6 - Perang Mantan

7K 885 78
                                    

Gue keluar kamar dengan nyali seadanya. Ada Mama dan Saphira, entah Ulfa kemana, mungkin dia sudah tidur. Gue bergabung dengan Mama, tapi duduk di karpet, lalu menyandarkan kepala ke paha Mama. Langsung kepala gue dielus sama Mama.

Gosh! Gue gak tega bilangnya.

"Mama ngantuk gak?" Tanya gue.

"Kamu mau tidur?"

"Ayok kalo Mama ngantuk, Eza kan temenin Mama malem ini." Kata gue.

"Yaudah ayok, kamu tidur gih Fir, kasian Ulfa sendiri di kamar." Ujar Mama.

"Iya Ma, Fira tutup pintu sama yang lain dulu." Kata Saphira, dia bangkit dan menuju teras, mungkin mau gembok pager.

Gue sendiri bangkit, lalu membantu Mama berjalan ke arah kamarnya. Sambil berjalan, gue merasakan tegang yang luar biasa. Bukan, bukan karena gue akan tidur nemenin Mama diumur segini, tapi karena fakta baru yang gue ketahui. Gue tegang karena, akan setega apa gue kalo gue tutupin ini semua, dan akan sesadis apa gue kalo gue bilang kebenaran tentang Papa.

Kalo tau gini, gue gak menyalahkan Kak Qila pergi dari rumah. Mungkin dia gak bisa menyimpan rahasia atau aibnya Papa dari Mama yang tiap hari bisa dia liat, bisa dia senyumin, cium, makan masakannya, dan lain sebagainya.

"Mama duluan, Eza ke kamar mandi dulu." Kata gue setelah Mama naik ke kasur.

Mama mengangguk, lalu gue keluar, berjalan lemas ke arah kamar mandi.

"Fir?" Ketuk gue saat mendengar suara air dari kamar mandi.

"Boker Bang! Abang pake kamar mandi sebelah aja. Mau apa sih? Boker juga?" Serunya dari dalam kamar mandi.

Gue senyum, lalu beralih ke kamar mandi sebelahnya. Di rumah gue emang ada dua kamar mandi, cuma yang satu gak ada closet, cuma buat mandi atau cuci muka aja.

Gue membuka keran air, menampungnya dalam tangkupan kedua lengan gue, lalu mengusap wajah dengan air tersebut.

Waras Ja, waras! Lo gak boleh bohongin Mama kaya Papa! Lo sayang kan sama Mama?!

Gue mengusapkan lagi air ke wajah gue, lalu gue tutup keran airnya.

Ke luar, gue mempersiapkan mental gue untuk balik ke kamar Mama.

Mama masih terjaga ketika gue masuk, gue tersenyum lalu naik ke kasur, menempati tempat yang biasanya milik Papa.

Gue menarik selimut, membentangkannya ke tubuh Mama.

"Kamu gak selimutan juga Za?" Tanya Mama.

"Engga Ma, nanti Eza ambil sarung."

Mama mengangguk.

"Mama kangen Za, sama Papa." Ujar Mama.

"Eza juga kangen sama Papa," balas gue, ya gue kangen sama Papa. Kalo Papa ada sekarang, gue tonjokin kayanya. Bisa-bisanya selingkuhin Mama, dan nyimpen kebohongan selama 20 tahun.

"Tapi Papa udah tenang Ma, di sana. Kita yang di sini harus ikhlas." Kata gue.

Mama mengangguk, gue lihat air matanya mengalir. Gue menarik nafas, jadi tega atau jadi sadis?? Gue masih belum kepikiran.

"Mama merem dong!" Pinta gue.

Lalu mama memejamkan matanya, nafasnya teratur. Gue mengulurkan tangan gue, menghapus sisa air mata di sudut matanya.

Ya ampun Ma, Eza gak kuat bilangnya. Tapi Eza juga gak mau bohongin Mama.

Gue mengelus-elus rambut Mama, nafasnya sudah semakin teratur. Mama pasti sudah tertidur. Gue menarik nafas panjang, sambil terus mengelus rambut Mama.

KOMEDI PUTAR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang