Chapter 4

507 144 82
                                    

Jeon Jungkook berdiam diri di ruang Jeo setelah sang Presiden memutuskan untuk menunggu di ruangan Ketua dan akan kembali ke ruangan ini dua jam lagi. Dia tahu sang Presiden membuat keputusan tersebut dengan penuh perhitungan setengah jam yang lalu. Kedua matanya masih terlihat merah, bibirnya yang sobek di biarkan begitu saja. Di ingatnya tiga tahun yang lalu, kejadian yang tidak akan pernah bisa di lupakan oleh mereka semua.

Tiga tahun yang lalu,

Andaikan dia mendengarkan baik-baik kata-kata Kim Taehyung.

Andaikan dia membiarkan Park Jimin menolongnya.

Andaikan dia tidak gegabah.

Park Jimin, jelas tidak akan meninggalkan mereka begitu saja.

Pria itu sedikit menunduk dengan kedua mata yang dipejamkan. Kedua tangannya menutup telinganya dengan kencang.

Dia begitu merasa bersalah.

Kim Namjoon berhasil membuat Jungkook membuka kedua matanya saat ia mengetuk pelan dinding ruangan Jeo. Dia terlihat enggan untuk berbicara dengan Jungkook.

"Taehyung sudah sadar."

Jungkook menatapnya lekat dan Namjoon berusaha untuk mengalihkan pandangannya ke langit-langit.

"Aku hanya merasa kau perlu mengetahuinya," Namjoon melanjutkan.

"Kau terlihat mengkhawatirkannya."

Namjoon kemudian merogoh saku celananya, mendapati sebuah salep baru yang sebenarnya baru saja ia curi dari ruang pengobatan hanya untuk Jungkook. Pria itu mencengkeram salep itu dengan erat sebelum akhirnya dilemparkan untuk Jungkook.

"Namjoon a," Jungkook memanggil dengan suara yang sedikit memelas.

"Aku membawakanmu itu bukan berarti aku telah memaafkanmu," tuturnya.

"Jaga jarak dengan Yoongi. Dia mungkin akan membunuhmu jika tahu kau belum keluar dari sini."

"Ingat. Aku belum memaafkanmu."

Setelah kepergian Namjoon dari ruangan Jeo, Jungkook sedikit tersenyum. Ia memperhatikan salep yang diberikan oleh Namjoon dengan sepenuh hati. Jungkook tahu Namjoon pasti mengkhawatirkannya. Ia kemudian bergerak keluar dari ruang Jeo dan berjalan ke ruang pengobatan untuk melihat Taehyung.

Ia mengintip dari balik jendela. Kim Taehyung terlihat menyendiri sambil melihat kedua tangannya yang masih bergetar. Dan sesekali pria itu dapat melihat Taehyung memukul-mukul kepalanya sendiri. Dia tahu Taehyung sempat memiliki panic attack setelah ia tidak berhasil menyelamatkan Jimin tiga tahun yang lalu. Yang ia tahu, kini penyakit tersebut kembali menyerang Taehyung karena dia.

"Maafkan aku, Taehyung," Jungkook membatin getir.

Taehyung berusaha untuk menyingkirkan pikirannya dari Jimin. Jantungnya masih berdetak tidak enak. Seolah-olah ada sesuatu yang menindihnya. Ia meraih ponselnya yang telah diletakkan di atas meja. Jarinya yang masih bergetar berusaha untuk menghubungi kekasihnya. Bunyi beep panjang terdengar. Taehyung menduga Hanna tidak akan mengangkat panggilannya. Tetapi suara pria menyadarkannya.

"Yoboseyo?" suara pria tersebut sedikit berat dan tidak ragu.

Taehyung hanya senyap.

"Yoboseyo?" suara seberang berbunyi lagi.

Beberapa detik kemudian terdengar suara Hanna dari kejauhan, wanita itu segera merebut ponselnya dari pria yang tidak ia ketahui identitasnya. Taehyung tahu, bahwa Hanna sedikit bergerak menjauh dari pria tadi sebelum memulai pembicaraan dengannya.

"Taehyung a, ada apa menghubungiku?" Hanna bertanya.

"Tadi itu siapa?"

"Oh, teman sekantor. Aku menyuruhnya mengangkat panggilan jika ada yang menelfonku. Ada apa? Kau merindukanku?" Hanna tersenyum.

Wanita itu berhasil membuat Taehyung membalas senyumannya.

"Kau baik-baik saja?" Hanna bertanya.

"Bagaimana dengan pekerjaan kantormu? Kau masih sibuk?" alih-alih menjawab pertanyaan Hanna, Taehyung malah mengubah topik pembicaraan.

"Hmm, ya. Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan kantorku."

Taehyung senyap untuk beberapa detik, sebelum akhirnya mematikan panggilannya setelah memberikan semangat dan suara kecupan kepada Hanna.

Pria malang itu secara tidak sengaja menangkap sosok Jungkook yang terpantul melewati layar ponselnya yang telah terkunci. Kedua matanya menjadi sedikit berair.

Apa dia tidak terlalu keras terhadap Jungkook?

Taehyung sepertinya hanya menyalahkan Jungkook seorang diri atas kejadian yang menimpa Jimin. Pria tersebut tahu bahwa Jeon Jungkook pernah menderita halusinasi, depresi, setelah kehilangan Park Jimin.

Benar saja, mungkin dia terlalu menyalahkan Jungkook atas semuanya.

Mungkin jika Namjoon tidak merusakkan walkie-talkie nya,

mungkin jika Hoseok mengikuti mereka berdua,

mungkin jika tembakan Yoongi tidak meleset,

mungkin jika Seokjin tidak mengalami cedera,

mungkin jika dia lebih cepat mengemudikan mobilnya,

mungkin jika dia berhasil sampai sebelum ledakan kedua terjadi,

Park Jimin mungkin tidak akan meninggalkan mereka begitu saja.

Ia lalu menjatuhkan dirinya sendiri ke atas ranjang. Taehyung berdiam diri selama hampir lima belas menit. Pintu tergeser buka, alih-alih rekannya yang masuk, ia mendapatkan sang Presiden berjalan ke arahnya. Ia segera bergerak duduk di ranjang.

"Tidak apa-apa jika kau memilih untuk berbaring," tuturnya.

"Aku mendengar bahwa kalian kehilangan rekan tiga tahun yang lalu," lanjut sang Presiden.

"Teman," Taehyung memperbaiki.

"Keluarga."

"Pasti berat," Presiden kembali membuka suara.

Taehyung mengangguk kecil.

"Lalu apa yang membuat Anda datang kemari? Terutama ruang Jeo?" Taehyung bertanya, berusaha mempertahankan irama agar terdengar tidak bergetar.

"Putriku,"

"Dia diculik."

TBC . . .

A.N

Misi J akan dimulai setelah beberapa chapter lagi ^^

Ingin tahu perjalanan misi J mereka?

Vote and comment juseyo ^^

No silent reader!

Saran sangat dibutuhkan!!

Selamat bertemu di chapter berikutnya ^^

Nyeong Nyeong Annyeong~

Mission J (V BTS FanFiction)Where stories live. Discover now