10. Merajut Rindu

513 78 144
                                    

Happy Reading!

🔰🔰🔰

Jihun bangun pagi-pagi sekali ketika fajar masih enggan bergerak dari peraduan. Wajahnya berseri selembut cahaya bulan purnama walau rambut panjangnya sedikit berantakan.

Ia tak ingin memikirkan bagaimana Daniel begitu berani mengantarkannya pulang hingga ke perbatasan akhir hutan.

Kedua pipi bulatnya merona semerah tomat karena dingin dan juga ingatan tentang kebersamaannya bersama Daniel yang sukses meningkatkan denyutan jantungnya sepagi ini.

Jihun mengatur nafas diantara senyumanannya. Tarikan kedua sudut bibirnya sangat enggan mengendur bahkan semakin lebar jika ia terbayang Daniel dan sentuhannya yang memabukkan.

Jihun selalu mengutuk bahwa ia sudah teramat gila.

Wajahnya menoleh ke samping dan menemukan saudaranya yang tampan masih terlelap dibawah selimut.

Samuel benar-benar memenuhi ucapannya untuk tidak membiarkan Jihun sendirian lagi, saudaranya itu sangat keras kepala ketika Jihun bilang ia akan tidur di kamarnya sendiri.

Setelah satu helaan nafas karena sebuah kegugupan tak beralasan, Jihun merambat perlahan turun dari ranjang seperti perampok. Samuel pasti lelah dan ia butuh waktu tidur lebih banyak.

Jihun berjingkat tanpa jejak kaki dan memutar engsel pintu selambat mungkin. Suara ayam pertama berkokok di kejauhan dan disusul sahutan yang lain.

Pintu kamar sebelah kamar Jihun masih tertutup rapat dan sunyi. Guanlin pasti masih tenggelam dalam mimpinya yang terkadang membuat Jihun penasaran. Kadang ia gelisah, memanggil sebuah nama samar dan terkadang menggeram marah ; seperti menyaksikan sebuah drama.

Jihun melangkah ke dapur untuk beberapa teguk air. Ibunya meninggalkan sebuah catatan kecil di atas meja makan, berkata bahwa ia harus berbelanja beberapa daging dan sayuran.

"Kenapa ibu tidak bilang. Aku bisa menemaninya pergi." gumam Jihun sembari menuangkan air dari kendi tanah liat.

Tenggorokannya dimanjakan dengan air sesegar embun pagi. Jihun tersenyum lalu pergi ke kebun bunga kecil di halaman belakang rumahnya.

Semua bunga masih nampak sama, berada di tempat yang sama. Jihun harus berterima kasih pada siapapun yang selalu merawatnya ketika ia tidak ada.

Salah satu sudut luput dari pandangan Jihun. Bunga mawar putih kesukaannya tak tersisa satupun, ia ingat beberapa tangkai yang Guanlin bawakan saat ia di penjara dan sisanya mati.

Jihun tidak ingin mengasumsikan apapun atau mengkaitkan dengan sebuah hal, memilih membuang semua tangkai layunya dan menggemburkan tanah dalam pot tanah liat.

Jihun tersenyum karena sebuah ide konyol dalam kepalanya. Ia bisa menjadikan bunga itu sebagai alasan untuk pergi menemui Daniel ; alasan murahan untuk mengelabui saudaranya.

Jihun terkikik geli sekaligus merasa bersalah karena memikirkan kebohongan itu. Tapi tawanya terhenti seketika dan ia terlonjak karena sebuah teriakan menggema.

"JIHUN! JIHUN!" suara Samuel sama kerasnya dengan genderang perang. Jihun berusaha menutup telinga dengan bahunya karena kedua tangannya kotor. "Dimana kau, Jihun!" suara langkah kaki bersilangan.

Jihun membersihkan kedua tangannya dan berlari masuk. Samuel baru saja kembali dari teras ketika mendapati Jihun dan menerjangnya dalam sebuah pelukan erat.

Guanlin berlari menyusul dengan wajah kacau dan bingungnya yang sangat jelas, memutuskan kembali ke kamarnya setelah menemukan sumber kegaduhan.

"Kukira kau meninggalkanku lagi. Astaga!" seru Samuel begitu cepat dan sedikit serak. Jihun tersenyum di balik bahu Samuel lalu memukul punggung saudaranya.

(Super Slow Up) BETRAYAL [NielWink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang