Frustrasi adalah sebuah pengalaman hidup yang mungkin pernah dirasakan oleh setiap orang. Rasa ini muncul ketika tujuan kita terhalangi oleh sesuatu yang tidak mungkin dilawan atau dilampaui, padahal kita sudah sangat dekat mencapai tujuan. Kecewa, putus asa, dan marah, adalah hal yang wajar ketika orang mengalami rasa frustrasi semacam ini. Namun bagi mereka yang sudah mencapai kematangan pola pikir dan kedewasaan psikis, mudah baginya untuk mengatasi semua perasaan negatif yang muncul akibat frustrasi ini.
Tapi usia tidak menentukan apakah seseorang sudah cukup dewasa atau tidak. Bahkan Hu Shu yang sudah lewat setengah abad pun merasa sangat kesal dan kecewa ketika menyadari bahwa tujuannya terhalangi oleh sesuatu yang tidak bisa - atau setidaknya belum bisa - ia lampaui. Ia harus menyingkir sementara ke Taiwan sampai menanti saat yang tepat untuk menarik sang Naga, Liu Chenlong, untuk bergabung dengannya. Padahal sebelumnya ia berpikir, kalau seandainya ia bisa membinasakan Wei Yuwen dan Teratai Putih yang ia pimpin, mungkin jalan untuk mengumpulkan Shio yang tersisa akan lebih mudah.
Semenjak harus kabur dari markas Teratai Putih di Pudong kemarin, Hu Shu tidak banyak bicara. Ia masih menghubungi "informannya" yang ia percaya untuk mengurus segala sesuatu. Kali ini ia mempersiapkan identitas palsu untuk mereka berempat, agar bisa naik kereta ke Fuzhou dengan aman.
Mobil polisi yang mereka curi sudah ditenggelamkan Hu Shu ke sungai, sementara mereka berempat bersembunyi di sebuah bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan. Ketika yang lain masih tidur, Hu Shu segera membuka kotak besar di dalam tas ranselnya. Ternyata kotak itu berisi banyak peralatan make up dan riasan palsu, seperti rambut palsu, kumis, ataupun kacamata.
"Bangun. Kita harus bersiap. Siang ini kita akan berangkat."
Hu Shu segera membangunkan yang lain, kecuali Kwo-sai.
"Yu Yide, kau bisa mencukur rambut tidak?"tanya Hu Shu.
"Mencukur rambut sendiri aku tentu tidak bisa."
"Rambut orang lain, tolol..." Wang Ying langsung menimpali.
"Rambut siapa yang harus kucukur?"
"Rambutku, juga rambut Wang Ying."jawab Hu Shu.
"Aku??"Wang Ying menuding hidungnya sendiri sambil memasang wajah terkejut. "Aku harus dicukur gundul?"
"Benar. Kau tidak akan mudah dikenali kalau rambutmu dicukur habis. Aku juga. Sedangkan kau, Yu Yide, kau malah harus memakai rambut palsu."
Wang Ying dan Yu Yide tertawa tergelak. Ternyata mereka harus "bertukar kepala". Wang Ying yang berambut, meskipun tidak terlalu tebal ataupun panjang, harus dicukur gundul. Sebaliknya, Yu Yide yang gundul plontos malah memakai rambut palsu.
"Apa sebaiknya kakak Yu juga kau beri riasan wajah dan anting-anting, lalu mengenakan baju perempuan? Pasti akan lebih meyakinkan."kata Wang Ying mengolok-olok Yu Yide.
"Aku? Memakai baju perempuan? Bukankah kau bilang mau muntah setiap kali melihat wajahku. Apalagi kalau aku berdandan seperti perempuan?"
"Benar juga. Kau pasti akan langsung dikenali. Tapi aku yakin polisi tidak akan menangkapmu jika kau menyamar sebagai perempuan. Mereka terlalu jijik melihat wajahmu yang mengerikan. Hahaha..."
"Sudah. Kalian jangan bercanda terus. Yu Yide, cepat cukur rambutku. Ini pisaunya. Buat serapi mungkin."
Yu Yide mengangguk. "Akan kucoba."
"Lalu bagaimana dengan bocah ini?" Wang Ying menunjuk ke Kwo-sai yang masih tertidur pulas.
"Nah, karena ia masih kecil, lebih mudah untuk mendandaninya. Aku akan mendandaninya jadi anak perempuan."jawab Hu Shu.
Hu Shu memberikan gunting dan pisau cukur kepada Yu Yide. Pria botak itu segera melakukan seperti yang diperintahkan, yaitu mencukur habis kepala Hu Shu sampai tidak ada rambut yang tersisa. Kumis Hu Shu yang keabu-abuan itu pun ikut dicukur habis, sehingga setelah Yu selesai melakukan tugasnya, Hu Shu nampak sangat berbeda sekali. Ia lalu berkaca pada kaca di dalam kotak riasnya itu, dan merasa cukup puas dengan hasilnya.
"Bagus. Bagus sekali. Ternyata kau juga berbakat dengan tanganmu. Seandainya kau tidak jadi kuli, mungkin setelah kita semua selesai nanti kau bisa membuka kios cukurmu sendiri."kata Hu Shu memuji Yu Yide, sambil masih mengamati kedua sisi kepalanya yang sudah dicukur plontos.
"Coba aku bayangkan namanya: Kios Cukur Kerbau Botak. Datanglah, dan kau akan dibuat botak mengkilap."
"Kau banyak omong! Ayo, giliranmu sekarang!"Yu Yide langsung menghardik Wang Ying yang sedari tadi tidak bisa diam.
"Paman Hu, tidak bisakah aku mengenakan riasan lain? Apakah aku harus plontos seperti kerbau botak ini?"
Hu Shu menggeleng, "Ini riasan yang paling mudah. Nanti kau akan kupasangi kumis dan tato di lehermu, supaya nampak seperti gangster. Itu lebih baik daripada kau kudandani jadi perempuan, bukan?"
"Baik, baik... Apapun boleh asal aku jangan kau jadikan perempuan."
Wang Ying langsung duduk. Yu Yide melanjutkan pekerjaannya. Namun karena dasarnya kesal juga dengan orang yang banyak omong dan sering mengoloknya ini, sesekali ia menggerakkan guntingnya dengan sengaja, mengenai sedikit telinga Wang Ying atau menggores bagian kepalanya.
"Hei, hati-hatilah! Aku membayar mahal untuk ini! Kau bisa kutuntut ke polisi!"
Yu Yide diam saja. Ia hanya tersenyum melihat polah Wang Ying yang memang tidak bisa diam ini. Setelah seperempat jam, kepala Wang Ying pun "selesai", dan Wang Ying melihat dirinya di cermin.
"Tidak banyak bedanya. Mukaku masih mudah dikenali."kata Wang Ying ragu-ragu.
"Sabarlah." Hu Shu kemudian menghampiri Wang Ying. Ia memasangkan kumis palsu di bawah hidung anak muda itu, lalu mengambil alat tato sementara yang bisa dihapus, lalu mentato leher belakang Wang Ying. "Ini akan sakit sedikit. Tahanlah."
Hu Shu kemudian mentato leher Wang Ying dengan mesin tatonya itu.
"Kenapa kau tidak mentato kepalanya saja?" Kini ganti Yu Yide yang mengolok-oloknya.
"Maksudmu aku jadi biksu, begitu?"
"Iya. Mungkin dengan begitu kau akan insyaf dan tidak lagi genit atau mesum."Yu Yide menimpali.
Wang Ying tertawa mengejek, "Lihat siapa yang berbicara... Pelanggan setia Yule Yuyuan.."
Yu Yide terdiam ketika olok-oloknya dibalas. Ia memang tak pernah menang berdebat dengan Wang Ying.
"Kau diamlah, jangan banyak bergerak!" Lama-kelamaan Hu Shu jengkel juga dengan Wang Ying yang terlalu banyak omong.
Sementara itu Kwo-sai bangun dari tidurnya. Ketika ia bangun, ia melihat dua orang aneh di depannya.
"Paman Hu? Rambutmu...ke mana?"
"Kau sudah bangun rupanya. Setelah ini giliran paman Yu Yide, baru kemudian giliranmu. Setelah itu kita akan berangkat."jawab Hu Shu.
Wang Ying menoleh ke arah Kwo-sai. Ketika Kwo-sai melihat rambut Wang Ying habis dicukur plontos, ia pun tertawa terbahak-bahak.
"Hei, apanya yang lucu?"tanya Wang Ying.
"Paman Wang... Mukamu lucu...!" Kwo-sai masih tertawa terbahak-bahak melihat "kepala baru" Wang Ying.
"Tunggu sampai paman Hu mendandanimu jadi perempuan. Kita lihat siapa nanti yang tertawa."
"Apa? Jadi anak perempuan?"tanya Kwo-sai.
"Kau ini masih banyak omong saja! Tatonya tidak bisa bagus!"Hu Shu membentak lagi. Kali ini barulah Wang Ying diam.
Tato yang dibuat Hu Shu pun sudah jadi. Gambar seekor harimau. Hu Shu menunjukkannya dengan cermin kepada Wang Ying.
"Paman Hu... Tidak kusangka kau pandai juga melukis. Mungkin nanti kau bisa berkongsi dengan kerbau botak ini membuka toko kecantikan."kata Wang Ying.
"Dan kau jadi model dandanan perempuan. Itu mungkin akan bagus sekali. Toko kami pasti akan laku."Yu Yide menimpali.
"Sudah. Kau pun jangan banyak omong. Sekarang giliranmu."Hu Shu menyuruh Yu Yide untuk duduk, dan ia mulai mendandani pria botak itu.
Hu memasangkan rambut palsu dan juga kumis palsu pada Yu Yide. Dandanan yang sederhana, memang. Tetapi cukup membuat banyak perbedaan. Yu nampak sangat berbeda sekali.
"Wah... Kakak Yu, seandainya rambutmu benar-benar bisa sebanyak ini, gadis manapun yang kau suka pasti akan lengket denganmu."kata Wang Ying menggoda.
"Benarkah?"tanya Yu Yide.
"Tidak juga. Hahaha..."
"Dasar macan busuk..."
Lalu tiba giliran Kwo-sai. Karena ia masih kecil, mudah baginya untuk didandani jadi seorang anak perempuan. Tinggal pakai rambut palsu yang panjang, anting-anting palsu, dan sedikit pemerah pipi. Hu Shu sudah menyiapkan baju anak perempuan, dan ketika baju itu dipakaikan pada Kwo-sai, jadilah seorang anak perempuan lucu yang cantik. Ketika Hu Shu selesai mendandani Kwo-sai, ia pun menyuruh anak itu berdiri dan menunjukkan hasilnya pada kedua pamannya yang lain.
"Bagaimana hasilnya? Bagus bukan?"tanya Hu Shu.
Wang Ying dan Yu Yide langsung terpana. Mereka pun bersuit-suit, bersiul seperti pria hidung belang menggoda seorang gadis cantik.
"Wah, nona cantik! Kau cantik sekali... Mau tidak ikut paman jalan-jalan?"tanya Yu Yide menggoda.
"Jangan mau dengan paman yang ini. Badannya bau! Mulutnya juga bau! Kepalanya botak. Mending kau ikut paman Wang saja. Berapa nomor telponmu nona cantik...?"
Kwo-sai hanya bisa tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan dua orang pamannya ini.
"Nah, sekarang kita harus bersiap. Nanti saat di stasiun, kita akan berpencar agar tidak dikenali. Aku bersama dengan Guoshi, dan kalian, Yu Yide dan Wang Ying, kalian berpencar seorang-seorang. Aku sudah membuat kartu identitas palsu untuk kalian." Hu Shu lalu membagikan identitas palsu pada kedua orang itu. Yu Yide menjadi "Lu Shun", sementara Wang Ying menjadi "Wang Min". Hu Shu sendiri menjadi "Yang Qiwei", sedangkan Kwo-sai menjadi "Yang Meimei", anak perempuan "Yang Qiwei".
"Ingat. Jangan lupakan nama baru kalian. Kalau ada yang memanggil nama asli kalian, jangan sekali-kali menoleh. Ingat itu." Hu Shu mewanti-wanti mereka untuk berhati-hati.
Mereka bertiga mengangguk. Lalu Hu Shu membereskan peralatannya, dan mereka pun pergi dari situ menuju ke stasiun.
Sesuai yang diperintahkan oleh Hu Shu, Wang Ying dan Yu Yide berpencar. Mereka mencari antrian masing-masing dan membeli tiket kereta yang sama menuju ke Fujian. Kwo-sai digendong dengan cara duduk di atas bahu Hu Shu, sementara Hu Shu berpura-pura seperti ayah yang sedang membawa anak perempuannya berjalan-jalan. Mereka lalu membeli tiket dan berhasil lolos tanpa dicurigai.
Ketika kereta mereka akan berangkat, masing-masing dari mereka segera mendekat ke peron gerbong. Kondisi penuh sesak, dan banyak orang berdesak-desakan untuk duluan masuk. Tiba-tiba di saat itulah terdengar suara teriakan.
"Hai! Kau yang di sana itu! BerhentI!" Terdengar suara teriakan yang disusul oleh tiupan peluit.
Orang-orang menoleh ke arah suara itu. Ternyata sekelompok polisi meniup peluit mereka dan berlari ke arah kerumunan calon penumpang kereta itu. Mereka menuju ke arah "Wang Min", yaitu Wang Ying yang sedang menyamar.
"Hei! Kau berhenti!"
Wang Ying bersiap-siap untuk lari. Namun ia menahan diri untuk tidak melakukannya, dan berlagak sama seperti penumpang yang lain, sambil menundukkan kepalanya mencoba menyembunyikan wajahnya. Namun polisi-polisi itu semakin mendekat dan sebentar lagi, mereka pasti akan menangkapnya. Baiklah, kata Wang Ying dalam hati, kalau seandainya aku tertangkap, setidaknya yang lain bisa lolos. Tidak apalah aku mendekam di penjara lagi. Mungkin aku akan dipulangkan ke Beijing dan bisa bertemu dengan anak-istriku lagi.
Namun jantungnya berdetak sangat kencang. Polisi itu segera mendekat, dan mereka langsung menuju ke arah Wang Ying.
"Hai kau! Kau pikir bisa lolos?!" Salah seorang polisi itu membentak.
Ternyata orang di depan Wang Ying yang mereka cari. Segera pria itu ditarik keluar oleh polisi tadi.
"Pak, apa salahku?"tanya orang itu.
"Kau pikir kami tidak melihatmu menerobos pintu masuk? Kau tidak punya tiket, bukan? Ayo ikut kami ke kantor!"
Orang itu pun dibawa keluar. Wang Ying langsung bernafas lega, namun ia tidak bisa menyembunyikan keringatnya yang sudah mengucur deras dari dahinya yang sudah plontos itu. Ia pun segera menyeka kepalanya dengan tangannya, lalu segera naik ke gerbong keretanya. Ketiga temannya yang lain pun sudah naik ke gerbong masing-masing, dan kereta mereka segera berangkat ke Fuzhou.
Butuh waktu 6,5 jam untuk mereka sampai di Fuzhou, ibukota provinsi Fujian. Mereka sampai saat malam sudah hampir tiba, namun langit masih cukup terang. Setelah keluar dari stasiun, Hu Shu pun mengumpulkan mereka berempat lagi.
"Baguslah kita bisa lolos. Sekarang tinggal mencari cara untuk menyeberang. Kita harus menyeberang sebelum tanggal 1."
"Mengapa begitu?"tanya Wang Ying.
"Aku dengar dari informanku, si Naga akan menuju ke Taiwan pada tanggal 1. Ia diperintahkan oleh Wei Yuwen untuk membuat topan badai untuk menenggelamkan kapal-kapal barang yang akan melintasi selat Taiwan. Kita harus mencegahnya."
"Tapi tanggal 1 kan Hari Nasional?"tanya Yu Yide.
"Ah kau ini, bodoh sekali. Orang Taiwan kan tidak merayakan Hari Nasional...!"kata Wang Ying.
Yu Yide mengangguk-angguk.
"Sudah. Kita harus mencari tempat menginap untuk malam ini. Besok kita akan menyeberang, karena lusa sudah tanggal 1 Oktober."
..........................
Ternyata Inspektur Lee tidak mau membiarkan buronannya lepas begitu saja. Kini ia mendapatkan dukungan penuh dari pihak kepolisian dan militer Tiongkok dan setelah anggota mereka ikut tewas dalam insiden di Shanghai kemarin itu. Ketika ada laporan bahwa buronannya sudah kabur ke Fujian, Lee segera berangkat dengan pesawat ke Fuzhou, dan berkoordinasi dengan pihak otoritas pemerintah di sana.
Tetapi jaringan informasi yang dimiliki Hu Shu tidak kalah kuatnya. Ia segera mengetahui bahwa pelarian mereka ke Fuzhou sudah terendus oleh aparat. Mereka harus segera pergi ke Xiamen di bagian selatan provinsi Fujian, satu-satunya gerbang masuk lewat laut menuju pulau Kinmen yang berada di bawah yurisdiksi Taiwan. Dari sana, barulah mereka bisa masuk ke pulau Taiwan.
"Paman Hu, apakah selamanya kita akan terus berlari seperti ini? Aku sudah lelah dan bosan hidup seperti ini terus..." Wang Ying mengeluh pada Hu Shu. Mereka berempat sudah menumpang bus menuju ke Xiamen dari Fuzhou. Yu Yide dan Kwo-sai sudah tertidur di atas kursi mereka masing-masing.
"Ini tidak akan terjadi kalau kita menghabisi Wei Yuwen di Shanghai tempo hari."Hu Shu menjawab dengan datar sambil tetap memandang ke depan. Kedua tangannya berpegangan pada kursi penumpang di depannya.
"Ah, lagi-lagi hal itu. Baiklah, kami memang pengecut, melepaskan Wei Yuwen di Shanghai waktu itu. Tapi apakah setelah membunuhnya, maka kita bisa hidup dengan bebas seperti dulu lagi dan tidak perlu hidup dikejar-kejar seperti ini?"
"Setidaknya, kita bisa dengan mudah mengumpulkan shio yang lainnya. Bukankah Wei Yuwen juga yang menjebak kita dengan melibatkan polisi dan tentara?"
"Itu benar... Akibatnya banyak orang yang tewas, dan semuanya karena aku. Hhh, semoga si Naga itu mau sadar dan bergabung dengan kita. Seandainya sejak awal ia tidak bergabung dengan Teratai Putih, tidak akan begini jadinya."
"Apa boleh buat. Wei Yuwen punya banyak akal untuk menghalangi usaha kita. Yang penting, kita tidak boleh kalah darinya. Sekarang istirahatlah saja. Masih ada 2 jam sebelum kita sampai di Xiamen. Dari sana kita harus segera menyeberang. Waktu kita tidak banyak."
"Tapi paman Hu, aku masih penasaran. Kalau seandainya rahasia tentang ke-12 shio itu memang diwariskan oleh mendiang gurumu padamu, bagaimana mungkin Teratai Putih bisa mendapatkannya? Dan bagaimana mereka bisa selalu bisa menemukan orang yang mereka cari?"
Hu Shu hanya tersenyum kecut sambil menghela nafas panjang. "Ceritanya panjang sekali. Lain waktu akan kuceritakan. Saat ini aku masih lelah."
Wang Ying pun tidak bertanya lagi. Ia kembali bersandar ke kursinya dan mencoba beristirahat. Tidak hanya badannya yang lelah, tetapi seperti yang barusan ia katakan, ia merasa hidupnya pun lelah, terus berada dalam pelarian tanpa ada ujungnya seperti ini. Apa boleh buat, ia dan teman-temannya kini adalah buronan negara, dan mereka harus selalu berpindah-pindah agar tidak tertangkap.
Tidak sampai 2 jam kemudian, mereka sampai di Xiamen. Hu Shu tak mau membuang waktu, karena hari sudah beranjak siang. Mereka harus segera menumpang kapal ke Kinmen. Memang pada saat menjelang Hari Nasional seperti ini, banyak orang Tiongkok yang melancong ke Taiwan, memanfaatkan keterbukaan hubungan antara kedua wilayah yang sebelumnya selalu berseteru itu. Orang-orang Taiwan yang dulunya veteran perang sipil di akhir tahun 40-an pun juga memanfaatkan keterbukaan itu untuk mengunjungi kampung halaman mereka dulu di Tiongkok daratan.
Untungnya kartu identitas palsu, termasuk izin berkunjung ke Taiwan yang sudah disiapkan oleh Hu Shu, bisa dipakai untuk meloloskan diri masuk melewati pemeriksaan petugas. Tetapi begitu mereka lewat gerbang pemeriksaan, terdengar suara teriakan dari belakang mereka.
"Hentikan mereka!" Teriak suara itu.
Hu Shu menoleh. Lagi-lagi inspektur polisi yang mengejarnya di Hangzhou waktu itu, inspektur polisi yang sama yang ia kira adalah Wei Yuwen saat ia masuk ke kantor Teratai Putih di Shanghai.
"Lagi-lagi orang ini. Ayo cepat naik ke kapal!" Hu Shu menyuruh semuanya segera naik ke kapal.
Inspektur Lee memang sudah mencapai pelabuhan Xiamen. Tetapi ia terlambat, karena Hu Shu dan yang lainnya sudah melewati pos pemeriksaan, sementara ia sendiri dicegat oleh petugas pos itu.
"Aku polisi. Biarkan kami masuk." Lee menunjukkan lencananya.
Petugas itu segera mencegah Lee lewat begitu melihat lencana yang ditunjukkan itu adalah lencana Polisi Hongkong. "Maaf, ini bukan Hongkong. Kalau kau tidak punya surat dari polisi Xiamen, kau tidak bisa melewati pos ini."
"Kau membiarkan buronan lewat!"
"Buronan yang mana? Kami tidak mendapatkan informasi apapun."
Lee sangat kesal. Ia mencoba melintas saja, tapi tetap dihalang-halangi oleh petugas yang lain. Akhirnya ia hanya bisa menahan emosinya, terlebih ketika Hu Shu yang sedang menaiki tangga naik ke atas kapal sengaja melambaikan tangan ke arahnya, seperti mengejeknya dari kejauhan. Tak lama kemudian kapal itu pun berangkat. Ingin rasanya Lee menggunakan kekuatannya untuk berpindah tempat melewati pos pemeriksaan itu dan mengejar Hu naik ke kapal, tetapi terlalu banyak orang di sana.
"Ia masih mengejar. Aku harus mengakui kegigihannya."kata Hu Shu pada yang lainnya. Mereka berempat sudah duduk di atas kursinya masing-masing di atas kapal.
"Apakah ia juga akan mengejar kita ke Taiwan?"tanya Yu Yide.
"Itu pasti. Tetapi tidak akan semudah sebelumnya. Ia harus mendapatkan izin dari pemerintah Taiwan dulu. Begitu ia mendapat izinnya, entah di mana kita berada. Ia harus mencari lagi. Lama-lama aku kasihan juga dengannya."
"Kakak Hu, ombak ini cukup besar. Jangan-jangan si Naga sudah mulai beraksi..."
"Tidak, Yu Yide. Ia baru akan beraksi besok. Kita harus sudah sampai di Taipei sebelum ia melakukan aksinya. Aku sudah mendapatkan alamat hotelnya dan kita akan mengejarnya sampai ke sana."
Dalam hatinya, Wang Ying semakin penasaran. Ia penasaran bagaimana caranya Hu Shu bisa selalu mendapatkan informasi penting seperti itu. Dengan otaknya yang cukup cerdas, ia tidak habis pikir bagaimana caranya Hu Shu bisa melakukan semuanya itu. Apakah semuanya ia kendalikan lewat laptop nya itu? Lalu bagaimana pula caranya Hu Shu bisa mendapatkan identitas palsu untuk mereka? Kartu identitas palsu ini sangat mirip dengan aslinya, bahkan ia tidak bisa membedakannya dengan yang asli. Apakah Hu Shu benar-benar bekerja untuk pemerintah? Kalaupun benar, mengapa pemerintah malahan mengejar-ngejar mereka? Wang Ying sampai pusing sendiri memikirkannya.
Sudahlah, aku tidak mau berpikir banyak-banyak, kata Wang Ying dalam hati. Ia masih lelah setelah perjalanan panjang sejak dari Hangzhou, lanjut ke Shanghai, belum lagi ia menangkisi peluru di kota itu, kemudian harus langsung lari ke Fuzhou, terus ke Xiamen, dan sekarang ia menumpang kapal ke Taiwan. Ia akan tidur-tiduran saja sampai kapal mereka sampai di Taiwan.
Kalau dipikir-pikir, Wang Ying sudah mondar-mandir sangat jauh sekali. Dari pertemuan pertamanya dengan Hu Shu dan Yu Yide di Beijing, ia kemudian diajak ke Hongkong di mana mereka menemukan Kwo-sai kecil. Dari Hongkong, mereka langsung ke Hangzhou. Di kota itu, ia sempat beristirahat dan menikmati "hidup normal" selama tiga bulan, sebelum akhirnya ia dipanggil ke Shanghai, dan sampai saat sekarang ini di atas kapal yang akan membawanya ke Taiwan ini, ia harus kembali ke hidupnya sebagai buronan. Lebih buruk lagi, karena ia sudah menewaskan banyak polisi dan tentara, kini pemerintah Tiongkok memburunya.
"Paman Hu, dengan status kita yang jadi buronan seperti ini, apakah kita bisa kembali ke Tiongkok daratan lagi?" Wang Ying yang penasaran memberanikan diri bertanya.
"Jangan khawatir."Hu Shu menjawab dengan santai, "Setelah kita mendapatkan shio Ular, gerakan kita akan lebih leluasa."
"Shio Ular? Mengapa begitu?"
"Apakah kau lupa? Shio Ular punya kemampuan untuk mempengaruhi pikiran seseorang lewat tatapan matanya, atau dengan kata lain, hipnotis. Ia akan dengan mudah mempengaruhi pikiran petugas pemeriksaan, penjaga loket, ataupun polisi yang mengejar kita, sehingga kita bisa lolos ke mana pun dengan mudah."
"Berarti kita masih harus berlari-larian seperti ini..."kata Wang Ying dengan nada yang hampir putus asa.
"Tenanglah. Aku punya firasat bahwa pencarian shio Ular nanti akan lebih menyenangkan."
"Sebaiknya begitu. Kalau shio Naga ini tetap tidak mau ikut dengan kita, entah apa yang akan kulakukan padanya. Ia sudah sangat merepotkan!"kata Wang Ying dengan geram.
Memang benar. Dari keempat shio yang sudah ia temukan, shio Naga inilah yang sejauh ini paling menguras tenaga, dan sampai sekarang masih belum ada hasilnya.
Sesampainya di Kinmen, mereka segera berganti kapal dan melanjutkan perjalanan mereka ke Taiwan. Pelayaran kali ini harus ditempuh dalam waktu 6 jam, dan ombak sepertinya mulai tidak bersahabat. Kwo-sai sudah muntah-muntah dari tadi, dan wajah Yu Yide sudah mulai pucat, dan agaknya ia akan segera menyusul Kwo-sai mengosongkan isi perutnya.
"Kau tidak apa-apa, Yu Yide?"tanya Hu Shu.
Yu Yide hanya menggelengkan kepala dan tidak bersuara. Ia masih mencoba mengendalikan isi perutnya yang mulai bergejolak.
"Cuaca sangat buruk. Si Naga akan dengan mudah membuat badai dalam cuaca seperti ini."kata Hu Shu pada yang lain.
Hu Shu kemudian menaruh telapak tangannya di atas ubun-ubun Yu Yide, lalu ia membaca mantra. Yu Yide merasa kepalanya menjadi hangat, dan segeralah rasa mualnya berangsur-angsur menghilang. Ia kemudian menjadi sangat nyaman dan santai, lalu memejamkan mata dan tertidur.
"Kedua orang ini memang cocok."kata Wang Ying, "Ke mana-mana selalu tertidur."
"Kau sendiri, tidak merasa mual?"tanya Hu Shu.
Wang Ying menggeleng. "Sama sekali tidak."
Enam jam mereka lalui di atas kapal yang terus dipermainkan ombak itu. Akhirnya mereka sampai di pelabuhan Taichung. Hu Shu pun membawa yang lainnya untuk mencari penginapan untuk malam itu, karena keesokan harinya mereka harus segera pergi ke Taipei untuk mengejar si Naga. Yu Yide dan yang lainnya nampak sangat bahagia sekali ketika menemukan kasur, dan mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan malam itu untuk beristirahat.
Keesokan harinya, Hu Shu membawa mereka lagi turun ke jalan. Menumpang bus, mereka sampai di Taipei dalam waktu 2 jam. Waktu sudah menunjukkan lewat pukul 10, dan Hu Shu segera mencari taksi untuk membawanya menuju hotel yang ditinggali oleh Liu Chenlong.
"Paman Hu, kali ini apa rencanamu?"tanya Wang Ying.
"Kali ini aku tak punya pilihan lain selain menculiknya secara paksa. Aku akan menutup semua cakranya, sehingga ia akan tidak sadarkan diri. Setelah itu, baru kita bawa dia ke tempat yang aman."
"Semoga kali ini berhasil..."
Mudah bagi mereka untuk menemukan hotel yang dituju, karena hotel mewah Sheraton Grand Taipei Hotel itu letaknya persis di seberang Kantor Badan Eksekutif Taiwan di jalan Zhongzheng. Dengan harga kamar paling murah hampir 6 ribu dolar Taiwan per malam, tidak sembarang orang yang bisa menginap di sana. Lagi-lagi, Hu Shu dan yang lainnya menyelinap lewat lift barang, cara termudah untuk bisa ke lantai yang mereka tuju.
Sampailah mereka di lantai kamar Deluxe yang ditempati oleh Liu Chenlong. Namun begitu mereka sampai di lorong, Liu dan pengawal-pengawalnya sudah masuk ke lift utama dan turun ke bawah. Liu bisa melihat orang-orang yang dulu mengejarnya di Shanghai itu.
"Cepat, kembali ke lift barang!" Hu Shu langsung menyuruh semuanya kembali.
Sementara itu, di dalam liftnya, Liu tidak bisa menyembunyikan kekagetannya.
"Mereka, mereka yang mengejarku waktu itu di Shanghai!"kata Liu pada pengawal-pengawalnya.
"Apa kami bunuh saja mereka?"
"Jangan! Kata bos Wei, salah satu dari mereka punya kekuatan menangkap peluru dan membunuh siapa pun yang coba membunuhnya. Lebih baik kita segera berangkat ke pesawat. Kita buat cuacanya segera!"
Untung bagi Liu, liftnya tiba di lobi lebih dahulu, karena Hu dan yang lainnya harus menunggu lift barang yang terlanjur naik ke atas untuk kembali ke lantai di mana mereka berada. Begitu lift barang sampai, Hu segera memencetnya agar sampai ke lobi. Namun masih saja ada gangguan di sepanjang jalan. Lift mereka berhenti di beberapa lantai karena pegawai hotel yang membawa barang ikut masuk ke dalam lift itu. Ketika sampai di lobi, Hu melihat Liu sudah masuk ke mobilnya dan bergegas pergi.
"Cepat, jangan sampai kita kehilangan mereka!"
Hu dan yang lainnya langsung menumpang taksi, dan mengejar mobil yang ditumpangi oleh Liu. Mereka terus berkejar-kejaran sampai akhirnya mereka sampai ke lapangan udara. Liu dan yang lainnya segera lari ke arah pesawat mereka. Taksi yang mereka tumpangi hanya bisa berhenti di luar area lapangan udara itu, dan Hu Shu segera menyuruh semuanya untuk lari mengejar.
Namun terlambat. Liu dan orang-orangnya sudah keburu naik ke atas pesawat jet pribadi itu dan lepas landas.
"Guoshi! Apakah kau bisa menarik kembali pesawat itu? Atau setidaknya mematikan mesinnya?"
Kwo-sai menggeleng mendengar permintaan Hu Shu. "Tidak bisa, paman. Pesawat itu terlalu jauh."
Dan begitu pesawat itu membumbung tinggi dan menjadi titik kecil di angkasa lalu menghilang dari pandangan mereka, segeralah cuaca berubah menjadi mendung.
"Celaka. Ia sudah memulai aksinya. Ayo kita segera kembali! Akan ada badai yang sangat besar!"
Mereka pun lalu kembali ke taksi mereka, dan kembali ke pusat kota. Di belakang mereka, awan hitam semakin bertambah pekat dan angin pun mulai bertiup kencang.
"Kakak Hu, apa yang harus kita lakukan?"
"Badai ini akan sangat besar dan berbahaya jika kita tetap tinggal di sini. Lebih baik kita ke pesisir barat yang lebih aman. Kita harus kembali ke Taichung."
Dan perkiraan Hu Shu tidak meleset. Liu Chenlong tengah membangkitkan badai yang sangat besar, salah satu badai terbesar dalam sejarah meteorologi Taiwan, yaitu Topan Krosa yang dikategorikan sebagai topan kategori 4 [kategori 5 adalah yang terbesar]. Topan ini muncul sejak tanggal 1 Oktober dan berlangsung sampai tanggal 6.
Selama 6 hari terjadinya topan ini, daerah Taipei dan sekitarnya mengalami angin hebat dan hujan yang sangat deras, sampai kota ini sempat terendam banjir. Kecepatan angin pada saat topan mencapai mencapai 195 km/jam selama 10 menit puncaknya di tanggal 5 Oktober, dan angin badai serta cuaca buruk bahkan terasa juga sampai ke Shanghai dan Hangzhou di utara. Sekitar 730 ribu orang yang tinggal di pesisir pantai daerah provinsi Fujian dan Zhejiang di Tiongkok harus diungsikan dari tempat tinggal mereka. Lima kapal barang yang melewati perairan itu terhempas dan kandas.
Hu Shu dan yang lainnya hanya bisa mengamati cuaca buruk itu dari penginapan mereka di Taichung.
"Ternyata kekuatan si Naga sebesar ini."ujar Yu Yide dengan ngeri.
"Shio Naga sejak dulu adalah titisan Raja Naga Laut Timur yang memang ditugaskan oleh Kaisar Giok untuk mengendalikan cuaca, memanggil badai, dan menurunkan hujan."
"Lalu apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan terus mengejarnya seperti ini?"tanya Wang Ying yang mulai pesimis dengan keberhasilan misi mereka.
Hu Shu hanya bisa menghela nafas.
"Kita harus melakukan perubahan rencana."
"Apa yang kau rencanakan, kakak Hu?"tanya Yu Yide.
"Kita harus merelakannya untuk sementara waktu."
"Maksudmu?"tanya Wang Ying.
"Ya. Kita harus membiarkannya bergabung dengan Teratai Putih. Nanti jika kita sudah mendapatkan shio Ular, kita bisa menghipnotisnya untuk bergabung dengan kita. Untuk sementara ini, biarlah Teratai Putih bersenang-senang dulu mendapatkan shio Naga."
Hu Shu berdiri dari kursi duduknya dan memandang ke jendela, ke arah langit yang masih tidak bersahabat itu. Cuaca sangat buruk, angin terus bertiup kencang dan hujan deras tak henti-hentinya menghantam kaca jendela ruangan mereka. Beberapa bagian di penginapan mereka yang murah itu sudah mulai bocor, dan mereka bisa mendengar titik air menghantam panci dan ember yang disiapkan untuk menampung tetesan hujan yang menemukan jalannya menggenangi lantai penginapan mereka itu.
"Bukankah katamu, seorang jenderal yang baik tahu kapan harus mundur? Inilah saatnya untuk mundur."kata Hu Shu pada Wang Ying. Wang Ying pun tersenyum mendengar Hu Shu mengulang kata-kata yang dulu pernah ia ucapkan di Shanghai, saat mereka juga harus mundur dan menyelamatkan diri.
Hu Shu sudah lebih tenang sekarang. Ia bisa menerima kenyataan bahwa belum tiba saatnya untuk menarik si Naga untuk bergabung dengan mereka. Kalau ia memaksakan diri, mereka hanya akan buang-buang waktu dan tenaga, sementara tujuan mereka malah semakin jauh dari kata tercapai.
"Lalu, paman Hu, apa rencanamu sekarang?"
"Kita hanya bisa menunggu di sini sampai badai tenang. Ketika badai ini sudah berhenti mengamuk, barulah kita bisa melakukan hal selanjutnya."
"Kita tidak kembali ke Shanghai lagi, bukan?"tanya Yu Yide.
Hu Shu hanya tersenyum. "Tenanglah. Sepertinya kita akan pergi ke tempat yang lebih hangat."
........
Akhirnya, setelah seminggu berlindung dari ganasnya badai yang menghantam Laut Timur, Hu Shu dan yang lainnya berkemas-kemas untuk pergi ke tempat mereka selanjutnya.
"Malam tadi aku sudah mendapatkan gambaran, ke mana kita akan pergi selanjutnya."
"Oh ya? Coba aku menebaknya."kata Wang Ying dengan antusias.
"Begitukah? Cobalah kalau begitu. Aku melihat ada sebuah kota besar di pinggir sungai dan banyak pohon mangga. Ada banyak kuil Buddha di sana."
"Tunggu sebentar. Katamu, tempat yang akan kita datangi ini akan lebih hangat. Mmm... Hainan? "tanya Yu Yide.
Wang Ying tertawa. "Kau memang hanya tahu Hainan dan Hangzhou, tempat wanita-wanita cantik berkumpul."
"Kalau begitu, tebaklah. Jangan asal mencemoohku saja."
"Hmm.. Buah mangga itu mirip bunyinya dengan Bangkok. Itu yang aku tahu."
Hu Shu menepuk bahu Wang Ying.
"Kau memang cerdas. Kita akan ke Bangkok."
"Benarkah?" Mata Yu Yide langsung merona.
"Kau mau cari ladyboy di sana?" Wang Ying langsung menodong begitu melihat mata kerbau besar itu berbinar.
"Enak saja..! Aku masih normal."
"Ladyboy itu apa..?" tanya Kwo-sai polos.
Wang Ying hanya bisa tertawa tergelak.
"Nah macan tengik, kau harus bertanggung jawab menjelaskan pada anak ini."
Hu Shu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang sudah plontos itu. Ia hanya bisa berharap, mereka berempat akan tetap akur seperti ini, mengingat mereka sudah kalah satu poin dari kelompok Teratai Putih. Perjalanan mereka kini tidak akan lebih mudah, namun Hu Shu yakin bahwa begitu si Ular mau bergabung dengan mereka, pekerjaan mengumpulkan semua shio yang lain akan lebih mudah. Atau setidaknya mereka bisa "liburan" di Bangkok selama musim dingin tahun ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 (降世之十二生肖) - Buku 1 : Angin Berputar 第一册:狂暴的旋风
FanfictionDahulu kala di Tiongkok, dua belas Shio turun ke dunia dan dilahirkan menjadi manusia dengan kekuatan istimewa. Kerbau yang perkasa, Macan yang tak terkalahkan, Kelinci yang kecil namun mampu menggerakkan berbagai benda tanpa menyentuhnya, ataupun N...