Sepasang kekasih sedang makan bersama di sebuah warung makan sederhana. Mereka terlihat saling bercengkerama seperti pasangan pada umumnya.
"Kamu besok ada acara gak, Yang?" Seorang pria yang bernama Alfarendra Prasetyo bertanya kepada sang kekasih dengan tatapan serius.
Perempuan yang ada di sampingnya tampak bingung depan tatapan Alfa. Tidak biasanya Alfa berbicara dengan tatapan seserius itu. "Tidak, ada apa, Say?" Perempuan itu kembali menatap makan yang ada di meja. Melanjutkan acara makan yang tertunda saat menjawab pertanyaan sang kekasih.
"Aku mau datang ke rumahmu, boleh?" Lagi-lagi Alfa berbicara dengan meletakkan sendok yang ia genggam. Menunda apa yang ia makan.
"Boleh, biasanya kamu juga main ke rumah, 'kan?" Perempuan itu menjawab dengan biasa dan berbicara dengan makanan yang masih ia kunyah.
Kekasih Alfa terlihat seperti perempuan cuek. Perempuan yang masa bodoh dengan penampilan. Alfa tidak pernah peduli ada orang lain yang sering bilang kalau ia punya pacar yang gak cocok banget untuk Alfa. Tapi itulah yang membuat Alfa tetap berada di samping kekasihnya itu.
Dengan rambut yang bergelombang, alis yang berbentuk bulan baru, juga warna kulit sawo matang. Tidak begitu cantik bila dibandingkan dengan perempuan yang pernah Alfa kenal. Namun, Alfa tidak pernah melihat perempuan dari tampilan dan wajahnya. Satu kalimat yng selalu bisa membuat Alfa kagun kepada kekasihnya.
Perempuan yang berbeda.
Gya Syafika. Itulah nama kekasihnya. Perempuan yang jarang sekali tersenyum. Meski tersenyum pun hanya sekilas dan seperti ada kesedihan yang membuatnya kembali memasang wajah datarnya.
"Aku ingin serius dengan hubungan kita, Gya sayang. Aku ingin kita menikah."
Gya yang mendengar kata itu langsung terbatuk-batuk hingga beberapa makanan yang ada di mulutnya keluar. Alfa langsung menyodorkan gelas berisi air kepada Gya dan mengusap pipi Gya yang ada bekas makanannya.
Gya menjauhkan piring yang masih berisi makanan darinya. Gya menghela napas beratnya. "Bukankah aku sudah pernah bilang kepadamu tentang ini, Al? Aku belum bisa. Aku takut." Gya diam sejenak.
Alfa yang menyadari itu langsung menggenggam tangan Gya. Alfa tahu Gya sedang menahan air matanya yang sudah memberontak ingin keluar. Alfa juga sudah pernah membicarakan soal ini. Tapi Gya selau bercerita tentang masa kecilnya.
"A ... akk ... aku masih takut dengan pernikahan, Al." Gya menatap kekasihnya dengan air mata yang sudah lolos dari pelupuk matanya.
"Tapi bisa jadi apa yang kamu lihat tidak sesuai dengan kenyataan, Gya sayang." Alfa mencoba menjelaskan dengan lembut kepada kekasihnya.
"Umurku semakin bertambah, dan aku tidak mau bila hanya menjalin hubungan pacaran saja. Aku ingin menikah dengan perempuan yang aku cintai. Perempuan itu adalah kamu. Namanya Gya Syafika."
"Aku tahu itu, Al. Tapi sungguh, aku butuh penjelasan yang membuatku meyakini pernikahan." Gya menghapus air mata yang membasahi pipinya. Bagaimanapun ia tidak ingin menangis.
Meski mereka sedang berselisih pendapat di dalam rumah makan, itu tidak membuat mereka jadi tontonan gratis. Mungkin itu karena cara mereka berbicara dengan lirih.
"Kalau begitu, tanyalah kepada orang tuamu. Mereka pasti akan menjelaskan kepadamu apa yang sebenarnya terjadi."
"Aku takut. Aku takut semuanya tidak sesuai dengan apa yang kamu katakan." Gya diam sejenak dan menelan salivanya.
"Aku tahu tidak semua pernikahan berakhir penderitaan. Tapi aku memang terlalu takut untuk menjalaninya."
Alfa menghapus air mata yang membasahi pipi Gya. Dia menatap Gya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sesaat mata mereka saling mengunci hingga Alfa mengalihkan pandangan matanya dan kembali bersuara, "aku akan membantumu. Menghapus setiap keraguan yang ada di hatimu. Aku akan selalu menemanimu mencari kebenaran. Tapi yang terpenting, kamu harus bertanya kepada orang tuamu."
Gya menghela napas, perlahan ia menggangguk. Menandakan ia setuju dengan apa yang Alfa tawarkan. Alfa tersenyum melihat kekasihnya itu. Alfa mengacak-acak rambut Gya dan menarik kedua sudut bibir Gya hingga membuat Gya tersenyum. Alfa sangat menyukai Gya yang tersenyum meski terkesan memaksanya.
"Kamu tidak mau melanjutkan makanmu, Yang?" tanya Alfa yang melihat makanan Gya masih separuh.
"Tidak. Kita pulang saja." Nafsu makan Gya telah hilang. Dan ia lebih memilih pulang untuk beristirahat.
"Maafkan aku karena telah membuat nafsu makanmu hilang seketika." Alfa begitu menyesal. Karena ia tahu kalau Gya selalu menghabiskan makanannya. Apalagi biasanya saat Gya memakan makanan favorite-nya, Gya selalu nambah. Tapi karena pertanyaan yang ia lontarkan membuat mood Gya hilang seketika.
"Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu, Say." Gya menatap Alfa dengan mengangguk, mengisyaratkan bahwa ia hanya ingin segera pulang.
Alfa yang mengerti langsung mengangguk dan berdiri membayar makanan yang telah mereka pesan. Alfa mengantarkan kekasihnya pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan, suasana begitu hening. Gya yang sibuk menatap pohon-pohon di sepanjang jalan. Saat ini Gya sedang perang batin dengan pikirannya sendiri. Sesekali peluh di dahinya keluar saat ia mengingat masa lalunya. Dengan tangan yang beberapa kali meremat-remat ujung bajunya.
Alfa yang sibuk melihat Gya dari spion. Melihat kekasihnya melamun. Hingga akhirnya ia menepikan motor yang ia bawa.
Tidak perlu banyak bicara, Alfa menangkupkan tangannya di kedua pipi Gya dan berkata pelan, "sudahlah, lupakanlah sejenak. Masa lalu bukan untuk diratapi tapi untuk pelajaran agar kita menjadi lebih baik."
Gya mengangguk. Bagaimana pun apa yang dikatakan Alfa benar. Gya tersenyum dengan kalimat yang baru saja Alfa ucapkan. Sungguh, kekasihnya itu begitu dewasa. Bukan hanya umur Alfa saja yang sudah berkepala tiga. Tapi cara berpikirnya juga bijak. Gya selalu bersyukur mempunyai kekasih seperti Alfa yang berada di sampingnya sudah lebih dari 5 tahun. Mungkin, kalau pria lain Gya sudah pasti ditinggal pergi.
Alfa membalas senyuman Gya. Ia kembali berbalik menghadap ke depan. Dia menarik tangan Gya yang ada di belakang dan membuat Gya memeluknya dari belakang.
Alfa mulai melajukan motornya dengan kecepatan standart. Sementara Gya mengeratkan pelukannya dan menyandarkan kepalanya ke punggung Alfa. Apa yang Gya lakukan berhasil membuat Alfa tersenyum di sepanjang jalan seperti orang gila.
Aku hanya wanita lemah yang hampir putus asa saat cobaan menerpa
Hingga kau hadir dengan rasa percaya diri menghadapi dunia ini
Kau berada di sisiku dan aku berdiri tegak
Kumiliki cintamu serasa aku memiliki segalanyaKau seperti bayangan yang selalu ada di sampingku
Menabur cinta di setiap hidupku tanpa mengeluhCintaku bukan hanya sekedar bualan semata
Bukan juga tulisan di pasir putih yang hilang dalam sekejap ditelan ombak
Cintaku bagaikan karang yang tak mudah hancur meski diterpa ombak ribuan kali
Bagai Matahari yang selalu bertahan di tempatnya meski terkadang cahayanya tak terlihatUntuk semua kebahagiaan yang kau berikan
Untuk semua waktu yang telah kau habiskan bersamaku
Untuk semua cinta yang kau tabur untukku
Selamanya, aku akan berterima kasih untuk itu_Gya Syafika_
Yeay ... Akhirny Aku update.
Gimana dengan part ini? Bagus gak? Semoga aja bagus ya 😊
Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Votmen kalian akan membuat aku semakin semangat untuk melanjutkan cerita ini.
Salam manis
_Karina_
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Rindu Lebur Jadi Debu
RomanceDalam sebuah kisah cinta akan selalu ada masalah. Sebuah masalah itu bukanlah masalah yang mudah mendapat penyelesaian. Kenyataanya sebuah masalah tidak mudah mendapat penyelesaian meski pengorbanan telah dilakukan. "Menikah itu bukan hanya untuk ba...