Usapan lembut tangan itu, tangan sedingin es yang menarik kesadarannya, menari di pipi pucat sang pemuda. Ingatan terakhir merangsek ke dalam memorinya, sentuhan yang paling ia rindukan.
Daniel -pemuda itu membuka kedua matanya dengan cepat, sosok wanita cantik yang pucat tersenyum manis di depan wajahnya. Ia balas tersenyum lebar, menarik kurva bibirnya seolah hampir mencapai telinga.
"Tak ingin mengucap rindu padaku?" tanya Daniel, meraih jemari dingin wanita itu yang masih bertahan di wajahnya.
Sang wanita tersenyum anggun, tatapan matanya terlihat dingin dan dalam tetapi teduh dan tidak ada emosi yang terpancar. "Apa itu perlu? Kau bahkan hampir setiap detik mendengar bahwa aku sangat merindukanmu." jawabnya pelan, tersenyum manis tetapi penuh emosi yang berlomba.
Daniel bangkit dan memeluk erat wanita itu, sangat erat karena ia ingin menyampaikan semua rasa yang tersimpan dalam hatinya.
"Doyeon...."
Doyeon hanya tersenyum di balik bahu lebar Daniel, menepuk pelan punggung kokoh tempat ia selalu bersembunyi. Air mata haru jatuh di pundak pemuda itu.
Daniel mengelus rambut halus Doyeon yang terurai, menciptakan kehangatan di antara hawa dingin yang menyelubungi kedua tubuh mereka.
"Rasanya sangat lama sejak terakhir kali aku benar-benar bisa menggenggam jemarimu." dengan berat hati Daniel melepas pelukan itu, meraih jemari lentik Doyeon dan mengaitkan kedua tangan mereka.
Daniel mencium punggung tangan Doyeon, cukup lama. Begitu besar rasa rindu yang membuncah hingga Doyeon merasa ia ingin terbang ke langit dan berteriak.
Doyeon membuang tatapannya, memilih untuk memandang genangan air tenang yang gelap. "Aku sangat bahagia." hanya itu yang mampu ia ucapkan dari sekian banyak perasaan yang hadir dalam hatinya.
Jutaan pilihan kata bolak-balik mampir ke dalam pikirannya, tak satu pun terkesan luar biasa. Daniel terlalu sering mendengar bualan rindu darinya, dibalik keterbatasan dan kekangan yang sejak lama membentengi mereka.
Doyeon merubah posisinya, menyandarkan kepalanya pada pundak Daniel dan pemuda itu beberapa kali mengelus puncak kepala Doyeon dengan sayang.
Mereka diam, menikmati kebersamaan singkat yang menyenangkan sekaligus menyesakkan.
"Kuharap kali ini kau masih bersedia mengikuti rencanaku." Daniel berujar pelan, nada bicaranya berubah serius. Ia bahkan tidak peduli jika sebatas lututnya masih tenggelam dalam air.
Doyeon tertawa kecil. "Apa aku punya pilihan untuk menolak?" jawabnya dengan pertanyaan lain.
"Setelah menunggu begitu lama, aku ingin mengakhiri penderitaanmu. Aku tidak ingin melihatmu selalu terpenjara dalam kegelapan karena ulahku." tutur Daniel meragu. Ada rasa senang sekaligus perasaan gundah dalam suaranya.
"Tapi itu bukan salahmu. Aku sendiri yang menginginkannya." timpal Doyeon cepat. Daniel tersenyum sekilas. Miris, tapi perkataan Doyeon bukanlah bualan.
Doyeon menghela nafas dalam, tersenyum sedih. "Aku akan tetap mendukung langkahmu. Tetapi seharusnya kita tidak melibatkan...."
"Terlambat. Kau hanya perlu melakukan semua yang kau bisa." sergah Daniel dan Doyeon terpaksa hanya mengangguk di pundaknya.
Doyeon berdiri, mengukir langkah anggun dan membiarkan gaun hitam panjangnya yang basah bersentuhan dengan batuan. Daniel menggenggam tangan Doyeon, berjalan di belakangnya.
Meninggalkan genangan air luas yang menjadi dasar jurang, mereka berjalan di lorong gua yang gelap ke sebuah hunian dari bebatuan. Temaram cahaya berasal dari bias lilin abadi yang tak pernah padam.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Super Slow Up) BETRAYAL [NielWink]
FantasíaKisah perjalanan romansa prajurit wanita Jihoon dan Pangeran Daniel yang panjang dan rumit, disertai dendam, martabat dan peperangan diantara dua Negeri yang tak jua berdamai. Daniel tak akan lagi melepaskan Jihoon. Menikmati kebersamaan singkat yan...