"Kenapa kamu pergi disaat aku baru saja membuat harapan untuk selalu bersamamu?"
–Sandara Adeline Maesaty.
–––––
Bosan.
Itulah yang dirasakan Dara saat ini.
Dara mengganti beberapa chanel TV, tetapi tak ada satu pun yang menarik di matanya. Gadis itu mendecak lalu mematikan televisi. Bibi sudah bolak-balik sejak tadi dan menawarinya makanan. Tapi Dara selalu menggeleng membuat bi Minah menghela napas dan menatap cemas putri dari majikannya itu.
"Non, makan ya? Dari pagi non belum makan loh. Non kan harus minum obat," ucap Bibi sambil di sisi ranjang Dara.
Dara menggeleng, ia menyalakan kembali televisi kemudian menatapnya tak minat.
"Non, ayo makan. Nanti bibi kena marah nyonya sama tuan."
"Biarin. Dara sakit juga mereka ga peduli. Papa sama Mama tetep di Spanyol. Mereka ga ada niatan buat jenguk Dara, Bi. Mereka ga sayang sama Dara. Mereka lebih memilih pekerjaan daripada anaknya sendiri."
Bi Minah terdiam, beliau bingung harus bagaimana. Ia takut salah bicara dan membuat Dara bertambah marah. Karena kalau gadis itu sedang emosi, bisa-bisa ia tak mau makan seharian.
"Mereka sayang kok sama Non. Mereka kan begitu juga buat Non. Buat penuhin kebutuhan Non Dara sama Den Varo. Mereka ga mau Non sama Aden kekurangan, makanya mereka begitu."
"Bulan lalu, Mama sama Papa baru aja ke Paris, dan mereka juga baru pulang beberapa minggu yang lalu. Terus sekarang mereka berangkat lagi ke Spanyol. Apa mereka ga betah tinggal sama Dara?"
Bibi terkejut sekaligus merasa kasihan. "Ngga, Non. Tuan dan Nyonya sama sekali ga pernah berpikir seperti itu. Udah, mending sekarang Non makan ya, bibi udah masakin empal kesukaan Non."
Dara mengangguk, ia menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang dan membenarkan selimutnya.
Bibi pun mulai menyuapinya. Di suapan pertama hingga ketiga ia menerimanya sambil terdiam. Pikirannya tiba-tiba mengarah ke masa kecilnya. Masa di mana ia tak pernah merasa kesepian.
"Lio belenti dulu. Eline capek."
Seorang gadis sedang belajar menaiki sepeda. Ia dibantu oleh anak lelaki yang senantiasa menjaga di sampingnya. Mereka saat ini telah sampai di taman dekat rumah mereka.
Setelah menaruh sepedanya, mereka pun duduk dibangku taman. Sore itu taman dipenuhi oleh anak-anak sepantar mereka yang juga sedang bermain. Ada yang bermain ayunan, kejar-kejaran, bermain bola ataupun permainan lainnya yang umum dimainkan oleh anak sepantar mereka."Lio bawa minum, Eline mau minum?" Anak lelaki berusia 7 tahun itu pun memberikan minum dari ranselnya pada anak perempuan yang duduk di sebelahnya.
Anak perempuan itu dengan senang hati menerimanya, ia langsung meminumnya dengan terburu-buru membuat Lio terkekeh. "Eline udah besar, bentar lagi tujuh tahun. Masa minumnya masih gitu."
Eline menyerahkan minumnya sambil tersenyum lebar tanpa dosa. Kemudian ia teringat bahwa sebentar lagi ia akan genap berusia 7 tahun. Ia pun berpikir untuk menanyakan hadiah apa yang akan diberikan sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandra
Teen FictionBerawal dari skenario yang tak sengaja diciptakan oleh Samudra, membuat Sandara harus terlibat dalam sebuah permainan yang kini mengubah hidupnya. Bukan hanya terlibat, ia pun harus mengalami banyak kejutan tak terduga. Takdir dan semesta yang selal...