BAB VIII DIMANA PELANGI ?

9 5 1
                                    


Jika katanya masalah bagaikan hujan yang disertai pelangi indah setelahnya, maka sejak hari lalu mereka merasa ada beban pikiran yang perlahan runtuh lalu bermetamorfosis menjadi harapan hingga syukur tetap hadir diselanya.

Menantikan pelangi datang, mereka terus berharap dan berdoa. Mendoakan keadaan agar segera membaik, agar terang arah dan jalannya agar musim hujan ini berlalu tidak hanya menyisakan kenangan badai, namun juga kenangan tentang indahnya pelangi. Jangan sampai harapan ini usang, sebab apa namanya jika hidup tanpa harapan ?

Bicara tentang harapan, ia bisa menjadikan jiwa lebih kokoh ketika ia kuat. Ia bisa menghancurkan mimpi ketika ia lemah. Namun, bagaimana dengan harapan yang terlalu kuat kemuadian jatuh? Terlalu menyakitkan, pikir mereka.

Rintik kecil dipagi ini tetap diiringi matahari yang terbit kian bersinar. Hujan panas katanya. Hari sudah berlalu, hujan sudah berhenti tapi dimana pelangi?

Yang katanya hadir setelah hujan
Dan dimana kebahagian ?

Yang katanya hadir setelah masalah.
Bukannya pelangi yang datang, bukannya kebahagiaan yang tiba, mengapa justru langit mendung yang diikuti gemuruh yang kini hadir. Langit yang mendung, hati yang murung, serta bahagia yang mulai usang ditelan waktu.

"Janeeeeeee, kenapa kamu ninggalin kita, kamu gpp kan jane, kemarin kita msh bisa ketawa jane, bangun jane" zara menangis histeris diruangan jane.

Menangis memang sudah tidak akan mengembalikan keadaan, menyalahkan keadaan juga tidak membuat keadaan berubah menjadi berpihak kepada kita. Namun, apalagi yang bisa mereka lakukan sekarang. Hukum alam sudah berlaku, ketentuan-NYA sudah didepan mata. Tak dapat dipungkiri bahwa hati menangis sedih. Betapa pedihnya hati merasakan kehilangan. Kehilangan yang diiringi sendu kepedihan seakan memberi kesempatan pada airmata untuk turun menemani kalbu.

Bandung, 22 april 2017, dirumah sakit umum bandung ruang VVIP no 3, tepat pukul 5 fajar, jane menghembuskan nafas terakhirnya. Teman-temannya berlutut memandang jane, menangis tersedu-sedu bersama. Jane yang terlihat sudah membaik mengapa tiba-tiba malah meninggalkan lebih dulu.

Bagaimana rasanya ditinggalkan oleh sahabatmu yang selama ini selalu bersama? Bukan untuk sementara, tapi sepanjang hidup.

Hati mereka hancur, mengapa terjadi hal yang begitu menghujam hati hingga sakit sudah mempengaruhi hati dan seperti menjadi mati, mati rasa.

Ingin marah pada keadaan, mengapa bumi membiarkan sahabatku pergi jauh, itu yang ada dalam hati mereka sekarang. Hilang sudah warna warni kebersamaan yang selama ini ada. Hati  mereka remuk melihat sahabatnya pergi, tanpa bisa menahan sedikit saja, sebentar saja tuhan, biarkan kami bersama seperti sebelumnya, namun nyatanya tidak akan bisa. Pilu sekali hati mereka kini.

"Rest in peace my best friend" zara tertunduk, dengan airmata turun dipipinya
"Zan, Ray, kalian jangan ninggalin gue juga ya" mata zara sembab
"Lo juga harus kuat ra, gue sama ray juga kehilangan jane" rezan berbicara setegar mungkin, padahal otaknya sudah terpukul begitu keras dengan kejadian ini.

"Gue masih ga terima zan, kemaren jane & ran baik-baik aja"

"Udah ra, kita gapernah tau, mungkin jane dan ran ada luka bagian dalam"

"Kalo  gitu kenapa dokter ngga ngasih keterangan zan, kenapa dokter ga meriksa sejak awal"

"Raa ki.."
Blm selesai rezan berbicara, zara sudah memotong pembicaraannya

"Zan, dokter itu ceroboh, dokter itu menghancurkan semuanya, dia pelakunya zaan" zara sudah tidak dapat mengontrol dirinya"

"Ra udah, dokter pasti udah ngelakuin yang terbaik, kita harus kuat"

"Pasti ada yang salah zann"

"DOKTER ITU, DIA PEMBUNUH ZANNN DIA PEMBUNUHHHH "

Zara menangis histeris, Ia tak terima sahabatnya telah meninggal, hingga prasangka bermunculan dibenaknya.

Kehilangan membuat zara sulit berdamai dengan keadaan. Ia menyadari bahwa ada bagian penting yang selama ini ada kini takkan mungkin kembali lagi.

Zara terus menyalahkan keadaan. Ia bersikap seolah menunjukkan betapa kesalnya ia dengan situasi ini, betapa ia tidak menerima hal yang terjadi sekarang.

Manusia memiliki takdirnya masing-masing, ada yang menerimanya, ada yang menentangnya.walau sekuat apapun menentang, pada kenyataannya hal tersebut tetap akan terjadi. Takdir sudah ditentukan dan tidak tertolak.

Kehilangan memang menyakitkan, seolah ada bagian diri yang ikut pergi bersama kehilangan itu sendiri. Sesak, ingin rasanya zara ikut pergi juga.

BRAAAAKKKK !!!

Terdengar suara dobrakan pintu diruangan sebelah. Rezan dan zara terkejut dan langsung melihat keluar.

ray yang dari tadi diam menunduk tanpa ikut berbicara bersama zara dan rezan tiba-tiba sudah ada diluar.

Ntah dari kapan dia sudah disana, dan ntah mengapa ia merusak pintu itu.

"RAYYY!!" zara dan rezan serentak memanggil rezan.

Ray sudah menarik kera baju dokter yang tadinya sedang memeriksa pasien diruang sebelah, ntah karna ia menguping perkataan zara, ataukah ia mengetahui sesuatu yang tidak diketahui rezan dan zara.

"Ray sadarrr, lo kenapa" rezan berusaha menghentikan ray

"Dia yang ngebunuh sahabat kitaa zan, diaaaaa"
Ray tetap bersikeras ingin menghabisi dokter itu

"Dokter udah ngelakuin yang terbaik ray, lo jangan berpikiran sampah kek gitu, GILA LO RAY" rezan kesal

" apa lo bilang ? Gue berpikiran sampah? Gue gila?"
"Brakkkkk"
Ray mendorong rezan hingga terjatuh

Zara berlari keluar meminta bantuan

"Ini semua gara-gara lo zan, kenapa lo mesti ngejauhin kita? Kenapa lo ga nebengin mereka kek biasanya? Kalo mereka sama lo, mereka gaakan kecelakaan, mereka gak akan meninggal, LO YANG SAMPAH ZAN !!"

Rezan diam memegang tangannya yang berdarah terbentur sudut lemari diruangan itu.

Rezan benar benar menyalahkan dirinya sendiri setelah mendengar perkataan ray, rezan benar-benar merasa bersalah atas kematian sahabatnya, ingin rasanya rezan membunuh dirinya sendiri.

Zara terdiam, dokter dan yang lainnya sudah keluar ruangan. Wajahnya pucat, dibenaknya penuh dengan amarah dan kekesalan.

Dan ray,  wajahnya merah dipenuhi amarah, berdiri disudut ruangan.

Sekarang mereka bertiga, tinggal bertiga, dengan pikiran masing-masing, Dengan kesedihan yang sama. Keadaan ini berat untuk mereka semua. Berbagai argumen dan prasangka muncul dipikiran mereka, iya, terus muncul dengan berbagai amarah dan kesedihan.

MUSIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang