THEORY III
"Pertemuan mereka hanyalah kebetulan belaka."
Apakah ini normal? Merasa berdebar karena tatapan atasanmu sendiri? Lou ingin memaki dirinya, atau sisi dirinya yang sangat bergembira karena Xander menaruh perhatian padanya. Tidak terhitung berapa kali Lou mendapati Xander memperhatikannya, dan itu memberikan efek aneh—semacam gejala pusing, perut melilit, dan juga pipi yang memanas. Lou benci semua itu.
Dia pun mengembuskan napas keras, sehingga Xander mengalihkan perhatian darinya. Ruangan ini cukup luas, namun tidak jika mereka hanya berduaan dengan jarak yang menganjal ini.
"Jika ada yang bisa saya kerjakan lagi, Anda bisa memanggil saya."
Xander menerima berkas tersebut, dan membukanya perlahan. Lou menautkan kedua tangannya di hadapan Xander yang masih menekuni berkas tersebut. "Jadi .. apakah malam itu semacam pesta perayaan untuk pekerjaanmu?"
Lou meneguk ludahnya. "Maaf?"
"Heavenly Heaven bukanlah tempat yang umum kecuali kau memang berpengaruh," ia membalikkan kertasnya, masih fokus pada lembaran demi lembaran tersebut. "Jadi, apa itu pesta perayaan?"
"Ah .. soal itu," apakah mereka harus membahasnya terus menerus? "begitulah." Lou memaksakan senyuman walaupun tubuhnya bergetar, dan ingin segera berbalik pergi.
Xander tersenyum—sialan!—membuat Lou harus ekstra menjaga keseimbangan. Bahkan kalau boleh dia ingin berpegangan pada sisi meja yang kokoh milih pria ini.
Xander menaruh berkas tadi di tumpukan berkas-berkas lain, lantas menatap lurus pada Lou yang masih berdiri di tempat. "Aku tidak menyangka kau akan menemuiku di kantor ini, kupikir, kau hanya akan muncul seperti bayangan yang cepat menghilang."
Lou mengusap tengkuknya, dan tertawa hambar.
"Well, aku sungguhan, kau perlu memikirkan kata-kataku; kau tidak bisa mengajak sembarangan orang seperti itu lagi. Kau bisa terlibat dalam masalah."
"Ya..tentu saja."
Xander mengembuskan napas. "Aku pun bukanlah pria yang baik yang dapat menolerir kesalahanmu berulang kali." Ia menautkan tangannya di atas meja, sungugh, Lou benci menyaksikan pemandangan di mana Xander dengan kekuasaan yang melekat dalam setiap senti tubuhnya. Bagaimana bahu bidang pria itu, atau bagaimana wajahnya yang terlihat berkarisma sekaligus mengancam di satu waktu. Dia lemah akan pria berkedudukan tinggi, dan berpengaruh. "Jangan datangi Heavenly Heaven jika kau masih waras."
Lou mengangguk lemah, kemudian Xander menyerahkan berkas lainnya. Entah itu ancaman atau peringatan namun Lou merasa bibirnya masam, dan mungkin dia akan keluar setelah jam-jam paling menyulitkan ini berakhir. Leher Lou memanas sesaat dia kembali ke mejanya dan sadar bahwa Xander masih memancangkan perhatian padanya.
Pria brengsek ... yang tampan.
"Ah, ya, aku perlu jadwal pertemuanku untuk sepanjang hari ini. Pastikan pula kau ada selalu di sampingku saat aku membutuhkanmu, seperti pekerjaan sekretaris pada umumnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Tame The Beast (2017) ✔
Romance[An Adult Romance | uncomplete mode ] Don't play with the fire if you don't want to get burned Don't play with him if you don't want to get in trouble Sepertinya Louisa memang pengecualian dari segala hukum semesta. Di saat banyak w...