"Oh ... jadi kamu mengalami deja vu, begitu?"
Haruka mengangguk. "Kurang lebih seperti itu, Pak."
Pak Rufi mengangguk-anggukan kepalanya. Mulai merasa paham dengan penjelasan Haruka tadi.
Mereka bergeming sesaat.
"Hm ... bapak punya semacam khodam, ya?" tanya Haruka sesaat setelah melihat sosok kakek-kakek bertongkat yang ikut duduk di samping Pak Rufi-menatapnya sambil memanggilnya, "Neng!" berkali-kali. Keliatannya ia hantu yang genit.
Pak Rufi tampak terkejut-mengawasi kanan kirinya, lantas berbisik, "Jangan beri tahu siapapun. Ini khodam supaya para wanita terkesima sama bapak."
Haruka mengernyit. Sebagai seorang wanita, ia tidak merasakan efek apapun dari jin itu. Kelihatannya itu hanya jin biasa yang suka membisikikkan sejenis gombalan atau hal lainnya yang berkaitan dengan wanita ke telinga Pak Rufi-seperti yang sedang dilakukannya sekarang.
"Gadis ini cantik sekali. Kurasa ia cocok jadi istri keduamu," bisiknya sambil menatap genit ke arah Haruka.
Pak Rufi entah bisa mendengarnya atau tidak. Tapi yang pasti ia jadi merasa was-was terhadap Pak Rufi. Ia takut hantu kakek-kakek itu membisikan sesuatu yang lebih buruk ketimbang memintanya menjadi istri kedua.
Haruka memelototi kakek itu namun ia malah mengedipkan sebelah matanya-membuat perutnya mual seketika. Andai kakek bongkok itu berada dalam jangkauannya, sudah pasti ia akan membuatnya menghilang dengan sekali sentuhan tangan.
"Kamu kenapa Haruka?" tanya Pak Rufi.
"Saya baik baik saja, pak," sahut Haruka sambil tersenyum ke arahnya-menunjukan bahwa ia memang baik-baik saja.
"Bapak pikir kamu masuk angin. Kelihatannya ingin muntah tadi."
Sekali lagi ia melihat kakek itu membisikinya sesuatu, setelah itu Pak Rufi terbelalak.
"Atau jangan-jangan kamu ... ha-" mata Pak Rufi membulat.
"Jangan bilang yang aneh-aneh, Pak. Saya baik-baik saja," sela Haruka sambil melambaikan kedua tangannya berkali-kali.
Kakek tua itu terkekeh sambil sesekali terbatuk-batuk.
Haruka mencoba menutup mata batinnya agar ia tidak melihat kakek genit itu. Namun gagal, ia malah melihat wujud asli kakek itu yang tangan dan kakinya entah kemana. Begitu juga hantu-hantu lain yang menghuni ruang BK ini. Semuanya mendadak buruk rupa. Haruka mengernyit seraya menyipitkan mata saat semua sosok itu menyeringai kearahnya.
"Ngomong-ngomong, kamu bisa lihat makhluk tak kasat mata juga?" kali ini ekspresi Pa Rufi nampak setengah ketakutan.
"Kadang kadang," jawabnya singkat.
"Memangnya bisa seperti itu?"
"Bisa, bagi beberapa orang yang berlatih kemampuan seperti itu," jawab Haruka, singkat.
"Maksudnya bagaimana? Pemahaman bapak belum sampai ke sana," Pak Rufi melebarkan senyumnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
"Jadi saya bisa melakukan semacam filterasi. Jika saya sedang tidak ingin melihat mereka, saya bisa menutup pengelihatan keenam saya sementara. Tapi saya juga masih belum mahir mengontrol diri. Kadang saya tidak ingin melihat mereka, tapi mereka tetap saja terlihat. Bahkan ketika saya mencoba memfilter mata batin saya, kadang saya malah melihat wujud wujud asli mereka. Tentu saja, itu lebih menyeramkan," jelas Haruka.
Pak Rufi mengernyit. Entah tidak mengerti atau sedang mencerna ucapan Haruka.
"Wah, hebat kamu," tukasnya sambil geleng-geleng kepala karena kagum.
Haruka tertawa dalam hati.Apa yang hebat dari seorang aku? Setiap harinya selalu mendapat cibiran karena di anggap aneh dan berbeda, batinya.
