6. Macan yang Tak Terkalahkan - #1

16 1 0
                                    

Jika waktu bisa diputar ulang, semua orang pasti akan berlomba-lomba untuk memutarnya lagi dan lagi, kembali ke masa lalu dengan harapan bisa mengubah sejarah, atau setidaknya memperbaiki kesalahan yang pernah mereka buat di masa lalu, atau mencegah agar sebuah kejadian buruk tidak terjadi. Seandainya hal itu mungkin, orang pasti berharap bisa mengubah nasibnya dengan mengubah satu kejadian saja di masa lalu. Bagi mereka itu sudah cukup, dan masa kini akan menjadi lebih baik lagi.

Bagiku, jika hal itu mungkin, hanya satu hal yang ingin aku lakukan. Memutar ulang waktu agar aku bisa menghabiskan setiap detik dalam masa laluku itu bersama dengan seorang gadis yang sangat aku sayangi.

Namanya adalah Qingqing. Sebenarnya aku yang memberikan nama itu. Ia lahir dalam kondisi yang sulit, karena saat itu aku baru saja meninggalkan kehidupan lamaku sebagai seorang petarung bawah tanah yang sangat disegani. Aku meninggalkan pekerjaan yang penuh dengan kekerasan itu dan mencoba untuk memulai hidup baru bersama istriku dan anak perempuan kami yang baru lahir itu. Aku ingin menjadi seorang ayah yang baik untuk anak gadisku itu, agar kelak ia menjadi seorang perempuan yang mulia dan terhormat, jangan sampai ia meneladani ayahnya yang punya masa lalu yang sangat kelam ini.

Itu semua karena aku tahu, ia tidak boleh jadi seperti aku. Aku adalah seorang anak yatim piatu. Aku lahir di Shenyang, tahun 1974. [Shenyang adalah ibukota sekaligus kota terbesar di provinsi Liaoning di Tiongkok Utara. Kota ini terkenal sebagai bekas ibukota kuno dari zaman dinasti Qing (Manchu).] Aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku, sampai akhirnya paman Hu memberitahuku. Katanya, mereka berdua adalah sepasang dosen muda di sebuah perguruan tinggi yang ditangkap oleh tentara di saat-saat akhir Revolusi Kebudayaan dan diasingkan untuk kerja paksa di daerah barat. Tetapi di perjalanan mereka tewas karena sakit, kelaparan dan kelelahan. Kata paman Hu lagi, saat ayah dan ibuku ditangkap, aku baru berumur beberapa bulan. Aku kemudian dikirimkan ke sebuah panti asuhan di Shenyang dan dibesarkan di sana sebagai anak yatim piatu. Banyak anak laki-laki yatim-piatu yang keluar dari panti asuhan karena diadopsi oleh orang lain, tetapi mungkin karena stigma yang aku bawa dari orangtuaku yang dicap "pembangkang pro-kanan", tidak ada keluarga yang mau mengadopsiku sebagai anak angkat mereka.

Mungkin karena itu juga perlakuan orang-orang di panti asuhan kepadaku berbeda dengan perlakuan mereka pada anak-anak yang lain. Mereka memperlakukanku dengan kasar dan sering memaki-makiku, terkadang bahkan mengurungku dan tidak memberiku makan saat aku berulah sewaktu kecil. Aku tidak pernah tahu, kesalahan apa yang ku perbuat sampai mereka memperlakukanku seperti itu. Itu juga yang membuatku semakin bengal dan suka melawan, atau mungkin karena jiwa pemberontak yang ada dalam diriku, warisan dari kedua orangtuaku.

Setidaknya mereka mengizinkanku bersekolah seperti yang lain. Untuk mengesankan mereka, bahwa aku bukan sekedar anak nakal yang bandel dan suka memberontak, aku menunjukkan kepada mereka bahwa aku juga anak yang cerdas di sekolah. Aku tidak pernah tidak meraih juara kelas setiap akhir masa pelajaran, dan guruku pun bilang bahwa aku anak yang di atas rata-rata untuk usia sebayaku. Tetapi sepertinya aku tidak berhasil meyakinkan orang-orang untuk berhenti mencela dan menghinaku.

Perlakuan mereka sepertinya semakin lama semakin menjadi-jadi ketika aku beranjak remaja. Aku semakin suka melawan dan memberontak terhadap perlakuan mereka yang tidak adil dan semena-mena. Karena mulai semakin besar, aku mulai berani melawan secara fisik dan tidak mau diam saja ketika mereka mulai hendak memukulku. Suatu ketika Gong si "tuan besar" [itu panggilan yang harus kami ucapkan ketika berpapasan dengannya] sengaja mencari-cari kesalahan ketika ia menginspeksi kamar kami pagi-pagi. Ia bilang kasurku kurang rapi dan bantalku belum dirapikan karena "ada bekas rambut di situ". Ia langsung mengambil sapu dan bersiap memukuliku. Jika biasanya aku dan kawan-kawanku diam saja ketika ia mulai memukuli kami dengan gagang sapu dari batang bambu itu, kali itu aku melawan dan balik menangkap sapu itu, lalu memukulinya berulang-ulang sampai ia berkaok-kaok minta ampun. Aku selalu tertawa bahagia setiap kali mengenang bagaimana aku melampiaskan rasa kesalku dan kebencianku terhadapnya sedari kecil.

12 (降世之十二生肖) - Buku 1 : Angin Berputar 第一册:狂暴的旋风Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang