BAB III "MUNGKIN" LEBIH BAIK BERTINDAK .

15 6 0
                                    


Malam itu, Rezan sudah bertekad untuk membuat sahabatnya mendapat teman baru, mungkin dengan cara ia dekat dengan orang lain kebiasaan sahabatnya itu bisa berkurang, Itu pikirnya. Mungkin hal ini lebih baik dari pada ia hanya bimbang memikirkan perasaannya sendiri , Memikirkan apa yang ia rasakan saja tidak akan mengubah keadaan, gumamnya dalam hati.
Pikiran buruk akan tingkah laku temannya yang seolah hanya memanfaatkannya saja tetap ada dipikiran rezan. Siapa yang tidak kesal akan posisi tersebut ? Namun mungkin rezanlah orangnya.
Pikiran buruk memang ada dihati rezan, semacam prasangka yang tak kunjung redam. Namun, Rezan bukan membenci temannya. Ia malah menjadikan pikiran buruk itu sebagai motivasi untuk mengubah temannya menjadi lebih baik dengan caranya sendiri, walaupun diiringi perasaan yang membuatnya semakin jenuh. Ia tak ingin pintar sendiri, ataupun mandiri dan berdedikasi sendiri saja. Ia ingin maju bersama dengan teman-temannya. Membantu teman bukan dengan cara membuat mereka bergantung pada kita. Membantu teman dilakukan dengan saling membimbing untuk maju bersama, karena itulah arti teman yang sesungguhnya bagi rezan.
Esok harinya, rezan sedang berdua saja dengan teman sekelasnya, Somi. Duduk di kursi koridor kelas.
Rezan : som, gue mau minta tolong
Somi.j : kalo minta tolong tentang Ray lagi ogah, trauma gue Zan
ZanZan : gue mau deket sama temen lo, geng lo, semua anak basket sama cheers
Somi.j : wait.. why?
Rezan : gue mau jauhin anak anak bentar, lagian gue pengen deket sama yg lain juga
Somi.j : lo yakin? Inget, jane sama Zara disana loh, trauma gue kalo nyangkut pautin sahabat lo
ZanZan : udah gede ini, sans lah. Gue juga Cuma pengen mereka mandiri, bisa tanpa bantuan gue.
Somi.j : serah lo deh. Kalo terjadi sesuatu gue gak mau tanggung jawab.
Rezan melihat layar ponselnya setelah itu. Ia sebenarnya juga belum terlalu yakin untuk menjauh, namun ia rasa kali ini ia harus menjauh, ntah selama apa.
Hari hari Rezan berubah setelah har itu. Kini ia sudah tidak terlalu terikat dengan sahabatnya lagi. Ia melihat sahabatnya memang sudah bisa mengerjakan semua tugasnya sendiri, walau kemana mana mereka seperti anak ayam yang selalu bersama, tapi setidaknya mereka sudah tidak bergantung pada Rezan. Namun, di ulu hati Rezan merasa sakit karena sadar, tatapan sahabatnya itu membuatnya juga tersadar, ketulusan pandangan yang biasa ia lihat dimata teman-temannya itu susah ia dapati sekarang. Keaadaan seolah semakin membeku, selisih paham terjadi tanpa arah.
Sekarang dikelas mereka sedang jam kosong karena guru sedang rapat. Jaza sedang memimpin rapat kelas, ya itu karena kejadian dua hari lalu, nata teman kelas mereka kecelakaan. Jadi rencananya hari ini mereka berniat menenguknya.
“jadi nanti siapa aja yang mau ikut?” ucap jaza sambil memecahkan suasana
“ya kita sekelas lah. Orang nata juga udah dirumah”celetuk lin.
“ngga, gue ga bisa. Ran yuk buru”Ray sambil berlari kecil membawa proposal
“dih, sok banget tuh bocah. Gak peduli sama temen kelas”somi sambil memutar bola matanya malas.
“sorry nih ya kalo lancang. Tapi Ray sama Ran memang gak bisa hari ini. Mereka kan osis mereka kebagian jadi sie humas, jadi ini mau ngadep kepsek. Sorry banget kalo Ray tadi ngomongnya gitu. Lagi pusing dia”jane sambil mengambil tasnya dan Ray yang memang tertinggal diikuti Zara membawa tas Ran