Pak Rufi sepertinya ingin bertanya lagi, namun suara ketukan pintu membuatnya mengurungkan niat. Tak lama setelahnya, muncul Fairuz dan Diana dari balik pintu.
Fairuz berjalan paling depan dan mengucapkan salam, lalu duduk di kursi panjang yang berbeda dengan Haruka. Kemudian datang Diana, ia duduk di samping Fairuz. Sedangkan Haruka duduk dengan hantu cilik yang jadi penghuni baru rumahnya. Entah sejak kapan ia ada di sini. Sepertinya ia membuntutinya dari belakang.
Haruka sedikit menjauhkan diri dari hantu cilik itu. Karena hewan melata peliharaannya itu mulai berjatuhan dan menyebar ke segala arah, termasuk ke arahnya. Ah, kenapa gadis ini tidak menampakkan diri dengan wujud yang baik-baik saja seperti kebanyakan hantu lain. Sebagian. Karena ada juga beberapa hantu yang lebih suka menampilkan wujud terakhir raganya mati untuk mengusili manusia.
"Fairuz, katanya ayah kamu kemarin hampir mengalami kecelakaan, namun segera di peringatkan oleh mereka berdua. Benarkah begitu?"
"Ya, ayah saya bercerita kalau ia di selamatkan dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Saat itu ayahku hendak mengantar adikku yang masih bayi untuk pergi ke rumah sakit menggunakan motor sendirian. Mobil milik ayah dijual, makanya ia naik motor." Fairuz menarik nafasnya yang mulai sesak.
Pak Rufi agak terkejut mendengarnya. Setaunya, ayah Fairuz adalah seorang pengusaha sukses.
"Karena saat itu aku sedang sekolah, jadi ia berangkat sendiri ke rumah sakit. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi karena kondisi adikku bertambah buruk selama di perjalanan," lanjutnya.
Semua yang ada di sana merasa iba dengan keadaan Fairuz. Anak ini selalu nampak ceria di sekolah namun ternyata ada duka di balik itu semua.
Ia adalah penghibur yang tak tau cara menghibur dirinya sendiri. Pandai merawat luka orang lain, namun bebal dalam merawat lukanya sendiri.
"Lalu ibumu kemana? Mengapa ia tidak ikut mengantar ayahmu?" tanya Haruka.
Fairuz melipat bibir. Lesung pipit yang biasanya hadir menghiasi senyum ramahnya, kini mendadak muram. Haruka merasa ada aura berbeda yang hadir diantara mereka. Aura itu bahkan membuat si kakek genit dan hantu cilik itu pergi. Gumpalan kabut putih merambat di belakang punggung Fairuz---membentuk seorang wanita bergaun putih dengan luka di perutnya. Ia menyeringai marah.
Seketika Haruka menyesal telah mempertanyakan hal itu padanya."Ibuku meninggal beberapa minggu yang lalu." Ia menundukkan wajah.
"Maafkan aku, Fairuz. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih kembali," sesal Haruka sambil sesekali memandang ibunya yang sejak tadi memasang wajah marah.
Fairuz meluruskan kembali pandangannya. Ia menatap Haruka dan tersenyum. "Tidak apa-apa. Aku sudah mengikhlaskan kepergiannya." Ia pura-pura mengucek matanya, padahal ia sedang menghapus bulir bulir air yang memaksa keluar lewat kantung matanya.
Seketika sosok di belakangnya pun ikut pudar menjadi gumpalan asap putih lalu menghilang.
Semua yang ada di sana membisu. Pak Rufi mencoba mencairkan suasana dengan mengalihkan pertanyaan.
"Lalu kemana tetangga-tetanggamu. Masa tidak ada satupun yang mau menolong?"
Fairuz menarik nafas dengan berat lalu menghembuskannya perlahan."Tak ada yang mau menolong ayah, karena ia dianggap sebagai pembunuh yang membunuh istrinya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Haruka
ParanormalGenre : Paranormal // Fantasy// Romance Kisah cinta yang mulai terajut antara Haruka dan Fairuz rupanya menjadi awal sebuah permasalah besar dimulai. Rasa iri yang teramat sangat, membuat sebuah jiwa larut dan terbakar dalam nestapa yang amat mendal...