BAB IX SEMUANYA BERAKHIR

2 2 0
                                    

Kehilangan
Siapa yang menginginkan kehilangan ?
Adakah yang menginginkannya ?

Sejatinya kehilangan sangat menyakiti, hati terkadang tak dapat menerima bahwa kehilangan itu ada, bahwa yang selama ini ada dapat hilang kapan saja, tanpa berpamitan.

Kehilangan tiba-tiba saja datang seenaknya. Ia menyapa dengan angkuh. Siapa yang kuat menyapanya kembali dengan tegar ?

Bukankah pada awalnya kehilangan tidak pernah membahagiakan ?

Ya, kehilangan menyayat hatimu. Tapi hatimu tak punya kuasa untuk menolaknya, apalagi mengusirnya.

Lalu mengapa ia datang ? Siapa yang mengundangnya ?

Semua pertanyaan timbul dibenak. Sekuat apapun harapan agar kehilangan itu pergi tetap saja kehilangan itu menetap.

Ketetapan sudah tertitik pada kehilangan. Sudah nyata terjadi dan tidak bisa dipungkiri.

Ray, zara, dan rezan selalu berpikir Seandainya saja hal yang hilang selalu datang kembali. Maka mereka akan sabar menunggu.

Tapi kali ini berbeda, ini bukanlah semacam hilang yang dapat dicari. Melainkan kehilangan yang sudah terpatri dan takkan mungkin kembali.

Yang tersisa hanyalah kenangan bersama ran dan jane. Kenangan yang terus membuat kehilangan semakin sulit diikhlaskan.

Hari ini, masih dihari yang sama, pagi menjelang siang tepat pukul 10.30, hari kematian 2 orang sahabat yang sangat mereka sayangi. Terasa melelahkan sekali melewati hari ini. Zara dan ray terus menyalahkan seorang dokter yang merawat sahabatnya itu, dan rezan terus menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi. Perkataan ray tadi pagi membuatnya penuh penyesalan. Pikirannya penuh kekacauan.

Rezan kini berdiri didepan kaca toilet rumah sakit. Tangannya mengepal, perasaan marah terhadap diri sendiri, marah terhadap keadaan dan situasi yang ada. Ia pandangi wajahnya dikaca

"gila"
"Pembunuh"
"penyebab semua masalah"

Ia berkata kepada dirinya sendiri, ia terus mengepal tangannya walaupun akr matanya jatuh. Ia seorang lelaki, tapi lelakipun punya hati. Kehilangan mana yang tidak membuat hati sedih ?

Rezan sudah takmampu berdiri, badannya sudah gemetar, ia berlutut disudut toilet.

"Takk"

Suara dompet jatuh bersentuhan dengan keramik yang retak disudut toilet itu.
Dompetnya jatuh ketika rezan berlutut.
Rezan diam memandang dompet itu sejenak, lalu ia membukanya. Air matanya terus turun tak berhenti, dipandanginya foto didalam dompet itu. Iya, itu foto mereka berlima ketika liburan tahun lalu. Terlihat raut wajah bahagia ia dan teman-temannya dari foto itu.  Ia begitu rindu dengan wajah wajah itu, wajah yang selalu menemaninya dulu.

Melihat foto itu rezan sadar bahwa ia begitu menyayangi sahabatnya. Begitupun sahabatnya, pasti juga sangat menyayangi rezan.

Rezan sadar bahwa kejadian ini, kehilangan ini, bukanlah kehendak mereka semua. Namun inilah takdir, tak tertolak dan harus diterima.

Rezan bangkit dan berlari menemui ray dan zara yang tadi ada dilobi rumah sakit.

Nafasnya sudah ngos-ngosan, matanya mencari ray dan zara disana, tapi ray dan zara tak terlihat.

Dengan sigap ia mengambil handphone disaku celananya.

"Raa, kalian dimana"
"P"
"P"
"P"
"P"
"Raaa please read"
"P"
"P"

Rezan menghubungi zara lewat chat namun zara belum membalas, rezan ingin menghubungi ray, tapi ia ragu.

Rezan menepis keraguannya, ia menelpon ray

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MUSIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang