Selepas menutup pintu kamarnya, Bulan merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Ia memejamkan matanya, meresapi segala kejadian padanya dua hari terakhir ini. Yang ia tahu, ia kehilangan satu orang yang berarti baginya. Hanya saja tidak sangat.
Dino pergi jauh kali ini, dan Bulan sendiri tak tahu kapan Dino akan kembali. Bahkan hati egois Bulan mendeklarasikan pada dirinya sendiri jika ia tak mau mencari tahu tentang kapan Dino akan kembali.
Pintu kamar Bulan terbuka kasar. Aquarius, adik Bulan tiba-tiba saja masuk dan menggeledah meja belajar Bulan. Perempuan itu bangkit dan menyaksikan adik semata wayangnya itu mengobrak-abrik meja belajarnya. "Ngapain, sih? Nggak sopan banget, kebiasaan."
"Elo maling komik gue, ya?"
Bulan melotot. "Komik apaan? Wah … ," Bulan bangkit dari kasurnya, "makin nggak sopan aja ini anak. Udah masuk kamar orang sembarangan, sekarang nuduh gue yang nggak-nggak lagi."
"Komik gue, Kak. Yang Doraemon, lo sembunyiin di mana? Ngaku nggak? Atau gue bilangin ke mama sama papa kalau elo pernah pacaran dua kali dan sekarang elo suka sama anak kuliahan?"
"Eh, air minum dalam kemasan, elo nggak bisa gitu jaga bicara lo? Lagian bilang aja sama mama papa, bodo amat gue." Bulan berbalik dan melepas ikat rambutnya selagi menghadap ke arah cermin.
Aquarius masih menatap Bulan kesal. Sebenarnya Bulan tahu jika adiknya itu masih berdiri di sana dan berkacak pinggang.
"Masih nggak mau pergi?"
"Oke, gue bilangin ke mama sama papa sekarang. Biar sekalian Kak Dino nggak bisa main diem-diem lagi ke rumah!" ancam Aquarius kesal.
Bulan memutar kedua bola matanya, kemudian berbalik. "Bilangin aja, lagian Kak Dino juga sudah di Singapura. Dan yang paling penting, gue nggak peduli lagi."
Bulan menyambar handuk yang tergantung di dekat pintu kamar mandinya. Ia pun melewati Aquarius yang tiba-tiba saja diam setelah Bulan menimpalinya tadi.
Baru saja Bulan menyentuh gagang pintu kamar mandinya, Aquarius bersuara. "Lo sama Kak Dino bertengkar?"
"Apa peduli lo, sih? Lo masih kelas satu SMP, nggak akan ngerti."
Aquarius menyeret kakinya cepat menuju sebelah kakaknya. "Kenapa? Elo ditolak sama Kak Dino, ya? Mangkannya bertengkar?"
Bulan menghela napasnya berat. Ia kemudian urung membuka pintu kamar mandinya. "Sebenernya tujuan lo ke kamar gue itu apa, sih? Mau cariin komik lo, nuduh gue malingin komik lo, atau mau kepoin si dinosaurus?"
Aquarius berdecak kesal. "Serius, Kak Bulan. Gue kepo."
"Gue udah jujur ke Dino, dan itu semua karena dia punya pacar. Pacarnya sakit dan mereka bakal tinggal di Singapura dalam jangka waktu yang nggak gue tahu dan nggak mau juga gue cari tahu. Tamat," ujar Bulan yang wajah antusiasnya seketika berubah datar. "Udah, awas minggir."
"Eh, tunggu," cegah Aquarius. "Berarti tandanya Kak Dino nggak main-main lagi ke sini?"
"Kenapa?" Bulan menyilangkan tangannya di depan dada kemudian "Oh, elo jadi nggak bakalan dapet komik baru setiap bulan soalnya bantuin Kak Dino supaya dia bisa main ke sini, 'kan? Nggak usah khawatir, gue juga masih bisa beliin lo, kok."
"Bukan."
Bulan menaikkan sebelah alisnya sinis. "Terus?"
"Jadi, elo udah bisa move on?"
Bulan menundukkan kepalanya sejenak. Bulan memang selalu menceritakan tentang Dino dan dirinya kepada Aquarius. Di rumahnya, yang tersisa untuk berbagi hanya adiknya itu. Kedua orangtua Bulan sangat sibuk, kesibukan mereka itu yang membuat keduanya tempramen terhadap Bulan dan juga Aquarius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flicker. [pending]
Ficção AdolescentePondasi sebuah cinta yang kuat adalah sebuah persahabatan. Mencintai sahabatmu sendiri adalah sebuah keberuntungan, namun untuk melepasnya nanti disebut kedewasaan. Seperti bintang, walau saat dirinya tidak tertangkap mata, kerlipan itu sesungguhnya...