Awal

4.6K 151 5
                                    

Ruang kelas X IPS 4 sedang gaduh-gaduhnya. Jam kosong memanglah surga dunia. Ditengah ributnya kelas yang lebih mirip pasar ayam, disudut ruangan tampak seorang gadis yang lebih memilih untuk duduk menyendiri. Kakinya di selonjorkannya, sementara tubuhnya ia senderkan ke almari yang ada disampingnya. Dibalik jilbab putihnya terhias handsets yang menjulur ke gadget yang ada ditangannya. Sesekali bibirnya ikut bergerak mengikuti suara merdu shalawat yang ia putar di youtube. Dan pipinya pun tiada henti memamerkan rona merah kala vocalist favorite-nya ambil bagian. Gadis itu telah terhipnotis olehnya, ditandai dengan bibir merahnya yang tak pernah berhenti tersenyum barang sedetik pun. Siapa lagi kalau bukan Alsava? Si fans fanatik Syubban, ehh bukan.. Gus Azmi.

Sampai pada akhirnya suasana kelas tiba-tiba berubah menjadi hening. Seorang paruh baya berdiri berkacak pinggang di depannya. Alsava sama sekali tidak tahu bahwa Pak Yaman telah masuk ke kelas sejak beberapa menit yang lalu. Boro-boro tahu, wong matanya daritadi sibuk memperhatikan kebeningan Gus Azmi sampai tak berkedip.

Pak Yaman sampai geleng-geleng kepala melihat Alsava yang masih dengan santainya. Karena semakin geram dengan Alsava yang tak kunjung sadar akan keberadaan dirinya, dengan kasar pak Yaman pun akhirnya merebut hape yang ada ditangan Alsava. Alsava yang tengah asyik-asyiknya pun akhirnya mendongakkan kepalanya, ingin tahu siapa si brengsek yang mengambil Azmi nya.

"woi..! Balikin ha..." Alsava terperanjat bukan main. Ia tak berani mmeneruskan kata-katanya. Ia kira salah satu teman cowoknya yang sedang usil, tapi ternyata guru sejarahnya, mana itu hape bukan punya Alsava, mampus gue! batinnya.

Alsava cepat-cepat berdiri. Ia sama deg-degan nya seperti orang yang kepergok maling sendal.

"Eh ada bapak hehe.. Bapak masuknya kapan?" Sahut Alsava salah tingkah.

"Masuknya kapan gundulmu!"

Sontak seisi kelas yang memang memusatkan perhatiannya sedari tadi pada Alsava pun pecah tawa. Alsava yang masih salah tingkah hanya bisa cengar-cengir menahan rasa malunya.

"Di awal pertemuan kan saya sudah pernah bilang kalau saya paling ndak suka ada yang main hape saat jam pelajaran saya." Ujar Pak Yaman dengan logat jawa medoknya.

"Iya pak maaf. Tapi kan tadi bapak nggak ada." Alsava membela diri.

"Ya terus?"

"Ya terus.. Ngg.. Ya saya kira jam kosong pak." Jawab Alsava jujur.

"Mana ada!" Pak Yaman menaikan sedikit nada bicaranya. "Ndak ada istilah jamkos-jamkos apalah itu. Kalau gurunya lagi ndak bisa mengajar yo mbok belajar otodidak. Wong materi sudah saya kasih kok!"

"Iya pak, maafin saya ya pak. Saya janji deh nggak bakal mengulangi lagi." Sahut Alsava dengan wajah semelas mungkin.

Di sisi lain ada seorang gadis yang wajahnya lebih memelas dari Alsava. Adelia, Pasalnya hape itu adalah miliknya. Ia dag-dig dug tak karuan sendiri memikirkan nasib hape nya.

"Oke, karena ini pelanggaran pertama kamu dalam kasus saya, saya masih berikan toleran. Tapi kalau begini lagi, hmm.. Siap-siap hape kamu saya sita selama seminggu!" Pak Yaman pun akhirnya mengembalikan hape yang sebenarnya milik Adel tersebut.

"Sudah duduk sana, simpan hape-nya!"

"Iya, makasih ya pak." Alsava pun segera duduk di bangkunya. Sementara buru-buru si empunya mengambil barang berharga miliknya.

"Sumpah ya Al! budeg banget sih di panggilin dari tadi?" sewot Adel.

Sementara Alsava yang tak merasa dirinya di panggil sama sekalipun bingung, "hah? Kapan emangnya manggil?"

"Aelah del, Alsava mah dari dulu emang gitu. Kalo udah liat Azmi aja, huh mau teriak pake toak juga unfaedah" Sahut Caca. Ia tahu benar bagaimana kawan sebangkunya itu.

"Iya noh. Jadi sabar-sabar aja ya del." Timpal Fanin yang duduk di belakang Alsava dan Caca, seraya menahan tawanya.

"Huh udah sabar banget aku tuh. Eh dianya aja yang nggak peka-peka." Geram Adel yang malah curcol.

"Lah? Curc..."

"Itu yang di belakang udah selesai belum arisannya?! Mau saya suruh hormat di lapangan?" Tegur pak Yaman yang membuat Alsava, Caca dan Fanin langsung duduk anteng. Adel sendiri buru-buru duduk di bangkunya yang terletak paling depan.

****

Hari semakin siang,
Sang bagaskara nampak semakin angkuh. Namun cowok dengan dua tahi lalat diatas bibir itu masih terus berjalan. Teriknya lidah api yang membakar kulitnya tak ia pedulikan, bahkan sampai melepuh pun ia tetap tak peduli. Tangannya mengepal tanda menahan amarah. Air matanya sebisa mungkin ia kendalikan. Di sebelah kanan jalan raya terpampang plang yang bertuliskan,
'RUMAH SAKIT UMUM PELITA JAYA'

Merasa tempat tujuannya sudah tinggal beberapa langkah lagi, ia pun mempercepat langkahnya seraya sesekali berlari. Nafasnya tersengal-sengal, dadanya semakin sakit terbayang akan wajah yang dicintainya itu.

Kini ia berdiri tepat didepan pintu kamar Anggrek2. Tanpa berfikir panjang di langkahkan kakinya kedalam. Bertambah nyeri dadanya melihat tubuh mungil itu tergolek tanpa daya di ruangan yang serba putih itu. Perlahan di dekatinya tubuh mungil itu, lalu dengan penuh kesedihan di genggamnya pula tangan lemah nan mungil yang terbujur. Dan runtuhlah bendungan air mata itu.

"Rara.. maafin mas Azmi ya." bisiknya pelan di telinga gadis mungil itu.

"Seandainya mas Azmi cepet pulang pasti kamu nggak akan ada disini." ujar Azmi bercampur isak nya.

Wanita paruh baya yang baru saja kembali dari kantin rumah sakit pun menghampiri dua kakak beradik itu. Hatinya terenyuh, di usapnya lembut kepala anak laki-lakinya, "Nak.. Sudah.. Jangan menyalahkan diri sendiri."

"Tapi mi, ini semua emang salah azmi. Dek Rara begini karena Azmi kan?"

To be continuous..

Maafin kalo banyak typo atau kekurangan yang lainnya ya:(

CERITA HANYA FIKSI SEMATA

Tunggu next chapter selanjutnya yaaa...
Mimi sayang readeerrrsss:*

RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang