Taeyong membuka pintu kamar Jeno pelan. Diintipnya kamar adiknya itu seperti kegiatannya dulu sebelum tidur. Taeyong sedikit heran melihat kamar adiknya yang begitu rapi. Namun Taeyong tak terlalu peduli. Dengan perlahan, lelaki itu masuk dan menatap wajah tertidur adiknya.
Lelaki itu tersenyum. Jeno benar-benar mirip dengan ayah mereka. Membuat Taeyong menjadi semakin dan semakin merindukan orangtua mereka.
"Maaf karena hyung menjadi kejam padamu, Jeno-ya. Hyung benar-benar tak bisa mengendalikan diri setiap melihatmu. Rasanya hyung ingin meledak seperti bom. Kau terlalu mirip dengan ayah."
Taeyong menghela napasnya pelan, matanya sedikit berkaca-kaca. "Nanti, di masa depan, kita akan kembali seperti semula. Menjadi keluarga yang seperti dulu meski tanpa Ibu dan Ayah."
Lelaki itu berjalan pelan dan berjongkok dihadapan Jeno, lalu mengecup kening adiknya pelan. Sebuah kebiasaan yang sudah lama tak dia lakukan.
***
Jaemin menangis sesenggukan menatap sahabatnya yang tertidur di tempat tidur miliknya. Wajahnya pucat, dan Jaemin ketakutan karena Jeno tertidur dengan begitu tenang. Tatapan lelaki itu teralih pada tempat sampah dekat tempat tidur yang penuh dengan tisu bekas mimisan Jeno.
Jaemin benar-benar takut. Bagaimana jika tanpa dia sadari, Jeno sudah meninggalkannya? Bagaimana jika Jeno pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal?
Di sela-sela tangis Jaemin, Jeno membuka matanya pelan dan melirik Jaemin yang menangis.
"Kau benar-benar cengeng untuk ukuran lelaki," ucap Jeno dengan suara serak khas bangun tidur.
Jaemin tak menjawab dan masih sesenggukan. Jeno bangun dari tidurnya dan memegang kepalanya yang sedikit pusing.
"Berapa lama aku tidur?"
Jaemin menarik napasnya. "Lima jam."
"Jaem, jangan menangis. Aku sudah bilang kan kalau aku ingin pergi tanpa melihat setetes airmata pun?"
"Tapi ini menyakitkan, aku akan kehilangan sahabat terbaikku, bagaimana jika kau berada di posisiku? Apa yang kau lakukan?"
Mendengar itu, Jeno tersenyum lemah. "Lalu, bagaimana jika kau berada di posisiku? Bukankah akan menyakitkan juga jika seseorang menangis di detik-detik terakhirmu tanpa bisa memeluk dan menenangkan mereka?"
Jaemin bungkam. Lelaki itu melarikan pandangannya ke arah lain, menghindari mata Jeno yang menatapnya sayu.
"Aku ingin pulang." Jeno berdiri dari duduknya dan memperbaiki seragamnya yang kusut.
Selama dua hari belakangan ini, Jeno selalu membolos ke rumah Jaemin. Lelaki itu akan pergi ke sekolah seperti biasa. Namun, begitu bel masuk berbunyi, Jaemin akan membantunya untuk keluar dari sekolah.
Jeno merasa tubuhnya tak akan sanggup untuk mengikuti kegiatan sekolah. Jeno merasa lelah hanya dengan berjalan dari parkiran ke kelasnya. Dan jangan lupakan rasa sakit yang dirasakannya.
"Aku akan mengantarmu sampai depan."
Keduanya berjalan keluar. Setelah sampai di depan rumahnya, Jaemin segera menghentikan taksi.
"Aku tak bisa mengantarmu ke rumah, Ayahku pulang sebentar lagi, aku akan menemuimu besok oke?"
Jeno hanya tersenyum, tak menggeleng maupun mengangguk. Jaemin menutup pintu taksi dan berbicara sebentar dengan sopir. setelahnya, taksi itu melaju meninggalkan Jaemin yang masih berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Hyung's | 𝘓𝘦𝘦 𝘑𝘦𝘯𝘰 ✔
FanfictionTak ada yang benar-benar lelaki bermata sipit itu inginkan selain senyum dari kakak sulungㅡ Lee Taeyong, untuknya. Dan jika kepergiannya dapat mengembalikan senyum sang kakak, maka lelaki itu akan berdoa setiap saat. Dia bilang, "jika aku pergi, to...