2 √

279 44 63
                                    

There's a pic of Alex on the multimedia!

***

Elena Johanson's POV

Saat Alex memanggil namaku, spontan aku menghampirinya ke dalam kamar sederhana yang telah diberikan penduduk desa kepada kami.

Aku bergabung dengan Alex yang kini sedang menyandarkan tubuhnya pada ranjang besi kasur kami. Kusandarkan pula punggungku pada ranjang kasur itu. Alex menghembuskan napasnya dengan berat. Aku tahu, ia sedang memikirkan banyak hal.

"Bagaimana selanjutnya?" Menolehkan kepalaku ke arahnya, lalu melihatnya sedang menatap langit-langit kamar.

"Aku tak yakin bahwa mereka sudah musnah, El."

Aku tahu betul dengan maksud dari kata 'mereka' yang dilontarkannya. Mereka adalah para pemberontak yang ingin memusnahkan kaum Phises, kaum kami.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Kukira bahwa mereka cepat atau lambat akan mengetahui keberadaan kita, Elena."

Kulihat wajahnya mulai gelisah dan ia mulai sedikit bergerak-gerik. Ia terlihat sangat kacau.

"Tapi kita sudah memusnahkan mereka pada pertarungan besar tahun kemarin."

"Aku tahu. Tapi, dengan musnahnya mereka, tak menutup kemungkinan bahwa mereka masih memiliki keturunan yang masih hidup."

"Jadi, kita harus bersiap-siap?"

"Kita memang harus selalu siap. Kapan pun. Karena kita tak akan mengetahui apa yang akan terjadi di esok hari."

"Bagaimana kalau besok kita datang ke rumah kepala desa? Aku yakin kepala desa akan menerima tawaran kita untuk membuat pasukan!" Aku berpindah untuk menghadapnya. Kini, aku terduduk di pangkuannya.

"Elena, apa kau bercanda? Warga desa di sini tak cukup banyak!"

"Lalu harus bagaimana?"

Ia memiringkan mulutnya untuk memberikan senyuman nakal padaku.

"Dengan membuat warga baru." Cengirannya mulai melebar dan aku mulai takut bila selanjutnya dia akan ...

Ah. Dia merampas bibirku.

***

Pagi selanjutnya, kutinggalkan Alex yang masih tertidur. Aku tahu, apa yang telah dia lakukan tadi malam cukup melelahkan. Sejujurnya, aku pun merasa lelah. Tapi, aku ingin menjalin hubungan lebih jauh dengan warga di desa sini.

"Hei! Warga baru!" Panggilan itu terlontar saat aku mulai berjalan di sekitaran ladang.

Kucari siapakah pemilik suara itu, dan akhirnya aku menemukan seorang pria yang sedang melambaikan tangannya padaku di dekat ladang gandum.

Aku melambaikan tanganku padanya, lalu aku menghampirinya yang sedang sibuk memanen gandum.

"Kau harus mencoba untuk memanen gandum-gandum sexy-ku ini!"

Apa?

"Apa?" Aku tertawa dengan candaannya.

"Oh, lihatlah! Kau akan menyukai ini!" Pria itu menunjuk ke sekeliling ladang yang dipenuhi gandum yang sudah siap panen.

"Aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak pernah."

"Benarkah? Apa kau mau mencobanya?" Pria bertopi itu mengangkat tangkai gandumnya.

SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang