14.

84 2 0
                                    

1 Tahun kemudian.

Dua puluh lima Desember, 2016.

Ajeng kelihatan ragu-ragu masuk kedalam gereja. Matanya kelihatan waspada sambil sesekali menoleh kesana-kemari seperti sedang mencari seseorang.

"Ajeng!" Ajeng menegang dan menoleh perlahan. Silvia berdiri gak jauh dari tempatnya melambai dan berjalan kearahnya.

"Merry christmas ya!" Ajeng membalas pelukan Silvia.

"Merry christmas Sil."

"Gue denger lo september kemarin wisuda ya?!! Ah selamat selamat! Sori ya gue gak bisa dateng. Abis jauh sih." Dia cengegesan gak jelas di tempatnya. "Gue masih ntar bulan April. Lo harus dateng! Pokoknya lo harus dateng! Gue gak mau tau!"

Ajeng tersenyum kecil. "Gue usahain ya, soalnya sekitar bulan Febuari nanti gue mau ke Bali. Kerja disana."

"Hah? Serius lo? Kok tambah jauh sih? Kenapa gak kerja di Jakarta aja?"

"Kalo di Jakarta gue masih harus nyari-nyari lagi Sil. Yang di Bali itu ada temen nyokap gue soalnya jadi bisa langsung masuk. Lumayan kan..."

Silvia manggut-manggut mengerti. "Oh gitu. Enak dong berarti lo! Nanti kalo gue uda wisuda trus masih belom dapet kerjaan, gue ke tempat lo ya! Main. Jalan-jalan." Silvia cengegesan di tempatnya.

"Iya iya!"

"Eh..." Raut wajah Silvia berubah serius. Di tariknya lengan Ajeng pelan sehingga jarak mereka hanya tinggal beberapa senti. "Gue udah denger semuanya. Soal lo sama Deva."

Ajeng yang tadinya sudah relaks mendadak kembali tegang di tempatnya. Raut wajah yang tadinya terlihat sumringah itu mendadak berubah kecut.

"Gue udah denger semuanya dari Deva. Semenjak Desember tahun lalu, gue sama dia jadi sering skype-an gitu deh. Biasalah, ngomongin elo." Silvia tertawa.

Ajeng melirik ke kanan dan kirinya, sesekali kepalanya bahkan berputar mencari-cari. Silvia yang memperhatikannya tersenyum dan langsung menyentuh lengan Ajeng pelan.

"Dia gak ada disini kok. Tenang aja."

"Hah?" Ajeng menatap Silvia linglung.

"Deva. Lo nyari Deva kan? Dia gak ada disini. Dia gak dateng. Bokap nyokap nya juga gak dateng."

"Oh." Jawab Ajeng singkat. Diam-diam dalam hatinya dia lega karna ternyata Deva tidak ada disini. Tapi disisi lain, dia juga kecewa karna Deva tidak ada disini.

"Dia sama keluargnya lagi dateng ke acara natal di keluarga bokap Deva yang ada di Bandung."

Ajeng mengangguk samar. "Lo baik-baik aja kan Jeng?" Ajeng menatap Silvia bingung tapi detik berikutnya dia sudah tersenyum lebar dan mengangguk.

"Gue baik-baik aja kok. Oh ya gue ke nyokap gue dulu ya, nanti dia ngomel kalo gue tiba-tiba ngilang. Dah! Nanti abis ibadah kita ngobrol-ngobrol lagi."

Begitu Ajeng berlalu, Silvia menggambil ponselnya dan menempelkan di telinganya.

"Dev?"

Deva bergerak menjauh dan mencari tempat yang tidak terlalu padat dengan orang-orang dan kembali berbicara.

"Sil? Dia dateng? Lo ketemu sama dia?"

"Iya. Dia baik-baik aja kok Dev... Udah lo tenang aja. Bentar, ada yang mau gue kirim ke elo."

Deva menatap layar ponselnya dan langsung membukanya. Silvia menggirimi Deva potrait foto dirinya dan Ajeng yang tadi sempat mereka lakukan sebelum Ajeng pergi menemui mamanya.

"Masuk gak?" Tanya Silvia.

Deva bergeming di tempatnya. Dia masih terus memperhatikan foto Ajeng yang sudah dia perbesar. Dia menggamati setiap inci wajah Ajeng. Matanya, hidungnya, bibirnya yang menyungingkan senyum lebar yang semakin membuat Deva yakin kalau dia baik-baik aja.

"Hm, udah masuk. Thanks ya."

Silvia menghela napas panjang. "Iya. Lo gapapa kan?"

"Gapapa. Yaudah gue mau balik masuk ke acara dulu. Thanks banget ya Sil. Maaf gue ngerepotin elo mulu." Silvia mengibaskan tangannya di tempatnya.

"Yaelah kaya sama siapa aja sih lo. Eh tapi..."

"Kenapa Sil?"

"Tadi dia pas gue nyebut-nyebut nama lo, kaya langsung nyariin lo gitu. Celingukan kesana kemari." Silvia mendesah pelan. "Kalian berdua tuh.... Rumit ya..." Ucapnya kemudian.

Bunga Matahari dan Matahari nya {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang