PINGSAN

226 5 0
                                    

Aku percaya bahwa setiap pertemuan adalah takdir.
Namun, benarkah bahwa bertemunya mataku dan matamu juga bagian dari satu kata sakral itu?

🍀🍀🍀

Mentari pagi memaksa masuk melalui celah jendela yang tirainya belum terbuka. Seorang gadis yang masih setia menelengkupkan tubuh dalam selimut, merasa sangat-sangat enggan membuka mata. Ya. Jangan tanyakan lagi. Dia; Nazily, semalaman rela tak tidur karena nonton drama Korea. Dia benar-benar menghabiskan satu drama, dalam satu malam. Jadilah dia hanya tidur satu jam lebih.

Tok.. Tok.. Tok..

"Ily? Kamu belum bangun? Nazily? Ily?"

Bibir Nazily menggerutu kesal saat pintunya digedor tanpa ampun, dan suara membahana itu terus saja mengulang kata-kata yang sama. Itu suara milik Mamanya. Seorang wanita paruh baya yang berusaha membangunkan anak gadisnya. Namun, tubuh anak gadis itu masih saja belum bisa menyetujui. Dia masih ingin tidur lima menit lagi.

"Ily? Nazily!!! Bangun Nazily! Ini sudah hampir jam 7 tahu! Nanti kamu telat!"

Nazily masih mengabaikan.

Beberapa detik kemudian, suara Mama Nazily tiba-tiba hilang. Nazily mengerjapkan mata pertanda heran. Pelan-pelan, tubuh yang masih mengantuk itu menyingkap selimut.

Drt.. Drt..

Nazily memaksa membuka mata saat handphonenya berdering. Sungguh. Matanya begitu berat. Selain rela tak tidur semalaman, dia juga sudah menghabiskan banyak air mata akibat beberapa scene menyedihkan di drama.

"Ha.. Lo..? Hoam."

Nazily menempelkan benda persegi panjang itu di telinga, dan berucap dengan suara serak.

"Buset. Lo baru bangun?"

Alis Nazily naik sebelah. Suara ini terdengar masih sedikit asing. Dia pun menjauhkan hape dan menatap caller id. Nomor baru.

"Lo siapa?" Nazily bersungut sebal. Dia tidak ingin diganggu siapa-siapa dulu. Moodnya benar-benar belum kembali baik.

"Rumah lo yang pager putih, kan? Yang ada pohon rindangnya di halaman?"

"Lo siapa?" Nazily mengulang pertanyaan yang sama.

"Bener, bukan? Gue nggak salah rumah, kan?"

"Heh, titisan siluman Naga! Lo kalau ditanya ya dijawab kek. Lo siapa?"

"Maunya siapa?"

Nazily mendesis kesal. Beberapa detik kemudian dia memilih membuang handphonenya ke sembarang tempat, lalu dengan terpaksa berlalu ke kamar mandi. Dia harus ke sekolah. Karena. Ya harus saja. Anak sekolah itu tidak boleh malas sekolah. Karena, hati saja jika bolong-bolong rasanya sakit. Bagaimana dengan absen?

Ehe. Nazily memang gaje, pemirsah.

15 menit kemudian...

Nazily sudah siap dan hendak berangkat ke sekolah. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.47 menit.

Sesaat, dia menyempatkan mengecek notif medsosnya.

NAZILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang