Romansa Batik

942 87 40
                                    


Fanfiction Write Me His Story, Serial Keo&Noaki, dan Pelik   (*)

oleh Zya Verani  Zya02Verani

*Murni dari penulisnya yang enggak peduli sama timeline. Pokoknya katanya kumpulin semua karakter dengan usia dan keadaan yang dia suka, sampai Wynn pun masih ada dan segar bugar. Hik, bikin terharu ... enjoy.



"Ngapain juga jalan menyusuri sungai ini, malah bolak balik pula," Wynter menggerutu. Celana khakinya sudah tak kakhi lagi warnanya lebih tepat ke arah cokelat tua sekarang.

"Namanya musim hujan ya pasti becek dan kotor, Wyn. Apalagi jalan ini masih tanah merah," sahut cewek berkacamata itu tanpa dosa. Wynter manyun. Kok bisa dia menjawab santai begitu, apalagi yang dicarinya belum ketemu.

"Terus abis ini mau kemana kita, awas aja kamu bawa aku ke tempat yang lebih antah berantah dari ini!" seru Wynter, menyesal ia menuruti ajakan cewek berlesung pipit itu. Yang diajak ngobrol malah asik dengan rambut ikalnya yang panjang lalu mengikatnya ke belakang. Tidak dikonde.

"Kamu ga bawa senjata saktimu itu?" Wynter menyela lagi. Yang disela lagi-lagi cuma melirik. Nyesal nanya deh, tadi ga usah nanya. "Hei, Megan Naja Nitisara!!"

Megan terkesiap, Wynter menatapnya tajam.

"Kenapa sihh...?" Megan balas melotot. "Kamu tadi dengar sendiri mereka sudah pindah sejak peristiwa kebakaran itu." Suara Megan melunak tapi hanya sebentar. Dasar bule bawel!

"And then?"

"Kita ke Buciles." Megan mengambil langkah lebar-lebar tak peduli sisa tanah di sepatunya justru berlompatan ke udara dan hampir mengenai Wynter yang berjalan di belakangnya.

"Dasar emak-emak tukang nasi uduk ga abis! jalan aja udah kayak pedagang kaki lima dikejar trantib". Wynter menggerutu lagi lantas menyusulnya dengan tergesa. Hei, Wynter tahu trantib, tahu pedagang kaki lima, tahu juga tukang nasi uduk.

"Senjata saktimu ke mana?" Wynter susah payah menjajari langkah Megan. Lagi-lagi itu yang ditanyakan. Wynter sepertinya kehabisan bahan obrolan. Eiittt... jangan menduga macam-macam, nanti Wynter bisa protes, Hya mau dikemanakan. Melihat Megan tanpa tusuk konde seperti sarapan nasi uduk tanpa semur jengkol. Emang Wynter doyan sarapan nasi uduk? Pake semur jengkol pula.

Wynter berjalan hati-hati. Kakinya diangkat tinggi-tinggi guna terhindar dari tanah merah becek yang sembarangan ditransfer Megan ke arahnya. Gerakannya seperti robot yang baru belajar jalan.

"Satu dua, satu dua... " Megan iseng menggodanya. Namun Wynter terlalu sibuk untuk mengerti.

"Iyesss jalan setapaknya sudah kelihatan!" seru Megan senang.

"Ooh... Noo, masih jalan lagi..." Wynter membulatkan mulutnya. "Kupikir kita sudah sampai... mana tadi, Buci... Buci apa?"

"Buciles... tuh komplek perumahannya ada di belakang bukit itu," Megan mengarahkan telunjuknya ke bukit di hadapan mereka. Lalu berjalan lagi. Wynter menarik napas panjang.

"Hei, Meja..." Wynter sengaja memanggil Megan dengan akronim yang asal-asalan.

"Kamu... " Megan menarik napas tertahan, menoleh dengan kesal, menatap sekilas lantas berjalan lagi. Si bule ini memanggilnya seenaknya saja.

"Kamu, kamu... kenapa jadi kamu yang sewot seharusnya kan aku," Wynter mau tak mau ikut menyusuri jalan setapak menuju bukit mengikuti Megan. "Kamu enggak lagi ngerjain aku, kan?" Wynter berusaha meyakinkan. Matanya menangkap matahari yang jelas terlihat di ujung jalan. Mulai menyengat, kulitnya mulai kemerahan.

FanfictionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang