Bab 11 - Sing with Me

11K 1.6K 125
                                    

Psyche berjalan menyusuri area yang berada di sekitar rumah dan menikmati pemandangan yang ada. Perut wanita itu telah diisi oleh berbagai jenis makanan lezat dan tubuhnya terasa segar setelah menggunakan air yang berada di bak mandi untuk membasuh diri.

Matahari yang menuju siang terasa hangat membelai kulit Psyche. Menggunakan tangan kanan untuk menghalau sinar yang menyilaukan pandangan, wanita itu secara diam-diam berusaha menemukan makhluk yang telah menjadi suaminya.

Eros duduk di antara dahan yang tertutup dedaunan dan menahan tawa melihat tingkah istrinya yang sedari tadi mencoba mengintip sela-sela rimbunan pepohonan.

"Apa kau sedang mencariku?" tanya Dewa Cinta. Sosok pemuda itu tersembunyi dengan baik, sehingga Pysche tidak dapat melihat dirinya.

Semburat merah muda mewarnai wajah Psyche. Mendongak ke arah suara, dirinya menjawab dengan gugup. "A-aku hanya ingin mengucapkan terima kasih karena kau sudah menyiapkan makanan dan air untukku."

Mata Dewa Cinta berbinar riang. Psyche memiliki sifat yang bertolak belakang dari Aphrodite. Ibunya yang merupakan Dewi Kecantikan, selalu meminta dan jarang sekali memberi. Namun, istrinya, mensyukuri setiap hal yang telah diperoleh.

"Meli, itu kewajibanku untuk memberikan kenyamanan untukmu," balas Eros. Hati pemuda itu terasa hangat karena usahanya dihargai.

Psyche menunduk merasa malu. Makhluk yang sedang berbicara dengannya telah menyentuh wanita itu secara intim. Namun, dirinya sama sekali tidak dapat melihat sosok suaminya.

Menyangka istrinya merasa jenuh dan membutuhkan hiburan, Eros bertanya, "Apa kau bosan? Aku bisa menyanyikan beberapa lagu untukmu."

Wanita itu spontan kembali mendongak. Tawaran suaminya sangat manis. "Apa kau pandai bernyanyi?"

"Bagaimana bila kau sendiri yang menilainya?" Dewa Cinta balas bertanya. "Aku akan sangat gembira bila kau bersedia bernyanyi bersamaku."

"Baiklah," jawab Psyche, melipat kedua tangan di depan tubuh dan menunggu.

Derai tawa terdengar dari balik dedaunan. "Meli … kau akan lelah bila terus berdiri seperti itu, duduk dan bersandarlah.

Jantung Psyche berdebar cepat. Dia menyukai keceriaan suaminya. Menurut, wanita itu memutuskan untuk duduk di bawah pohon tempat suaminya bersembunyi.

Untaian nada lembut mengalun indah dari bibir Eros. Syair mengenai cinta dan harapan disenandungkan dengan indah. Psyche menekuk kaki dan menikmati hiburan yang diberikan suaminya dengan terpesona.

"Meli, bernyanyilah bersamaku …," ucap Dewa Cinta mengajak istrinya agar ikut bersenandung.

"Suaraku tidak sebagus dirimu," jawab Psyche tersipu, "aku lebih baik mendengarkan saja."

Eros menunduk sejenak agar dapat melihat wajah istrinya lebih jelas. Psyche terlihat sangat manis ketika bertingkah malu-malu. Menatap ke arah langit yang cerah dengan penuh sesal, pemuda itu berkata, "Aku berharap malam segera tiba."

"Malam?" tanya wanita itu kebingungan dan mengamati arak-arakan awan putih raksasa yang berada di langit. "Siang saja belum berlalu."

"Sebab hanya saat kegelapan datang aku bisa berada di sisimu dan kembali menyentuhmu," jawab Dewa Cinta dengan nada kecewa.

Pipi Psyche terasa panas. Ingatan wanita itu kembali kepada malam sebelumnya. "Bi-bisakah kita membahas hal lain? A-aku tidak nyaman membicarakan hal itu."

"Meli, tingkahmu yang membuatku bergairah," tegur Dewa Cinta, "apabila kau terus-menerus bersikap seperti itu, aku khawatir tidak dapat menunggu hingga malam untuk kembali memilikimu."

Psyche segera bangkit dan mendongak menatap ke arah suaminya yang bersembunyi. Dengan wajah merah padam, wanita itu berseru dengan gugup. "Ber-berhenti mengucapkan hal yang membuatku malu atau aku akan pergi!"

"Dan ke mana kau akan pergi?" tanya Dewa Cinta. Derai tawa terdengar dari balik dedaunan. "Saat malam tiba, aku akan menangkapmu dan membawamu kembali ke rumah kita."

"Ka-kau menjengkelkan!" teriak Psyche menutup wajah dengan kedua telapak tangan sejenak sebelum memutar tubuh dan melarikan diri ke dalam hutan.

"Psyche! Tunggu!"  Eros mengentakkan kaki dan terbang membuntuti istrinya. Suara kepakan sayap membayangi langkah wanita itu. Mata Dewa Cinta melebar melihat seekor ular besar sedang melata tidak jauh dari mereka.

Psyche yang terlalu malu untuk melihat sekeliling dan memiliki keinginan agar segera bersembunyi dari suaminya tidak menyadari bahwa dirinya berlari tepat ke arah binatang itu.

"Pscyhe! Berhenti!" teriak Dewa Cinta tepat pada waktunya.

Wanita itu terbelalak dan berhenti bergerak ketika melihat hewan tanpa kaki bersisik hitam, membalas tatapan Psyche dan mengeluarkan lidahnya yang bercabang sambil mendesis, hanya beberapa langkah darinya.

Eros bertindak cepat. Menggunakan busur yang berada digenggaman, pemuda itu segera melesatkan sebuah anak panah sehingga menembus tubuh ular Piton berukuran besar yang bergerak mendekati sang korban. Psyche memekik ketakutan dan segera melangkah mundur. Jantungnya berdebar keras, sedangkan napas wanita itu mulai tidak beraturan.

Eros mendarat di atas batang pohon yang kokoh lalu menyembunyikan diri dengan dedaunan. Dewa Cinta bernapas lega telah berhasil menghilangkan keinginan binatang melata itu untuk memakan istrinya hidup-hidup. "Meli … tenanglah, ular itu tidak akan menyakitimu …."

Tubuh Psyche gemetar hebat. Hewan melata itu jelas-jelas terus bergerak mencoba mendekatinya. Mengabaikan ucapan Eros, dirinya terus melangkah mundur berusaha melebarkan jarak mereka. Sebuah akar pohon raksasa, berada di belakang wanitanya.

"Psyche, awas!" seru Eros memberikan peringatan. Namun, terlambat. Psyche terjungkal ke belakang dan jatuh terduduk di atas hamparan permadani hijau yang terbentuk dari kumpulan rumput liar dan berteriak histeris ketika binatang melata itu berhasil menyusul lalu mulai merayap melilit tubuhnya.

Eros mengerutkan kening. Seharusnya hewan itu tidak lagi berniat membunuh istrinya. Panah cinta yang telah menembus kulit sang ular mempunyai efek yang sama dengan panah yang menggores kulitnya.

Mata Eros tiba-tiba melebar saat menyadari sang ular bukan hendak meremukkan tubuh Psyche, tetapi ingin mencumbu wanita itu.

"To-tolong …," rintih Psyche ketakutan. Mata wanita itu berkaca-kaca, hampir menangis.

"Hei! Jauhi istriku!" seru Eros geram, ketika sang ular dengan penuh gairah menatap wajah Psyche yang pucat pasi dan menjulurkan lidah untuk mencicipi kulit pipi wanita itu.

Dewa Cinta memutar tubuh untuk meraih apel yang bergelantungan pada ranting pohon dan melempar buah itu tepat ke kepala ular yang sedang melecehkan istrinya.

Merasa terganggu, ular piton memutar kepala, sebelum apel lain menghantam wajah binatang itu.

"Menyingkir darinya!" Teriakan marah Eros menggema dari balik dedaunan.

Desis penuh ancaman keluar dari bibir sang ular. Hewan itu memutuskan untuk menelan si pengganggu sebelum kembali menggoda belahan hatinya.

Perlahan, binatang itu melepaskan lilitan dan bergerak menuju ke arah Eros. Psyche mengambil kesempatan untuk segera bangkit dan berlari menjauh.

Wanita itu terkesiap saat menyadari sang ular mengincar makhluk yang baru saja menikahinya. Mendongak ke arah pepohonan tempat suaminya bersembunyi, Pysche berseru, "Pergi dari sana!"

Eros mengertakkan gigi. Dirinya tidak bisa keluar dari pepohonan tanpa tidak terlihat oleh Psyche.

"Aku tidak apa-apa!" balas Dewa Cinta pada akhirnya. Menunggu kedatangan rival cintanya di atas pohon,  Eros memutuskan untuk bergulat dengan binatang yang telah mencumbu istrinya.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

Dalam kisah aslinya, Eros tidak bersembunyi di atas pohon saat matahari bersinar, tetapi hilang entah ke mana dan meninggalkan istrinya sendirian di rumah bersama para pelayannya yang tidak terlihat.

Mungkin dia sibuk memanah di suatu tempat dan baru kembali kala malam hari.

15 Desember 2017

Benitobonita

Psyche [ Buku 3 Mitologi Yunani ] Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang