Aku ingin menjadi wajah paling favorit untuk kau lihat, hingga kau bisa lupa caranya mengalihkan pandangan ke orang lain.
🍀🍀🍀
Bel pulang sekolah telah berbunyi 10 menit yang lalu. Yang ditunggu Nazily pun akhirnya datang. Lelaki bermata elang a.k.a Devan, sudah sampai di kelasnya. Namun, tidak seperti biasa. Wajah lelaki itu nampak frustasi. Terlihat dari keningnya yang terus berkerut, juga rambutnya yang seperti baru saja diacak kucing.
"Itu muka kusut amat pak?"
Devan duduk di bangku depan Nazily sambil merauk wajahnya sendiri.
"Gila. Gue mau ganti line aja, deh!"
Nazily menahan senyum. Dia sudah menebak sebab musabab mengapa sahabat gantengnya ini seperti duda yang kehilangan calon istri kedua.
"Lo ngapain liatin gue kayak gitu?"
Ternyata Devan sadar diperhatikan oleh Nazily.
"Apa jangan-jangan...."
"Akh.. Dev.. Pala gue kok sakit, ya?" Nazily mengalihkan pembicaraan sambil memegang pelipisnya. Ceritanya, dia ingin berpura-pura sakit, sebab malas diintimidasi oleh Devan, orang yang feelingnya sangat kuat, lebih dari tebakan dukun dan peramal.
"Lo kenapa Ly?"
"Pusing Dev. Gue pusing," ringis Nazily dengan wajah yang dilemas-lemaskan.
"Lo sakit? Yaudah, kita pulang aja. Kayaknya lo butuh istirahat."
Devan pun memapah Nazily. Namun, saat sampai di lapangan, kegiatan papah memapah itu Devan hentikan, karena tangannya ditepis oleh Nazily.
"Gue bisa jalan sendiri kok, Dev."
"Loh, tadi kan pusing? Sini gue bantu," heran Devan.
Nazily geleng-geleng. "Lo nggak liat, sekolah masih ramai ternyata. Gue nggak enak ditatap gitu sama mereka. Apalagi mereka kakel. Duh, ntar gue dibilangin gatel, lagi!"
"Gue nggak peduli, Ily! Lo tuh lagi sakit, tahu!"
"Gue bisa jalan kok Devan sayangku cintaku. Biarin gue jalan normal, key?"
Devan mematung. Matanya mengerjap beberapa kali, membuatnya terlihat begitu imut. Sedetik kemudian Devan memilih mengangguk, kemudian mengikuti Nazily yang sudah jalan duluan menuju parkiran.
"Gue udah nggak pusing lagi. Yok ah, katanya mau ke Panti?"
Nazily mencomot satu helm yang memang biasa dia gunakan saat bersama Devan. Devan pun melakukan hal yang sama.
"Bener lo nggak papa?"
Nazily menarik pipi Devan. "Iya bawel, nggak papa. Yuk cussss!"
Akhirnya, Devan membawa motornya membelah jalanan. Menuju ke sebuah tempat di mana dirinya selalu menyempatkan diri tuk ke sana. Hampir dua kali per-pekan, tak pernah terlewatkan.
*****
"Kak Devaaaaannnn!!!"
Seluruh anak panti sontak berlari dan berteriak heboh saat dilihatnya Devan memarkirkan motor di tempat parkir.
Cepat-cepat, Devan membuka helm. Dia turun dari motor, kemudian berlari memeluk anak-anak yang juga berhamburan memeluknya.
Sedangkan, Nazily masih berdiri di samping motor Devan. Ini adalah kedua kalinya Nazily diajak ke sini oleh Devan. Ya, Nazily baru tahu, bahwa Devan menjadi sukarelawan di panti ini. Memang tidak mengabdi. Tapi, Devan rela menyisihkan sebagian besar uang jajannya untuk membelikan keperluan pokok di panti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
NAZILY
Roman pour Adolescents"Hello. Gue Barbie. Nama panjang gue pucing pala barbie." Nazily menyahut sembarangan, hingga membuat 3 lelaki di hadapannya kembali terbahak. "Miring nih anak!" Galang menggeleng tak mengerti. "Biarin. Mau-mau gue dong," imbuh Nazily tak terima...