J3

1.3K 241 14
                                    

"Halo, Jihoon hyung. Malam-malam begini keluyuran sendirian, di mana sugar daddy-mu?"

Ingin rasanya ku hapus ekspresi sok akrab yang terpancar pada raut Samuel sewaktu menyapa demikian.

"Sudah ku bilang dia bukan sugar daddy-ku," balasku ketus, tahu betul bahwa yang dia maksud adalah Daniel hyung.

Haknyeon menyambar, "Lalu apa kalau bukan? Friends with benefit? Selingkuhan? Atau kau cuma mau memanfaatkan dia demi kesenangan pribadi?"

"Apapun hubunganku dengannya bukanlah urusan kalian." Ku dorong tubuh Euiwoong dan Haknyeon yang menghalangi jalan. "Minggir, aku mau pulang."

Alih-alih menyingkir, Euiwoong justru bergeming. Dengan berani, direnggutnya bagian leher dari jaket hoodie yang ku kenakan untuk dia tarik ke gang gelap tak jauh dari situ.

"Lepaskan aku! Kalian pikir kalian siapa, menyeret-nyeret kakak kelas seperti ini?" Suara bentakanku bergaung saking sepinya gang tersebut.

Gelak tawa Haknyeon nan jahat turut meramaikan suasana. "Kakak kelas, katamu? Seingatku kita berasal dari angkatan yang sama, Jihoon-ah."

"Mentang-mentang kau lebih tua dari aku dan Samuel, kau pikir kau bisa bersikap sok kuasa, begitu?" Euiwoong menimpali.

'Jangan gentar, Park Jihoon,' batinku menyemangati diri sendiri. 'Mereka akan menganggapmu lemah dan semakin menindasmu kalau kau tampak tak berdaya.'

Ku tatap mereka dengan tajam satu per satu. "Apa yang kalian inginkan?"

"Yakin hyung ingin tahu?"

Di luar dugaan, Samuel mendorongku hingga punggungku menabrak tembok di belakang.

Saking kerasnya benturan yang terjadi, aku meringis kesakitan walau tanpa suara.

"Kau ini menjijikkan, Jihoon hyung," desis si yang paling muda di antara mereka. "Memangnya kau tidak malu memacari orang yang lebih tua darimu? Sama-sama pria pula. Jangan lupa juga kalau kau masih duduk di bangku sekolah."

"Dia bukan pacarku."

"Kau tidak bisa berkelit dari kami, dasar bodoh," umpat Haknyeon. "Dua orang dengan hubungan tidak spesial mana mungkin bergandengan tangan di Lotte World lalu diam-diam berciuman?"

Sialan, jadi sudah seberapa jauh mereka menggali informasi soal Daniel hyung dan aku...?

Euiwoong turut mengancam, "Harusnya hyung berterima kasih pada kami karena kami masih tutup mulut soal ini. Bayangkan jika satu sekolah sampai tahu ada murid yang tidak normal, kau pasti akan dikeluarkan."



Tidak normal.



Tidak normal.



Tidak normal.



Dua kata itu terus-terusan terngiang di otakku.


Haruskah aku menjadi senormal mereka hanya demi memperoleh pengakuan dari orang-orang?

Apa orangtuaku akan berhenti menganggapku tidak ada kalau aku mulai menyukai perempuan?

Tidak.

Berada di sisi Daniel hyung mendatangkan kebahagiaan tersendiri bagiku. Sementara merekaㅡyang tidak paham soal ituㅡterus-menerus menyiksaku hanya karena aku 'berbeda'.

Salahkah apa yang ku perbuat? Tidak bisakah mereka membiarkanku bahagia dengan caraku sendiri?

Orang-orang menuntutku terlalu banyak, sementara aku sendiri nyaris tak pernah meminta apa-apa dari mereka kecuali kedamaian.







Sebagai penyemangat, sengaja ku torehkan dalam benak bayang-bayang cengiran Daniel hyung yang secerah matahari selagi aku mencengkeram erat pergelangan tangan Euiwoong yang masih memegangi kerah bajuku.







Kalau sudah begini, aku jadi teringat akan satu hal.

Alasan mengapa aku menyusul Woojin menggeluti dunia tinju ialah agar bisa mempertahankan diri jikalau para pem-bully ini menyerangku dengan kekerasan fisik seperti sekarang.

















BUK!

"Aargh!"

"Euiwoong hyung!"

"Brengsek! Apa yang kau lakukan, Park Jihoon?!"

















Kepanikan mereka mendatangkan seringai puas bagiku.

Jika menjadi normal membuatku kehilangan Daniel hyung bersama sejuta bentuk kebahagiaan sederhana yang kerap dia berikan untukku, maka aku tidak akan sudi mengubah diri mengikuti kemauan orang-orang.

Blissful Utopia⚫nielwinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang