bisa menggunakan kemampuan deja vu -nya sesuka hati, maka ia takkan cemas menghadapi hari esok. Eh, atau malah sebaliknya?

Sejauh yang ia tahu, kemampuan ini adalah turunan dari neneknya. Bedanya, nenek hanya bisa melihat makhluk astral saja, sedangkan ia bisa lebih dari itu. Meski begitu, pengetahuan neneknya mengenai dunia astral lebih tinggi darinya.
"Ruka, geser sebelah sana. Aku mau tidur bersamamu," pinta Yuyun yang tiba-tiba datang menembusi lantai kamar.
Haruka bergeser sedikit, memberi ruang untuk Yuyun berbaring di sampingnya. Ralat, lebih tepatnya melayang di sampingnya. Tentu saja, hantu tidak terikat dengan benda padat. Malah ia akan menembusinya karena volume tidak berpengaruh bagi tubuhnya yang setengah fana.

"Kamu kenapa tidak pergi main," tanya Haruka.

"Mau main dengan siapa? Yolan, kan, belum pulang," rengeknya.

Yolan juga merupakan hantu gadis kecil yang menghuni rumahnya. Dilihat dari postur tubuhnya, Yolan terlihat lebih muda dari Yuyun yang usianya sebaya dengan anak kelas 6 SD. Sudah beberapa hari ia tidak pulang karena marah pada Yuyun yang tidak mau meminjamkannya mainan. Kini Yuyun menyesal.

"Main saja sama anak SD itu." Haruka terkekeh membayangkan Yuyun bermain bersama Anak itu dan belatung-belatungnya.

Yuyun mendengus kesal.

"Ngomong-ngomong, anak itu kenapa lebih suka menampakan wujud aslinya,sih?" tanya Haruka.

Sejauh yang ia tau, makhluk seperti mereka ini bisa menunjukan dua kondisi. Pertama, saat ia dalam kondisi baik-baik saja. Kedua, kondisi terakhir saat ia mati.
"Entahlah. Kurasa persoalannya semasa hidup rumit sekali. Ada banyak hal yang masih belum ia relakan di masa lalu."
"Oh, memang itu juga berdampak, ya, dengan kehidupan setelahnya?"

"Ya ampun, Ruka. Kita sudah berteman selama belasan tahun dan kamu masih mempertanyakan eksistensi kami?" Yuyun memutar bola matanya.
Haruka tertawa kecil. Saat ia melirik ke arah Yuyun, anak itu sudah lenyap begitu saja.

Haruka memutar bola mata, kesal.
Ia kembali sendiri dan tenggelam dalam lamunannya-memikirkan nasibnya di hari esok. Ia sedikit khawatir jika besok ia akan di panggil pihak sekolah. Tidak masalah jika sanksinya berupa hormat di bawah bendera atau berdiri di depan kelas selama satu jam pelajaran. Yang ia khawatirkan adalah di Drop Out dari sekolah.

Setelah termenung selama beberapa saat, sebuah ide tiba-tiba muncul di benaknya.
"Ah,iya. Aku bisa meminta bantuan Fairuz agar menjadi narasumber ayahnya."

HarukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang