THEORY II
"Apapun yang terjadi semalam, hanya untuk semalam."
Heavenly Heaven. Musik yang menggema keras. Aroma alkohol yang tercium kuat. Satu wanita berambut gelap dengan tawa khasnya.
Xander terbangun dengan napas terengah-engah, dan tubuhnya yang basah akan keringat. Dia menyikap selimutnya lantas memijat pelipisnya. Perlahan, dia meraih segelas air putih untuk meredakan napasnya, sebelum dia mulai termenung. Beberapa jam terakhir ini menjadi yang terkacau, bayangan wanita gila itu kembali terekam dalam mimpi-mimpinya, dan semakin dia membayangkan, semakin dia terdesak untuk menemukan wanita itu.
"Aku bisa gila ..." Ia menggeram samar sebelum turun dari ranjangnya, hanya mengenakan boxer ketatnya, dan mengambil jubah hitam berbahan sutra yang tergantung tidak jauh. "Astaga!" jerit pria itu mendapati satu orang telah berada di balik pintu kamarnya. "Apa yang kau lakukan?"
"Kakak! Aku sudah memanggilmu dari tadi .." anak laki-laki itu melongok ke dalam kamar Xander "Biasanya kau selalu begtiu sehabis kau 'bermain' dengan satu wanita, jadi .."
Xander melewati Martin begitu saja. "Tidak, jangan bergurau." Ia menuruni anak tangga meliuk dengan pegangan besi tersebut, dengan Martin mengekorinya.
"Sungguh? Wah! Aku harus memberitahu Mom kalau kau ternyata sudah tersadar..." Xander hanya berdecak. "Apa kau bahkan hendak menikah?" Langkah kakaknya itu terhenti, membuat Martin melipat bibirnya dalam.
Xander berbalik. "Apa kau gila?"
"Ups."
Pria berambut cokelat gelap itu kembali menuruni anak tangga. Dia mengenakan sandal rumahnya menuju dapur rumah mereka. Sebenarnya bukan rumah yang dalam arti seharusnya, ini hanyalah salah satu properti yang seharusnya Xander jual ke beberapa pengusaha lain, namun karena dia sudah jatuh cinta akan tempat ini, dan membutuhkan tempat pengalihan, akhirnya dia bertahan di sini. Singkat, simple, dan memuaskan.
"Astaga, kau jadi makin sensitif saja," gerutu Martin ketika ia telah menarik kursi, dan memperhatikan Xander yang mulai menekan mesin pembuat kopi. "Kau tidak mau cerita?"
Xander hanya berjalan menuju kulkas, mengeluarkan beberapa daging segar, sebelum dia menutupnya, dan berjalan menuju meja tengah.
"Hei.."
"Aku harus pergi ke kantor, jadi jangan membuang waktuku," sahutnya, dan mulai mencuci daging tersebut, menyiapkan bumbu lain seperti merica, garam, dan juga minyak wijen dari kabinet hitam yang mengantung. Martin hanya mengerucutkan bibirnya masam.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Tame The Beast (2017) ✔
Romance[An Adult Romance | uncomplete mode ] Don't play with the fire if you don't want to get burned Don't play with him if you don't want to get in trouble Sepertinya Louisa memang pengecualian dari segala hukum semesta. Di saat banyak w...