5 : Rumah

78 12 11
                                    

Tuhan tidak mungkin salah mengenai takdir.
Jika aku adalah rumah untukmu,
Maka sejauh apapun kepergianmu
Kamu akan tetap kembali kepadaku.

-Shakila R.C-

💭

MARVIN menghempaskan tubuh atletisnya di atas kasur yang berlapis sprai berwarna hitam. Matanya menerawang ke arah langit-langit putih di atasnya, melihat ke arah lampu yang menyala menerangi kamar.

Pikirannya sangat penat, terlalu banyak permasalahan yang menghantui pikirannya saat ini. Terutama mengenai gadis yang kini tinggal di rumahnya.

Mengapa gadis itu sangat mirip dengan Ayasha? Apa Ayasha telah bereinkarnasi di diri gadis itu? Atau jangan-jangan Shakilla memang benar adalah wujud asli dari Ayasha?

Tidak.

Tidak mungkin.

Ini hanya halusinasi, Ayasha sudah pergi. Pergi dengan tenang membawa seluruh hati Marvin tak tersisa. Jadi apa yang perlu Marvin khawatirkan lagi sekarang? Memang kenyataannya seperti itu.

Mungkin kemiripan yang dimiliki perempuan bernama Shakilla dengan Ayasha hanya kebetulan, tidak ada kemiripan yang lebih spesifik lagi selain wajah, bola mata serta suaranya. Yang perlu Marvin khawatirkan sekarang adalah,

Shakilla yang akan bersekolah di SMA Alexis!

Cobaan apa lagi ini? Membiarkan Shakilla masuk dalam kandang singanya SMA Alexis? Marvin kewalahan akan hal ini, satu-satunya cara agar menjaga Shakilla adalah berada di sisinya nanti saat bersekolah.

Tapi? Mau jadi apa ia nanti,

Si anak baru ternyata adalah pacar baru Marvin Adhyastha.

Oh tidak! Berita itu tidak boleh tersebar. Marvin tidak ingin perempuan yang dititipkan oleh ayahnya ini menjadi buronan para wanita ganas yang selalu menghujat pasangan baru Marvin.

Jika dilihat-lihat saja, perempuan ini sangat lugu. Polos dan tak berdaya. Seperti ada satu hal yang special dalam dirinya namun terlalu tertutup oleh kepolosan serta keluguannya.

Tok tok tok

Bunyi khas ketukan pintu nyaring terdengar di pendengaran Marvin.

Tok tok tok

Pintunya kembali terketuk.

Tok tok tok

"Woi sabar! Siapa sih?!"

Langkah kaki gontai Marvin mengarah ke sumber suara, pintu. Ketika tangannya memutar gagang kunci pintu, kini di hadapannya sosok yang baru saja menjadi bayang-bayang pikirannya muncul tepat di hadapannya.

"Eh ... anu ... maaf ya. Saya kesini disuruh sama tante Wendah, makan malam sudah siap. Mas disuruh tante Wendah untuk bergabung makan malam di bawah," dengan terbata-bata karena kegugupannya Shakilla menguatkan nyali untuk berbicara kepada pria yang di hadapannya kini.

"Lo manggil gue apa tadi?"

Mata Shakilla melotot, "anu ... mas?"

Marvin terdiam sejenak, memasang tatapan mengintimidasi ke arah Shakilla. Dan refleks Shakilla menundukan kepala saat melihat tatapan Marvin yang menurutnya seperti seorang macan yang akan mengamuk.

Beberapa detik kemudian, tidak ada sepatah katapun yang dilontarkan oleh Marvin. Yang ia lontarkan kemudian hanyalah kekehan keras dengan tatapan mengejek ke arah Shakilla. "Lo lucu juga ya, gue masih muda begini udah dipanggil mas aja. Udah siap lo nikah sama gue sampai-sampai manggil gue dengan embel-embel mas?"

Left UnsaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang