Su Yinghua.
Liu tidak tahu, kalau Su Yinghua sebenarnya sengaja dikirim oleh Teratai Putih untuk mendekati dan memikatnya. Marga Su. Apakah mengingatkan kita pada seseorang? Su Yan, alias Bai Huli. Su Yinghua adalah anaknya, yang mewarisi kecantikannya sebagai seorang bekas aktris panggung teater. Tapi Liu tidak menyadari jebakan ini. Tiap hari ia terus dimabuk asmara dengan pacar barunya itu, yang ia kira sebagai sekedar seorang gadis lugu tak berdosa yang tidak sengaja bertemu dengannya.
Liu terus menjalani kehidupannya seperti biasa. Bahkan ia berulang-ulang menyebut Su Yinghua saat mengudara, menyebutnya sebagai "Bunga Plum Kecilku". Sementara itu, Inspektur Lee pun terus menunggu Hu Shu muncul. Tapi buruannya ini tidak segera muncul juga, sehingga ia pun menemui kebuntuan. Atasannya tidak bisa membiarkan ia berlama-lama di Hangzhou tanpa hasil apapun, dan akhirnya ia pun diperintahkan pulang. Meskipun ia berkeras untuk tinggal dengan dalih bahwa ia sudah menemukan buronannya, toh ia tetap pulang juga setelah dipaksa.
"Kakak Liu, minggu depan aku libur." Su Yinghua dari belakang memeluk tubuh kekasihnya yang sedang menonton televisi dari atas sofa di ruang tengah apartemen mereka.
"Lalu, apa yang kau inginkan? Kau mau mengajakku ke mana?"
"Maukah kau menemaniku pulang ke Shanghai? Aku ingin mengenalkanmu pada keluargaku. Pada paman dan ibuku."
Celaka. Secepat ini ia mengajakku bertemu keluarganya? Apakah ia akan memaksaku segera menikahinya? Liu pun agak gelagapan, namun ia berusaha mengatur kata-katanya agar bisa memberikan alasan yang bisa diterima.
"Hmmm... Aku tidak punya jadwal libur."
"Bukankah hari Minggu kakak tidak ada siaran? Kumohon.... Mau ya...." Su Yinghua pun merengek-rengek.
Senjata yang ampuh juga. Apalagi sepasang mata yang berbinar itu seperti membius Liu Chenlong seperti mantra hipnotis yang sangat ampuh. Kata-kata rengekan yang diucapkan dengan manis dan manja itu seakan masuk langsung ke hati Liu dan meluluhkannya, melumerkannya bagi salju pertama yang cair ketika musim semi tiba. Tidak salah memang kalau gadis ini bernama Yinghua, seperti bunga plum yang mekarnya menandai lumernya salju musim dingin dan merekahnya matahari musim semi.
"Baiklah... Baiklah... Kau paling tahu kalau aku tidak pernah bisa menolak kata-katamu yang manis itu."
Gadis itu pun mencium bibir Liu dengan sangat hangat. Baiklah, aku harus mengatur strategi supaya mereka tidak bisa memaksaku untuk menikahinya dalam waktu dekat, kata Liu dalam hati.
Tapi memang bukan itu yang diinginkan oleh Su Yinghua. Setelah "buruannya" ini berhasil ia tangkap, ia harus membawanya untuk menemui orang yang mengutusnya, bos besar Sekte Teratai Putih yang sudah disamarkan menjadi sebuah perusahaan raksasa. Akhirnya hari yang dimaksudkan pun tiba, dan keduanya menumpang kereta api cepat dari Hangzhou ke Shanghai, yang hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk tiba.
Alangkah kagetnya Liu saat tiba di stasiun kereta Shanghai. Dua orang berjas hitam dan berdasi, dengan kacamata hitam dan earphone sebelah yang menggantung di telinga kanan mereka, datang menyambut mereka. Wajah mereka sangat serius dan tidak berbasa-basi.
"Nona Su, kami diperintahkan untuk menjemputmu."
"Mereka pasti suruhan paman. Ayo kakak Liu, kita pergi menemuinya."
Dengan manja Su menggandeng tangan Liu yang tak bisa menolak lagi. Ia pun menurut saja ketika sebuah mobil sedan hitam menjemput mereka dan membawa mereka ke tengah kota. Mereka pun dibawa ke sebuah daerah yang terkenal dengan bangunan-bangunannya yang tinggi menjulang, yaitu distrik Pudong di seberang sungai Pujiang yang terkenal dengan kawasan The Bund nya itu. Kawasan itu sudah disulap dari tadinya hanya daerah tak bertuan yang kosong, menjadi kawasan gedung perkantoran dengan Menara Mutiara-nya yang ikonik itu. Sepanjang jalan, Liu mencoba memikirkan kata-kata apa yang bisa ia jadikan sebagai alasannya untuk tidak segera menikahi gadis ini. Bahkan seorang pria hidung belang macam dirinya pun bisa kehabisan akal jika tiba-tiba ditodong untuk menikah, apalagi kalau keluarga gadis ini benar-benar kaya raya, mereka bisa menggunakan cara apa saja untuk memaksanya.
Sampailah mereka ke sebuah gedung tinggi, gedung yang diberi nama "White Lotus Pagoda". Arsitekturnya pun mirip dengan sebuah pagoda, dengan dinding-dinding kaca yang dibuat melengkung menyerupai atap pagoda. Ketika sampai, mereka tidak perlu membuka pintu mobil mereka sendiri, karena sudah ada bell boy yang menyambut dan membukakan pintu.
"Nona Su, selamat datang." Sapa penyambut mereka dengan sangat ramah. "Ini pasti tuan Liu yang tampan. Tuan Liu, selamat datang."
Liu pun dengan canggung menyalami pria penyambut mereka itu. Lalu pria itu pun mengarahkan mereka ke dalam, ke arah lift yang sudah dibukakan untuk mereka.
"Kau tidak pernah bilang kalau keluargamu sekaya ini." Liu berbisik pelan ke telinga Su Yinghua. Gadis itu hanya tersenyum simpul dan mengedipkan mata dengan genit.
Tanpa ia sadari, jantung Liu berdetak sangat kencang. Ia sangat gugup. Ini kali pertama pacarnya mengajaknya menemui keluarga mereka. Sebelumnya, ia selalu punya alasan untuk menolak jika pacar-pacarnya yang dahulu melakukan hal yang serupa, karena Liu paham benar apa artinya jika ia sudah bertemu dengan keluarga dari pacarnya, yaitu tak lama lagi mereka akan dinikahkan.
Belum reda rasa gugupnya, lift mereka pun sampai ke lantai 52, lantai tertinggi gedung itu. Itu berarti mereka sampai di puncak gedung, yang biasanya khusus disediakan untuk pimpinan top perusahaan atau orang yang penting. Dengan jantung yang masih berdebar-debar, Liu pun menurut saja ketika Su Yinghua yang sepertinya sudah sangat mengenal setiap detil gedung itu, menarik tangannya ke sebuah ruangan dengan pintu kayu yang sangat besar.
"Itu ruangan pamanku. Ayo kita masuk. Ia pasti sudah menunggu kita di dalam."
Pintu kayu yang sangat besar itu dibukakan untuk mereka, dan mereka berdua pun masuk ke dalam. Di dalam, nampak kursi eksekutif, kursi kantor yang bisa berputar itu, kursi yang bantalan duduknya sangat tebal dan empuk, tengah membelakangi mereka. Di samping kursi itu ada dua orang pria berjas hitam dan berdasi, lagi-lagi mengenakan kacamata hitam dan earphone sebelah, berdiri dengan raut muka yang datar seperti patung pajangan saja.
"Yinghua. Kalian sudah sampai." Terdengar suara dari orang yang duduk membelakangi mereka itu.
Ketika Liu dan pacarnya sudah masuk ke dalam, pintu kayu itu pun ditutup. Liu berusaha mengatur sikapnya agar nampak sopan dan elegan, karena ia yakin kalau di hadapannya ini pasti bukan orang sembarangan.
Kursi eksekutif itu pun berputar, dan nampaklah seorang pria paruh baya, dengan baju zhongshan berwarna putih duduk di atas kursi itu. Kepalanya sengaja dicukur botak, namun tak ada sebutir pun keringat di atas kulit kepala yang mulus plontos itu. Raut wajah pria itu pun seolah tak pernah berhenti tersenyum, namun hanya sedikit kerutan yang ada di wajahnya.
"Paman." Liu pun membungkuk dengan sopan untuk menyapa.
"Tuan Liu, aku sudah menunggumu sejak lama."
"Maafkan aku baru bisa berkunjung. Pekerjaan siaran membuatku agak sibuk, dan..."
Belum selesai Liu berbasa-basi, pria itu tertawa. "Yinghua, dan yang lainnya, tinggalkan kami."
Su Yinghua dan yang lainnya mengangguk dengan patuh, lalu meninggalkan Liu berdua saja dengan pria itu. Liu semakin gelagapan ketika pacarnya meninggalkan ruangan itu, namun masih tersenyum simpul sambil melangkah keluar dan menutup pintu.
"Tuan Liu. Apakah kau merokok?"
"Mm.. Tidak, paman. Terimakasih. Aku tidak merokok."
"Duduklah. Kau sepertinya sangat tegang sekali."
Lalu Liu pun duduk di kursi sofa di depan meja itu. Pria itu pun berdiri, lalu berjalan ke samping mejanya. Di sebelah meja kerjanya, meja kayu yang kokoh dan diukir sangat indah seperti meja pengadilan Tiongkok yang cukup panjang itu, ada sebuah meja kotak yang lebih kecil di mana ada kotak cerutu di atasnya. Kotak cerutu itu pun dibuat dengan sangat indah, dengan bingkai keemasan dan ukiran naga di tutupnya. Pria itu mengangkat kotak kayu itu lalu membawanya mendekati Liu.
"Apakah anak muda seperti kalian juga menghisap cerutu?"
Liu menggeleng, sambil terus berusaha menekan kegugupannya. Agaknya ekspresinya yang kaku dan tidak lepas itu terbaca oleh pria ini.
"Margaku Wei, namaku Yuwen. Aku adalah pemilik perusahaan ini, Shanghai Baihe Business Corporation."
"Senang bertemu dengan Anda, paman. Namaku..."
"Chenlong. Margamu Liu. Umurmu sekarang 32 tahun [menurut penanggalan Imlek], pekerjaanmu adalah penyiar radio Suara Danau Barat, frekuensi 105,4 FM. Acara siaranmu adalah setiap hari jam 11 siang selama setengah jam, kecuali di hari Sabtu dan Minggu. Kau lahir di Hangzhou tahun 1976, shio Naga. Apakah ada yang kulewatkan?"
Liu terbelalak. Orang ini tahu semua tentangnya.
"Apakah... Apakah Yinghua yang menceritakannya?"
Orang itu, Wei Yuwen, tertawa terbahak-bahak. Ia kemudian duduk di atas mejanya dengan kaki masih menyentuh lantai. Tangan kanannya ia tumpukan di lutut kanannya, dan badanya ia condongkan ke depan, ke arah Liu.
"Kau bisa mengendalikan cuaca."
Liu gelagapan. Orang ini tahu rahasianya. Liu pun menengok kiri kanan, namun tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang perlahan berubah pucat.
"Jangan takut. Aku sangat senang berjumpa denganmu. Kau tahu, kami sudah menunggumu sejak lama. Sebenarnya Su Yinghua bukan keponakanku. Ia adalah salah satu orang kami. Memang aku yang menyuruhnya untuk mendekatimu, dan membawamu kemari."
"Maksudnya....?"
"Benar. Ia bukan mahasiswi perawat, bukan juga keponakanku. Maka dari itu kau bisa tenang, karena aku tidak menyuruhmu menikahinya. Tapi silakan saja kalau kau ingin menikahinya, aku juga takkan melarang. Asalkan ia mau menikah, tentunya." Wei Yuwen tertawa lagi.
Liu agak sedikit lega. Namun perlahan muncul kekecewaan dalam hatinya. Ternyata selama ini ia sudah ditipu oleh gadis yang nampaknya seperti lugu dan tidak tahu apa-apa itu.
"Lalu, apa yang kau inginkan dariku?"
"Sederhana." Wei Yuwen menyalakan cerutunya, lalu menghisapnya dalam-dalam. "Hidup kita ini hanya ditentukan oleh dua hal, bukan? Pertama, seberapa banyak uang yang kau hasilkan, dan yang kedua, sejauh mana pencapaian yang kau lakukan. Selain itu, omong kosong. Ada orang yang bilang bahwa kita harus mengubah dunia, menyelamatkan banyak orang... Bagiku, semuanya sampah! Jalan pikiranku sederhana, dan aku orang yang pragmatis, dan sangat-sangat realistis."
Wei Yuwen berdiri dari duduknya di atas meja itu, lalu berjalan ke sudut ruangan, ke arah sebuah lukisan besar yang tergantung di dinding. Sebuah lukisan yang sangat bertema fengshui, yaitu delapan ekor ikan koi yang berenang di dalam kolam.
"Jangan kaget kalau aku tahu semua tentang rahasiamu. Kau bisa mengendalikan cuaca, dan itu sangat bagus bagi bisnis kami. Aku mengajakmu bergabung dengan kami, dan kau bisa minta apapun. Aku akan menyediakan segalanya untukmu. Apapun yang kau minta. Semuanya."
Liu terperangah. Ia seakan tak percaya mendengar tawaran itu. Apapun yang ia minta?
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?"
"Sederhana. Keahlianmu mengendalikan cuaca membuatmu bisa mengatur cuaca sesuka hati. Kau tahu, kami bergerak dalam berbagai jenis bisnis, dan tenanglah, semuanya adalah bisnis yang legal. Tapi bukan berarti kami tidak melakukan cara-cara yang tidak biasa." Wei menjelaskan sambil terus menghisap cerutu di tangan kanannya.
"Kau tahu," Wei menyambung lagi, "salah satu bisnis besar kami adalah bisnis perkapalan dan pengangkutan kargo internasional. Kami sangat bergantung pada cuaca yang bagus untuk mendapatkan untung."
"Jadi, maksudmu, aku harus menjamin agar cuaca selalu cerah sehingga kapal kalian bisa berlayar dengan aman?"
"Nah, itulah masalahnya. Meskipun aku orang yang berpikiran sederhana dan pragmatis, aku juga orang yang realistis. Kau tahu, bisnis perkapalan adalah bisnis yang sangat menguntungkan, karena risikonya yang cukup besar. Kami punya banyak saingan, dan persaingan yang aku maksudkan di sini adalah persaingan yang sangat sangat ketat. Bermain bersih dan jujur sudah lama dihapus dari kamus kami. Karena bisnis ini mendatangkan banyak uang, maka persaingan pun sudah sampai ke tingkatan yang tidak masuk akal. Segala cara akan dihalalkan."
Wu melangkah kembali ke meja kerjanya, lalu mengeluarkan sebuah berkas. Ia lalu menjejerkannya di atas meja, menunjukkannya pada Liu.
"Kau tahu? Tahun lalu kami hampir rugi puluhan juta dolar AS ketika kapal kami dilarang bersandar di Hongkong. Ternyata salah seorang perusahaan pesaing berhasil mempengaruhi otoritas syahbandar di sana untuk menolak kapal kami masuk, dengan alasan bahwa dokumen karantina dan fumigasi kontainer-kontainer kami tidak lengkap. Aku harus merogoh kantong lebih dalam untuk mengatasi hal ini, dan untunglah kami diizinkan masuk juga. Tapi kerugian kami tidak kurang dari 3 juta dolar AS gara-gara insiden ini."
"Aku bukan orang yang pandai berhitung."Liu berkilah.
"Aku membawamu kemari bukan untuk menghitung untung rugi atau neraca perusahaan. Aku ingin membayarmu untuk mengendalikan cuaca. Aku ingin membalas mereka yang sudah membuatku rugi sekian banyak, supaya mereka tidak lagi berani macam-macam."
"Maksudmu, aku harus menghancurkan kapal-kapal mereka?"
"Jangan, itu tidak akan bermanfaat bagiku jika kapal-kapal mereka hancur semuanya. Tidak ada lagi yang bisa kita dapat dari mereka kalau perusahaan mereka hancur. Ini yang aku maksudkan. Aku mempunyai daftar kapal-kapal mana saja yang akan melintasi perairan Laut Timur ini, dan aku akan meminta mereka yang lewat untuk membayar sejumlah uang jika mereka ingin kargo mereka selamat..."
"...dan bagi yang tidak membayar, maka kapalnya akan kau tenggelamkan." Liu langsung memotong.
"Benar sekali!" Wei Yuwen tersenyum lebar dengan penuh semangat, "Rupanya kau sudah paham maksudku. Sasaranku terutama adalah saingan terbesar kami, yang sudah mencegat kapalku masuk Hongkong tahun lalu. Aku ingin ia membayar lebih jika ingin kargonya selamat. Kalau ia tidak menurut, tenggelamkan saja kapalnya."
"Berapa aku akan dibayar?"
Wei Yuwen tertawa terbahak-bahak lagi mendengar todongan Liu yang sangat terus terang ini.
"Bagus, bagus. Aku suka anak muda yang terus terang seperti dirimu ini. Keserakahan itu ada gunanya, karena itu membuat kita semakin maju dan maju ke depan. Keserakahan inilah yang membuat dunia terus berputar, terus mencari cara untuk mendapatkan lebih dan lebih banyak lagi."
Wei kembali duduk ke kursinya setelah mematikan cerutunya di atas asbak kristal di atas mejanya.
"Aku akan membayarmu 50 ribu Yuan."
"Lima puluh ribu Yuan per bulan? Agaknya terlalu sedikit. Ayolah, kau pasti punya lebih banyak lagi dari itu."
"Siapa bilang kalau per bulan? Maksudku adalah per minggu. Setiap hari Senin, akan ada 50 ribu Yuan yang masuk ke rekening pribadimu. Kau tidak perlu melakukan apa-apa... Kau hanya perlu duduk manis di apartemen yang kami sediakan, dan apapun yang kau minta pasti akan kami berikan. Sebutkan saja. Gadis? Mobil mewah? Pakaian bagus? Jam tangan Rolex dari emas? Katakan saja. Setiap saat kau memintanya, pasti akan kami sediakan."
Liu menyandarkan bahunya yang terasa berat itu ke belakang. Lima puluh ribu Yuan setiap minggu? Itu artinya 200 ribu per bulan, dan ia tidak perlu melakukan apapun. Sungguh sebuah tawaran yang sangat menggiurkan.
"Jangan puas dulu. Aku belum selesai dengan penawaranku. Lima puluh ribu Yuan per minggu itu adalah gaji pokokmu. Semua kebutuhanmu yang lain, akan kami tanggung. Dan, setiap kali aku memintamu mengatur cuaca, aku akan membayarmu 1 juta Yuan. Apakah itu cukup? Katakan saja kalau kau meminta lebih. Tidak masalah."
Dada Liu tiba-tiba terasa sesak dengan kegembiraan yang luar biasa, dan jantungnya seperti mau meledak. Satu juta Yuan? Itu jumlah yang sangat-sangat besar sekali. Tetapi ia tidak tahu, kalau Wei Yuwen sudah merencanakan untuk memeras setidaknya 10 juta Yuan untuk setiap kapal yang hendak melintas.
"Tapi aku tidak bisa mengatur cuaca begitu saja."
"Apa maksudmu? Bukankah kau 'Liu si Raja Naga' yang ramalan cuacanya tak pernah meleset? Yang 'menurunkan hujan atau membuat langit cerah hanya dengan menjentikkan jari'?"
"Itu memang benar. Aku bisa membuat cuaca semauku sendiri. Tetapi begini. Kalau memang langit mendukung, seperti cuaca yang memang mendung atau berawan, menurunkan hujan atau menciptakan badai topan sekalipun akan sangat mudah. Tetapi kalau langit cerah dan tidak ada awan sedikit pun, aku harus mengerahkan seluruh tenaga untuk menciptakannya. Dan setelah itu, aku harus beristirahat setidaknya sepuluh hari baru tenagaku bisa pulih kembali."
"Tidak masalah, tidak masalah. Aku bisa menerima hal itu. Yang penting kau mau bekerja untuk kami. Mengenai bagaimana caranya nanti, itu bisa kita sepakati kemudian. Apakah kita sepakat?" Wei berdiri dan menjulurkan tangan kanannya pada Liu.
Liu menghela nafas panjang, lalu berdiri juga dan meraih tangan Wei untuk berjabat tangan. "Baiklah, kita sepakat."
"Bagus!" Wei kemudian membalikkan badan lalu menuju ke lukisan ikan koi tadi. Ternyata di balik lukisan itu terdapat sebuah almari besi. Wei pun memutar kombinasinya dan membuka almari besi itu. Nampaklah tumpukan uang dan emas batangan di dalamnya. Mata Liu langsung berbinar dan merona melihat uang dan emas sebanyak itu.
Wei mengambil segepok uang, semuanya dalam pecahan 100 Yuan. Ada lima bundel, satu bundel setidaknya berisi 100 lembar. Artinya ada 50 ribu Yuan. Wei langsung menyerahkannya pada Liu.
"Meskipun hari ini hari Minggu, tidak ada salahnya aku memberikanmu uang ini sebagai tanda jadi kesepakatan kita. Saat kau keluar, sekretarisku akan meminta nomor rekeningmu. Besok pagi, ada 50 ribu Yuan lagi yang sudah bertengger di dalam rekeningmu. Sangat sederhana, bukan?"
Liu menerima bundelan uang itu, uang yang sangat banyak. Uang sebanyak itu baru bisa ia dapatkan setelah membintangi setidaknya 10 iklan radio, atau bekerja selama 10 bulan di stasiun radio. Bedanya, ia tidak perlu melakukan apa-apa, hanya duduk manis.
"Lalu, apakah sejak hari ini artinya aku tinggal di Shanghai?"
"Terserah. Kau boleh tinggal di apartemen yang kami sediakan di Shanghai, atau tetap di apartemen lamamu di Hangzhou. Tapi saranku, tinggallah di Shanghai saja. Kami akan memberikan apa yang kau butuhkan."
Liu berpikir sebentar.
"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Saat kau siap, kau bisa bilang padaku kapan saja. Oh ya, aku hampir lupa." Wei lalu merogoh saku kirinya, lalu mengeluarkan sebuah telepon genggam.
"Ini adalah telepon khusus untukmu. Hanya nomor teleponku yang bisa masuk ke nomor ini, dan kau hanya bisa menghubungiku saja dengan telepon ini. Kapan pun kau membutuhkan sesuatu, kau bisa menelponku. Dan sebaliknya, kapan pun aku membutuhkanmu, aku akan menghubungimu lewat telepon ini."
Liu menerimanya. Lima puluh ribu Yuan dan sebuah telepon baru. Pekerjaan ini lumayan juga.
"Lalu, bagaimana dengan Yinghua?" tanya Liu penasaran. Hubungan mereka pun ternyata hanya sandiwara belaka, dan setelah ia tahu semuanya, mungkin hubungan mereka pun berakhir juga.
"Itu terserah padanya, apakah mau ikut denganmu atau tidak. Terserah padamu juga, apa kau masih mau menerimanya atau tidak."
Wei kemudian menekan tombol di mejanya, dan berbicara melalui corong di sisi tombol itu, "Panggil Yinghua masuk."
Tak lama kemudian, pintu pun dibuka dan masuklah Su Yinghua, dan di belakangnya ada seorang wanita lain yang lebih tua, namun wajahnya hampir mirip. Yang Liu perhatikan, gadis ini nampak sangat berbeda. Liu hampir tidak mengenalinya dalam dandanan barunya ini. Raut muka lugu dan polosnya itu sudah hilang, berganti dengan raut wajah seorang gadis dewasa yang nampak sangat matang, dengan tatapan mata yang tajam namun masih dengan senyum manis yang menggoda.
"Bagaimana penampilanku?" Su Yinghua langsung bertanya pada Liu, yang hanya bisa melongo melihat perubahan drastis itu.
"Yinghua...?"
Yinghua tertawa tergelak. "Di sini, namaku bukan Yinghua. Mereka menyebutku Bai Gujing."
Bai Gujing, "Siluman Tengkorak Putih". Sangat sesuai dengan Su Yinghua. Dalam cerita "Perjalanan ke Barat" di mana kera sakti Sun Wukong menemani Biksu Tang pergi ke barat mengambil kitab suci, terdapat kisah "Siluman Tengkorak Putih" yang dikisahkan mampu berganti rupa menjadi gadis cantik, nenek tua, ataupun kakek tua. Begitu pula dengan Su Yinghua. Dari gadis polos yang lugu dan tampak tak berdosa, bisa berubah menjadi seorang wanita penggoda yang matang dan mematikan.
"Bai Gujing, Liu Chenlong ingin tahu apakah kau mau ikut dengannya atau tidak."
Liu langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, lebih baik aku kembali seorang diri saja."
Bai Gujing pun tertawa. "Setelah kau tahu bagaimana wujud asliku, kau kecewa rupanya, kakak Liu. Tidak apa-apa, kau bukan yang pertama kali kecewa."
Liu pun langsung tersenyum kecut, "Tuan Wei, kalau tidak ada lagi yang kau butuhkan dariku, aku pamit saja."
"Baiklah kalau begitu. Aku akan menyuruh orangku mengantarkanmu kembali."
Liu pun segera melangkah keluar. Ketika berpapasan dengan Bai Gujing, tanpa sengaja pandangan mereka berdua bertatapan. Liu tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya, ditambah rasa malu karena sudah tertipu mentah-mentah oleh seorang gadis, dan ego dirinya yang jatuh karena hal ini. Bai pun hanya tersenyum ramah dan tidak mengatakan apa-apa. Liu pun tak mau berlama-lama dan segera memalingkan muka, lalu segera pergi dari sana.
"Kau benar-benar membuatnya percaya kalau kau masih seorang perawan ketika ia pertama kali menidurimu?" Wanita yang di sebelah Bai Gujing, yang ternyata adalah Bai Huli, berbisik perlahan pada gadis muda itu sesaat setelah Liu lewat di hadapan mereka.
Bai Gujing hanya tersenyum datar. "Apa pedulimu dengan hal itu?" jawabnya ketus, dengan raut wajah yang tetap tersenyum tanpa sedikitpun menoleh ke arah ibunya itu. Lalu ia pun melangkah keluar juga. Bai Huli hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak gadisnya itu.
Wei Yuwen menghampiri wanita itu. "Ia memang gadis yang keras kepala."
"Seperti ayahnya. Untung aku sudah meninggalkannya."
"Tapi kali ini kerja kalian sangat bagus."
"Itulah mengapa dari dulu seharusnya kau mengutus kami kaum wanita saja untuk menaklukkan pria-pria bodoh itu. Kau malah mengutus Chen Ming, dan lihat apa jadinya."
Wei Yuwen memeluk pinggang wanita itu dari belakang, lalu mencium tengkuknya. Bai Huli membalikkan badan, lalu Wei Yuwen segera mencium bibir wanita itu dengan sangat bernafsu. Pintu kayu yang besar di belakang mereka pun ditutup rapat, dan entah apa yang mereka lakukan di dalam.
Liu sendiri sudah diantarkan keluar. Pada supir yang mengantarnya pulang, ia minta agar diantarkan langsung ke Hangzhou. Supir itu pun menurut, dan membawa Liu dalam perjalanan pulang yang panjang. Rasa kecewa dan kesal masih menggelayuti benaknya, seperti seorang gadis manja yang menyebalkan. Gadis manis yang ia kira lugu dan tanpa dosa itu ternyata adalah seorang wanita penggoda, yang menipunya mentah-mentah. Tapi bukankah ia masih perawan saat ia menggaulinya di malam itu? Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing tentang hal itu, dan memilih tidur lelap saja dalam perjalanan yang akan makan waktu cukup lama itu.
............
Waktu pun berjalan dengan cepat, dan musim panas di Hangzhou pun akan segera berlalu. Liu memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, dan pindah ke apartemen yang disediakan untuknya di Shanghai. Segeralah ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan yang semuanya disediakan secara gratis untuknya. Setiap beberapa hari sekali, ia bolak-balik menyambangi kantor bosnya di gedung White Lotus Tower, dan sesekali ia berpapasan dengan "mantan kekasihnya", Bai Gujing. Bai mencoba bersikap ramah dengan tersenyum dan menganggukkan kepala, namun Liu tidak menggubrisnya dan terus melenggang saja. Bai tidak bisa menyembunyikan raut wajah kekecewaannya.
Tugas pertama untuk Liu kerjakan pun segera datang, yaitu menenggelamkan sebuah kapal berbendera Panama milik sebuah perusahaan perkapalan yang cukup besar, yang menolak untuk membayar. Maka Liu pun dipanggil, dan ia diminta mengubah cuaca.
"Naik kapal? Tidak mungkin. Aku juga bisa mati." Liu segera menolak ketika ia diberitahu kalau ia akan dibawa naik kapal ke tengah laut untuk membuat cuaca.
"Mengapa begitu?"tanya anak buah Wei Yuwen yang menghubunginya.
"Apa kau bodoh? Aku disuruh membuat ombak tinggi yang bisa menggulung kapal sebesar kapal kargo itu. Apa kau tidak menyadari kalau ombak itu juga bisa menerjangku?"
"Benar juga. Lalu bagaimana sebaiknya?"
"Aku minta pesawat saja, pesawat yang bisa terbang tinggi di atas 25.000 kaki. Di sana, sudah tidak ada lagi cuaca. Aku bisa dengan bebas mengendalikan cuaca di bawah tanpa terpengaruh olehnya."
"Baiklah. Aku akan minta bos untuk mengaturnya."
Semuanya pun segera diatur sesuai petunjuk Liu. Wei Yuwen menyediakan jet pribadinya, dan Liu kemudian dibawa terbang cukup tinggi, sampai di atas tempat yang dimaksudkan.
"Di sini tempatnya." Pilot pun memberitahu penumpangnya.
Wei Yuwen berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Liu, menyuruhnya untuk bersiap. Ia sengaja ikut dalam penerbangan itu untuk melihat langsung bagaimana Liu melakukan tugasnya. Liu pun melongok ke bawah. Jet pribadi itu memiliki lantai kaca yang bisa melihat ke langit di bawah mereka. Segeralah Liu mengerjakan tugasnya, mengaduk-aduk awan dan langit di bawahnya. Untung baginya, langit cukup mendukung. Ia kemudian memanggil angin besar yang membuat ombak mulai meninggi.
Orang-orang di dalam pesawat jet bisa melihat kalau di bawah mereka, awan segera berkumpul. Awan besar yang disebut cumulonimbus. Awan ini selalu dihindari oleh pilot karena pesawat mereka bisa tersedot dan dihempaskan ke laut. Liu berhati-hati agar awan yang ia buat tidak terlalu tinggi agar pesawat mereka aman. Pilot pun terus berkomunikasi dengan stasiun radar di bawah, dan setelah 30 menit membuat cuaca buruk, stasiun radar di bawah mengabarkan bahwa kapal yang menjadi target mereka sudah hilang dari radar, dan kemungkinan sudah dihempaskan ombak besar dan kandas. Begitu Liu sudah berhasil, mereka pun segera kembali ke darat di tengah cuaca yang langsung berubah cerah itu.
Tapi aksinya itu membuat Liu cukup kelelahan, dan setelahnya ia pun meminta untuk istirahat. Wei Yuwen mengizinkannya, dan sesuai janjinya, ia memberikan 1 juta Yuan padanya.
Sementara itu, Hu Shu kehilangan jejak Liu yang tiba-tiba menghilang dari udara. Stasiun radionya pun tidak lagi menyiarkan acara cuaca, dan media Hangzhou ramai-ramai memberitakan menghilangnya Liu si Raja Naga. Saat itu sudah masuk bulan September, dan si kecil Kwo-sai sudah masuk ke sekolah. Yu Yide menemukan pekerjaan di perusahaan konstruksi, dan Wang Ying membuka kedai makanan di dekat kampus di dekat motel mereka.
Hu penasaran, dan ia mencoba mencari Liu ke apartemennya. Ia pun bertanya pada pemilik apartemen, dan orang itu bilang bahwa Liu dan pacarnya sudah pindah sejak sebulan yang lalu, dan tidak tahu ke mana pindahnya. Barang-barangnya sudah dibereskan, dan minggu depan ada orang baru yang akan menempati apartemennya. Hu pun mencari ke stasiun radionya. Namun penjaga di sana pun tidak tahu ke mana Liu pergi. Ia sudah mengajukan pengunduran diri sejak sebulan yang lalu, namun dalam suratnya Liu mengatakan bahwa ia menemukan pekerjaan baru di Shanghai.
Shanghai?
Tidak salah lagi. Hu merasa kecolongan. Ia tidak mempertimbangkan kalau Teratai Putih ternyata sudah bergerak secepat itu dan telah menduluinya. Apalagi kata si penjaga, sebelum keluar dari pekerjaannya, Liu sering membawa seorang gadis bernama Su Yinghua ke stasiun radio itu. Hu segera mengenali nama itu, nama salah seorang gadis penggoda andalan Teratai Putih. Sialan. Kalau begitu ia harus segera mengejar ke Shanghai. Tetapi Guoshi sudah terlanjur masuk sekolah, Yu Yide sudah sibuk dengan pekerjaan konstruksi di daerah Jianggan di timur kota, sementara kedai Wang Ying pun baru saja buka. Kalau begitu, lebih baik ia pergi ke Shanghai sendirian saja.
Tapi pergi ke Shanghai, ke markas Teratai Putih sama saja dengan masuk ke kandang macan, masuk ke wilayah musuh yang berbahaya. Asalkan ia bisa menyamar, bahkan tempat yang paling berbahaya sekali pun bisa menjadi tempat bersembunyi yang paling aman. Teratai Putih tidak akan mencurigainya.
"Benarkah kau nekat akan pergi ke sana?" Wang Ying bertanya untuk terakhir kalinya sebelum Hu Shu berangkat ke Shanghai.
"Nekat mungkin bukan kata yang tepat. Nekat itu jika kau tahu kau tidak bisa menang, tetapi tetap tidak mau peduli. Tidak kali ini. Aku sudah punya perhitungan sendiri, dan aku yakin pasti akan berhasil."
"Ingatlah, batas antara berani dan nekat itu sangat tipis."
"Tenanglah. Aku tahu apa yang kulakukan. Yide, kau sebagai yang tertua, jagalah mereka berdua baik-baik. Terutama Guoshi. Mengenai uang, kalian tidak usah khawatir. Aku sudah meninggalkan uang yang cukup untuk kalian hidup selama 2 bulan. Asal jangan kalian habiskan untuk berbelanja."
"Kau tak usah khawatir, kakak Hu. Aku yang akan mengawasi mereka. Terutama si macan tengik ini."
Dipanggil 'Macan Tengik', Wang Ying hanya senyum-senyum saja.
"Baiklah. Aku harus segera berangkat. Guoshi, dengarkan paman-pamanmu dan rajinlah belajar. Walaupun kau tahu ini hanya penyamaran saja, tapi kau tetap tidak boleh malas sekolah."
"Benar, karena kita takkan selamanya hidup dalam pelarian seperti ini."kata Wang Ying menambahkan, "Jangan sampai seperti paman Yu yang tidak pernah sekolah, akhirnya hanya jadi kuli bangunan saja."
"Aku masih lebih baik darimu yang katanya laki-laki, tapi malah memasak seperti seorang wanita saja." Yu Yide tak mau kalah.
"Kau jangan salah." Wang Ying pun tak terima dibilang begitu, "Kau pernah lihat acara televisi? Semua koki terkenal di dunia, itu pria. Jarang-jarang ada wanita."
"Mimpi saja kau, jadi koki terkenal. Kau kan hanya jualan doufunao." Yu Yide langsung membalas dengan tak kalah sengitnya.
"Sudah, sudah. Kalian jangan bertengkar. Aku akan segera berangkat. Kalian baik-baiklah di sini. Hematlah, dan jangan terlalu sering bersenang-senang."
Ketiga orang itu pun mengangguk, lalu mengantarkan Hu Shu keluar dari motel. Hu pun segera berangkat ke Shanghai.
Hu segera menemukan jalan untuk menyusup masuk ke gedung Teratai Putih. Ia mencukur kumisnya yang sudah abu-abu itu, lalu menggunakan rambut palsu. Dengan begitu, orang takkan mengenalinya lagi. Ia kemudian menyamar sebagai pembersih toilet, dan berusaha mencari keberadaan Liu Chenlong.
Tapi ternyata ini tidak semudah yang ia bayangkan. Selain pekerjaan menjijikkan yang harus ia hadapi setiap hari, tidak ada tanda-tanda adanya Liu Chenlong. Sesama pekerja kebersihan pun juga tidak tahu apa-apa tentang kondisi perusahaan ini, apalagi siapa saja orang yang bekerja di dalamnya. Waktu pun berlalu begitu saja, dan tak terasa sudah hampir sebulan Hu menyusup di gedung ini.
Sampai pada akhirnya, seorang pria masuk ke toilet yang ia bersihkan. Orang yang ia cari. Liu Chenlong.
Saat itu Liu baru saja dipanggil untuk sebuah tugas baru yang harus ia kerjakan. Di lantai bawah, sebelum ia kembali ke apartemennya, Liu pun mampir sebentar ke toilet untuk buang air kecil. Hu Shu yakin sekali bahwa itulah Liu Chenlong. Ia pun segera membuntuti Liu yang keluar dengan mobil pribadinya.
Hu langsung meninggalkan pekerjaannya begitu saja dan menumpang taksi untuk membuntuti ke mana Liu pergi. Dan Liu memang ternyata langsung kembali ke apartemennya di Riviera Garden, sebuah kompleks apartemen mewah yang masih ada di distrik Pudong. Hu terus membuntutinya sampai masuk ke dalam, dan ia baru berhenti setelah Liu masuk ke dalam lift. Tanpa sengaja, matanya bertatapan langsung dengan Liu tepat saat pintu lift tertutup.
Liu merasa wajah itu sepertinya tidak asing. Terutama sepasang mata yang mencorong itu. Ia mencoba mengingat-ingat, di mana ia pernah bertemu dengan orang ini. Tapi akhirnya ia memilih untuk tidak mempedulikannya, dan kembali ke kamar apartemennya. Apalagi malam itu ia ada janji kencan dengan seorang gadis yang dikenalkan - atau lebih tepatnya, "diberikan" - oleh bos Wei padanya.
Sementara Hu sendiri, setidaknya ia bisa sedikit bernafas dengan lega setelah mengetahui di mana Liu tinggal. Kini ia tinggal menunggu waktu untuk menemuinya lagi. Ia segera menyusun rencana, mengenai apa yang akan ia lakukan untuk menarik Liu ke pihaknya. Tetapi karena Liu sudah bergabung dengan Teratai Putih, mungkin menark Liu tidak akan semudah kala ia merekrut Yu Yide, Wang Ying, atauapun Guoshi. Untuk itu, Hu merasa perlu untuk memanggil ketiga anak buahnya itu ke Shanghai untuk membantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
12 (降世之十二生肖) - Buku 1 : Angin Berputar 第一册:狂暴的旋风
Fiksi PenggemarDahulu kala di Tiongkok, dua belas Shio turun ke dunia dan dilahirkan menjadi manusia dengan kekuatan istimewa. Kerbau yang perkasa, Macan yang tak terkalahkan, Kelinci yang kecil namun mampu menggerakkan berbagai benda tanpa menyentuhnya, ataupun N...