“oh, sans aja jane. Lo mau kemana sekarang?”
“gue mau nunggu Ray sama Ran, mereka belum sarapan dan tadi istirahat juga mereka rapat. Sorry kita juga gak bisa ikut, nih kalo mau ada sumbangan buat beli buah, dari kita berempat”jane memberi uang 100 ribu pada nikita bendahara kelas.
Sepeninggalan mereka berempat kelas membahas masalah nata lagi
“jadi gimana yang lain bisa ikut?”
“iya, kita sebagai temen yang baik mengutamakan temen sekelas yang lagi sakit dong pastinya” saut  lin mendapat anggukan dari somi.
“lagian sok banget baru jadi osis juga”somi dengan mengibaskan rambutnya. Jujur Rezan kesal mendengar itu, namun mau bagaimana lagi.
Sebelum kerumah nata, mereka membeli buah dan beberapa camilan. Mereka menggunakan tiga mobil dan sisianya motor. Kelas mereka terdiri dari 29 siswa, dan 4 tidak ikut jadi ada 24 yang datang ke rumah nata. Setibanya dirumah nata mereka sudah duduk di ruang tengah rumah nata, menunggu nata turun dari kamar.
“nataaaaa ...”justin sok dramatis sambil menatap nata yang tangannya berbalut perban
“lo gapapa nat?”somi sambil menatap nata sedih
“hehe, santai aja kali, duh sekelas dateng senengnya”
“ngga sekelas kali nat, tuh anak ayam pada sibuk osis” lin nyeletuk dengan nada mengejek
“oh, Ray, Ran, jane sama Zara? Mereka udah kesini kemaren. Dari siang sampe malem”nata membuat teman yang lainnya kaget
“se..serius nat ?”Rezan kaget
“iya Zan, sumpah gue juga gak nyangka awalnya, mereka care banget ke gue. Jane sampe nangis takut gue mati, denger jane ngomong gitu Zara ikut nangis, terharu gue liat kelakuan mereka. Manis banget, Cuma agak geli gue ” nata sambil sedikit cengengesan.
“ya, memang mereka gitu kali. Ga nunjukin depan umum aja kalo mereka care. Waktu awal semester kemaren juga pas gue bingung ngerjain laporan kelas ke pak gobert, Ran nolongin gue sampe nginep dirumah gue” jaza berkata sambil minum sirup.
“what?”samuel kaget dengan sikap anak ayam yang berbanding terbalik
“btw, mereka bawa apa kemaren?”
“nah itu dia yang bikin gue ngakak, mereka berempat mungkin belanja abis satu juta kali buat gue. Haha mereka beliin gue buah, mainan, bahkan beliin kuota biar gue gak kesepian katanya, mereka beliin gue ini juga penyangga tangan biar gak banyak gerak kata Zara, mereka beliin ortu gue sembako, sumpah ga enak banget ngerepotin mereka”nata sambil tertawa
“Zan, emang berapa uang jajan mereka sih?”
“ya normal aja sih setau gue”Rezan tersenyum kikuk. Tak menyangka sahabatnya itu bisa bertingkah semanis itu bukan hanya pada mereka mereka saja. Padahal nata termasuk orang yang jarang ngobrol dikelas,
Walaupun hubungan mereka renggang sejak tindakan rezan ini, rezan mengerti bahwa sahabatnya sebenarnya tetap sahabat yang baik untuknya. Bahkan mereka semakin berubah seiring berjalanya waktu. Sungguh menjadi sebuah kejutan bagi rezan.
Hingga saat ini, Rezan terus berpikir
apakah tindakannya ini tepat?
Apakah semuanya harus dilakukan dengan cara menjauhi temannya ?
apakah harus ?
......
Pertanyaan ini  terus muncul dipikiran rezan seiring dengan berjalannya waktu. Ia bahkan merasa jenuh atas segala hal yang terjadi dalam hidupnya sekarang.

MUSIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang