Jihoon duduk di tepi ranjang. Lima menit yang lalu ia membuka mata dan butuh beberapa lama untuk memproses semua hal ini. Semua hal terasa seperti mimpi lalu ia ditarik dengan paksa.
Seduhan teh di atas meja nakas di samping ranjang begitu harum, Jihoon sempat terkesima karena tiupan rasa baru yang menurutnya telah lama tak ia rasakan.
Jihoon hanya mengingat hawa kematian pekat dan lembap, hidung dan telinganya seolah mati rasa dan kini suguhan baru menyeruak kembali. Ia merasa hidup kembali. Sedikit berlebihan tapi itulah yang ia rasakan kini.
Ia melewatkan pertanyaan apa dan dimana yang sering diputar ketika seseorang baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Memilih untuk diam, mengamati warna dan aroma yang tersaji di depan pandangan matanya.
Dinding kamar dilapisi kayu jati yang mengkilap, dominasi warna merah tua hampir di seluruh perabotan termasuk seprei lembut si bawah jemari Jihoon, kamar itu punya aura maskulin yang kuat.
Jihoon, tanpa alasan mendasar yang dapat dipahami merasa cukup familiar dan merasa seperti kembali ke rumah. Tetapi bendera berwarna hitam berlambang burung phoenix yang terbakar api di sudut ruangan menampar kesadarannya, berteriak bahwa ia berada di Negeri Zurischo.
Terakhir kali Jihoon ingat, ia berada di antara semerbak bunga berwarna merah. Seorang pemuda berjongkok di sampingnya dengan sebuah senyuman yang tenang seperti air dan seorang lelaki lain berdiri membelakangi matahari sehingga Jihoon tidak mampu membingkai sosoknya.
Ketika ia ingin bangkit, seseorang yang Jihoon kenal sebagai satu-satunya Pangeran Zurischo yang masih hidup, menahan tubuhnya untuk tetap berbaring tanpa menyebutkan sebuah alasan.
Saat itu Jihoon belum mempunyai keinginan untuk protes, kejutan tak terduga hadir di depan matanya dalam bauran perasaan yang baru, seperti hidup kembali.
Sosok putri Doyeon yang terkulai lemah dengan sebilah pedang menembus tubuhnya bermain di kepala Jihoon. Sosok Daniel yang berdiri tegap dengan sebilah pedang dan putaran badai besar. Ungkapan kenyataan bahwa gadis itu adalah saudara kembar Pangeran Daniel sungguh memerangkap segala keterkejutan Jihoon.
Hal itu menjelaskan beberapa hal yang selalu ingin Jihoon tanyakan mengenai keterkaitan mereka berdua, hanya beberapa hal kecil.
Fakta bahwa Putri Doyeon tak pernah menjadi bagian dari Nerion membuat kepala Jihoon berputar hebat. Menanyakan dalam pikirannya sendiri, kemana sosok adik Pangeran Seongwoo yang sebenarnya jika selama ini Doyeon hanya berpura-pura dan alasan di balik semua hal itu.
"Aku akan membawanya pulang. Kau ambil jalan yang berbeda." itulah percakapan yang Jihoon tangkap saat ia sepenuhnya sadar berada di taman bunga, sebelum ia terbaring di kamar. Pangeran Jonghyun harus sedikit mendongak ketika sosok yang lain berbicara. Ada kerutan bimbang dalam raut wajahnya.
Lelaki itu tertawa, "Aku sudah menyuruh Kenta untuk menyibukkan Jin...." lelaki itu memotong kalimatnya, melirik Jihoon sejenak dan membuang pandangan ke arah manapun.
Ia bergumam pelan. "Kau tak perlu khawatir. Lagipula Longguo....kau tahu sendiri bahwa ia terkadang tidak secermat Seongwoo." sahut lelaki itu.
Jihoon dapat memahat tampak samping wajah lelaki itu, memperkirakan bahwa umurnya sama seperti sang ayah jika masih hidup.
Jihoon hanya mengulang nama kedua pangeran dalam hatinya, dan ledakan kecil bergemuruh dalam diri gadis itu.
Diam adalah pilihan akhir Jihoon walaupun lengannya dituntun untuk naik ke sebuah kereta kecil, meninggalkan Pangeran Jonghyun di tengah hamparan taman bunga yang luas.
Sebelum mereka benar-benar pergi, Pangeran Jonghyun menyebut nama Menteri Jaehwan dan Jihoon dipaksa tertidur kembali oleh rasa pesing yang menyiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Super Slow Up) BETRAYAL [NielWink]
FantasyKisah perjalanan romansa prajurit wanita Jihoon dan Pangeran Daniel yang panjang dan rumit, disertai dendam, martabat dan peperangan diantara dua Negeri yang tak jua berdamai. Daniel tak akan lagi melepaskan Jihoon. Menikmati kebersamaan singkat yan...