"Hyung!"
Seruan itu terdengar begitu seorang lelaki membuka pintu rumah.
"Hyung membelikanku mainan lagi?"
Lelaki itu tersenyum. "Iya, Mark."
Anak lelaki lainnya menatap mereka dengan senyuman kecut di wajahnya. Dengan langkah pelan, dia berbalik dan masuk ke kamar.
"Jeno tak dibelikan?" tanya Mark membuat kakaknya terdiam dan tersenyum tipis. "Main sana."
Mark menurut. Lelaki itu naik menuju lantai dua dan mengetuk kamar adiknya.
"Jeno, ayo main! Taeyong hyung beli mainan baru, untuk kita berdua!" seru Mark senang.
"Jeno?" Mark mengetuk pintu
kamar adiknya saat tak mendengar jawaban.Setelah beberapa saat, pintu terbuka menampilkan Jeno dengan wajah murungnya. "Mark hyung, aku tak enak badan. Jadi, bermain saja sendiri, ya? Aku mau istirahat."
Mark segera mengecek suhu badan adiknya. "Kau sudah minum obat? Badanmu panas."
"Aku sudah minum obat, kok. Aku hanya perlu istirahat," jawab Jeno menenangkan. Lelaki itu tersenyum menampilkan eyesmilenya.
"Baiklah, kau harus istirahat. Besok aku akan membangunkanmu untuk ke sekolah," ucap Mark sembari mendorong Jeno masuk ke kamar dan menutup pintu.
Jeno berbaring di tempat tidur, lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan menangis.
Lee Jeno, lima belas tahun. Dia anak bungsu dari empat bersaudara. Jarak umur antara Jeno dan Taeyong adalah tujuh tahun, sedangkan dengan Mark hanya dua tahun.
Orangtua mereka meninggal karena menyelamatkan Jeno dari bangunan yang runtuh. Setelah kepergian orangtua mereka, semuanya berubah. Taeyong menjadi tertutup, Jeno menjadi semakin pendiam, dan hanya Mark yang berusaha bangkit.
Terkadang Jeno berpikir, apa salah jika dirinya hidup?
Apa seharusnya, dirinya meninggal juga saat itu?
Apa seharusnya, ayah dan ibu tak menolongnya?
Jeno selalu berpikir seperti itu karena sifat Taeyong yang berubah padanya. Kakaknya tak peduli lagi padanya. Kakaknya itu seolah tak menganggapnya ada, dan Jeno benar-benar sedih karena hal itu.
***
"Kau bawa obatmu?" Jeno menggeleng. "Aku sudah sembuh."
Mark memeriksa suhu adiknya. "Tapi jangan sampai sakit lagi, nanti aku bermain sendirian."
Jeno tersenyum geli. "Hyung, umurmu tujuh belas tahun, kenapa masih ingin bermain? Belajarlah yang benar."
"Karena aku masih muda, kenapa harus di bawa serius?"
Mark tersenyum begitu melihat adiknya tertawa. "Masuklah ke kelas. Saat istirahat, kau harus ke kantin dan makan. Aku ada rapat."
Jeno mengangguk. "Oke."
Jeno memang tak mengikuti kegiatan apa pun di sekolah. Ah tidakㅡ lebih tepatnya, saat orangtua mereka meninggal, Jeno berhenti dari kegiatan yang dia ikuti. Mulai dari basket, bagian kesiswaan dan lainnya. Padahal Jeno memiliki banyak talenta. Namun lelaki itu menutup diri. Seolah tak ingin semua orang tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Hyung's | 𝘓𝘦𝘦 𝘑𝘦𝘯𝘰 ✔
FanfictionTak ada yang benar-benar lelaki bermata sipit itu inginkan selain senyum dari kakak sulungㅡ Lee Taeyong, untuknya. Dan jika kepergiannya dapat mengembalikan senyum sang kakak, maka lelaki itu akan berdoa setiap saat. Dia bilang, "jika aku pergi, to...