EMPAT
"Aku bahagia bisa sedekat itu dengan mu"
°°°
Alayya menghembuskan nafas lelah nya. Ia sangat bosan dan kedinginan saat ini. Bosan menunggu hujan yang dari tadi tak kunjung berhenti dan kedinginan karena bersamaan dengan hujan angin bertiup dengan kencang nya. Dalam hati Alayya merutuki ponsel nya yang sedang low di saat seperti ini.
Sepulang sekolah Alayya dan Atifa pergi ke Toko Buku untuk membeli beberapa Novel keluaran terbaru. Tak lama setelah mereka masuk ke Toko Buku, Ibu Atifa menelfon dan menyuruh Atifa pulang cepat hari ini.
Singkat cerita, karena sibuk memilih Novel yang bagus, Alayya sampai tidak mengetahui bahwa langit sudah mendung. Saat Alayya ingin berjalan ke Halte, hujan pun turun dengan deras nya. Alayya pun berlari ke sebuah teras Apotik yang sudah tutup.
Alayya saling menggesekkan kedua telapak tangan nya kemudian di tempelkan nya ke pipi agar hangat. Tangan Alayya terulur menyentuh air yang jatuh ke bumi itu. "Udah jam lima" gumam nya.
"Hujan nya deras banget. Huuuft, Bunda pasti khawatir. Gak ada jalan lain selain pinjem ponsel orang buat nelfon Bunda" gumam nya.
Alayya melihat ke sisi kirinya. Tampak ramai, lebih tepat nya ramai karena banyak yang sedang berteduh. Alayya kembali melihat ke sisi kanan nya.
Alayya hampir saja memekik saat melihat Abrar yang juga berteduh di tempat yang sama dengan nya. Dan yang membuat nya ingin memekik adalah bahwa saat ini Abrar berdiri tepat di samping kanan nya. Sangat dekat. Motor Ninja Hitam nya terparkir tepat di sampingnya.
"Sejak kapan Kak Abrar di samping ku. Astaga! Rasanya aku mau jerit sekarang" gumam nya. Ia yakin tidak ada yang mendengar, terlebih lagi suara tintikan hujan yang jatuh ke bumi sangat deras.
Tiba-tiba Ide itu muncul begitu saja di kepala Alayya. Alayya pun memejamkan matanya sebentar untuk mengumpulkan keberanian kemudian membuka nya kembali.
"Hmm, Pe-permisi kak"
Awalan yang buruk rutuk Alayya dalam hati. Alayya merutuki suaranya yang gugup.
Berhasil. Abrar menoleh ke arah nya. Jangan tanyakan ekspresi wajah nya. Sudah pasti datar, tetapi di mata Alayya masih tetap tampan. Tatapan mata Abrar seolah-olah mengatakan 'apa'.
"Boleh saya pinjam Handpone kakak? Saya mau nelpon orang tua saya kalau saya-"
Ucapan Alayya terputus saat Abrar menyodorkan benda pipih itu padanya. Hati Alayya bersorak senang. Bukan apa-apa, selain ia bisa menghubungi Bunda nya, ia juga akan mendapatkan nomor ponsel Abrar.
Abrar masih diam. Dengan gerakan perlahan Alayya mengambil benda pipih itu dan menghidupkan nya. Alayya mengeryit saat benda pipih itu tak kunjung hidup.
"Kak" panggil Alayya. "Handpone kakak low" .
Abrar mengambil kembali Handpone nya dan memasukkan nya ke tas. Alayya terperangah melihat Abrar yang sangat cuek pada nya.
Alayya tersenyum senang saat hujan sudah mulai reda, menyisakan gerimis yang rapat. Entah sejak kapan hujan berhenti. Bahkan orang-orang yang berteduh sudah mulai melanjutkan perjalanan mereka.
"Astaga, udah jam enam. Pasti gak ada angkutan umum jam segini" gumam nya. Alayya mengeluarkan uang yang ada di sakunya. "Uang tinggal goceng lagi" keluh nya.
"Ayo"
Alayya menoleh ke arah suara itu. Bahkan Alayya lupa kalau Abrar masih di samping nya.
"Ayo" kata Abrar lagi.
Alayya celingak-celinguk melihat sekeliling nya. Untuk memastikan apakah Abrar berbicara pada nya. Hanya tinggal mereka berdua di sini.
"Kakak bicara sama saya?" tanya Alayya menunjuk dirinya sendiri dengan mimik wajah bodohnya.
"Naik"
"Naik apa Kak?" tanya Alayya masih belum paham maksud dari perkataan Abrar.
"Naik ke motor"
"Memang nya mau kemana? " tanya Alayya dengan wajah polosnya.
Abrar mati-matian menahan rasa kesal nya. Rasanya ia ingin memaki gadis yang ada di hadapan nya ini. Tapi entah kenapa niat nya untuk memaki mendadak hilang saat melihat wajah polos Alayya.
"Gue anter, naik"
Alayya mulai bergerak ke arah Abrar dan naik ke jok belakang motor Abrar.
"Peke" Abrar memberikan Jaket nya kepada Alayya.
"Tapi Kakak nanti bisa kedingi-"
"Pake" ulang Abrar. Kali ini dengan suara datar dan nada tak terbantahkan.
Alayya memakai jaket itu. Saat Jaket itu sudah melekat sempurna di badan nya, Alayya bisa mencium Wangi Musk yang berasal dari Jaket itu.
"Udah Kak"Abrar langsung melajukan motor nya. Bahkan Alayya sempat memekik karena terkejut.
"Pegangan" kata Abrar setengah menjerit dari balik helm sport nya.
Alayya mengepalkan tangan nya kuat kuat di atas paha nya. Alayya saat ini sedang gugup setengah mati. Dengan perlahan Alayya mengangkat tangan nya dan memegang bahu Abrar.
Dari balik helm nya Abrar berdecak.
"Dia kira gue tukang ojek apa" gerutu Abrar. Tentu saja Alayya tidak mendengar nya karena suara itu sangat pelan.Dengan sedikit kesal Abrar menarik tangan Alayya dan menuntun tangan itu ke arah pinggang nya. "Gue bukan ojek" kata Abrar yang terdengar jelas oleh Alayya.
Alayya pun hanya bisa menggenggam erat seragam Abrar.
Alayya masih belum mengerti apa yang terjadi saat ini. Ia masih belum percaya. Baginya ini terasa seperti mimpi. Mimpi indah. Bahkan dalam fantasi liarnya Alayya tak pernah terfikir bisa sedekat ini dengan Abrar.❄️❄️❄️
Alayya turun dari Motor Abrar. Alayya melirik ke arah Abrar. Kemeja putih bagian depan nya terlihat menempel di tubuhnya menandakan bahwa seragam itu basah. Bahkan Alayya bisa melihat bentuk kotak-kotak kecil yang menerawang dari balik seragam basah itu.
"Makasih Kak udah mau nganterin Saya pulang" ucap Alayya tulus.
Abrar hanya mengangguk kecil. Setelah mengatakan itu, Abrar langsung melajukan Motor nya pergi dari rumah Alayya.
❄️❄️❄️
Setelah mandi Alayya langsung duduk di kursi belajar nya. Sudah dari sepuluh menit yang lalu Alayya bersandar di kursi belajar nya. Senyum merekah tak kunjung hilang dari wajah nya.
Hari ini ia sangat senang. Bahkan ia masih mengingat jelas bagimana cara Abrar menyuruh nya naik ke motor, memakai jaket nya, dan membimbing tangan nya ke arah pinggang pria itu. Alayya masih mengingat nya dengan jelas. Sangat jelas.
Rasanya Alayya ingin menjerit saat ini. Tapi ini sudah malam. Hanya ada satu cara untuk menyalurkan kebahagian nya. Yaitu sebuah tulisan.
Alayya mengambil Sticky Note berwarna pink dan menulis sesuatu di sana.
"Jika dengan kedinginan dan terjebak dalam deras nya hujan bisa membuat ku dekat dengan mu, aku rela menggigil dan kuyup untuk itu"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince (SUDAH TERBIT)
Ficção AdolescenteSUDAH TERBIT 🌹 Welcome to My Area 🌹 Follow sebelum di add ke library Hanya kisah ringan tentang Alayya yang menyukai kakak kelasnya yang bernama Abrar. Tampan, pintar, ketus, dingin dan irit bicara adalah kata-kata yang bisa mendeskripsikan Abrar...