***"Ra?" Tepukan di bahu kiri membuatku menoleh.
"Kak, A-aku tidak-" Ujarku terputus lantaran semua kata demi kata yang ingin kuucapkan seolah tertahan ditenggorokanku.
"Harusnya kamu tidak melakukan hal seperti itu, Dek." kak abel menatapku seakan kecewa dengan tindakanku.
"Maaf." Aku menunjukkan tatapan penyesalan pada mereka semua.
"Simpan kata maaf lo buat suami lo, Ayok pergi Hon." timpal Adenna menarik lengan Kak Zayn.
Adenna pasti kecewa dengan aksi berlebihanku yang membuat semua orang menjadi kalang kabut seperti tadi.
"Sebaiknya kamu minta maaf sama suamimu, Ra. Kamu tidak lihat tadi, Bagaimana Paniknya dia saat kamu tenggelam."
"Iya Kak," Desisku pelan.
"Kami pulang, Ra. Cepat ganti pakaian sebelum masuk angin."
Aku hanya mengangguk lesu, Menatap punggung Kak Abel dan keluarga kecilnya menjauh meninggalkanku seorang diri dengan keadaan yang masih basah kuyub.
***
Sekarang aku sudah berada di dalam rumah, bergerak dengan langkah terburu-buru mengelilingi ruangan untuk mencari keberadaan Suamiku.
Perhatianku teralihkan oleh pintu kamar yang terbuka dilantai dua.
Aku menaiki anak tangga diiringi irama tidak teratur dari detak jantungku.
Ahh! Aku benar-benar gugup Sekarang.
Aku berhenti sejenak ketika sudah tiba didepan pintu kamar. Menarik napas berulang kali, Sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkahkan kaki menuju ke arahnya yang kini berdiri membelakangiku dibalkon.
"Phiu?" Aku menyentuh lengannya, dia membalikkan badan dengan tampang lempeng.
Sepertinya, dia benar-benar marah kali ini. Lihatlah mukanya tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Sayang?" Tukasku sekali lagi, Lantaran dia memilih diam dan tidak mengucapkan sepatah kata.
"Hm."
Astaga! kenapa malah kata menjengkelkan yang pertama kali dia tuturkan? Arghh.
"Kamu marah?"
Ya ampun! Kenapa aku harus bertanya seperti itu? Jelaslah dia marah, Laura!
Kulihat Dia mengerutkan dahinya ketika menatapku memukul pelan kepalaku, Merutuki pertanyaan bodohku tadi.
"Ngomong dong, Phiu." Aku memberi tatapan putus asa Tatkala dia hanya mengacuhkan pertanyaanku tanpa memiliki niatan untuk menjawabku.
Dia melepaskan tanganku lalu beranjak meninggalkanku, Aku menyusul langkahnya. lalu menangkap tubuhnya dengan sebuah pelukan dari belakang.
Bukankah, Pelukan merupakan pembujuk yang ampuh kala suami kesal terhadap istrinya?
"Maaf." Aku mengeratkan pelukanku, Kurasakan respon tubuhnya Kaku.
"Maafkan Aku. Aku tau, aku salah. Aku hanya tidak suka kejutan seperti itu." Aku meneteskan air mata tanpa sadar Seraya memperdalam pelukanku.
Aku takut jika dia benar-benar pergi membawa rasa amarah dan kecewa terhadapku.
Aku mendengar Hembusan napas kasarnya. Dia mencoba melepaskan pelukanku, Aku menggeleng dari balik punggungnya.
"Lepas, Ra." Penekanan dari kalimatnya membuatku seketika melepaskan tanganku yang mendekapnya.
Aku menundukkan kepala dengan Air mata yang luruh begitu saja. Aku menyesali tindakanku, Harusnya aku memikirkan resiko atas sepak terjangku tadi.
Hembusan Angin dari jendela balkon yang terbuka menusuk kulitku menciptakan gemetar dari tangan hingga membuat tubuhku mengigil kedinginan. Terlebih aku baru sadar, Jika aku belum mengganti pakaian basahku.
Kaki yang tadi berdiri dihadapanku kian menjauh, lekas kuangkat kepalaku. Kulihat dia tidak keluar dari kamar dan malah melangkah kearah lemari pakaian. Aku menghela napas lega.
Dia meraih handuk, Lalu mengayunkan langkah kearahku. Aku tertegun, Akibat perlakuannya yang tidak kusangka-sangka ditengah puncak emosinya.
Dia mengosok rambutku. Aku mengawasi setiap pergerakannya dalam diam, menit berikutnya dia meletakkan handuk diatas kepalaku. Dia memegang wajahku diikuti tubuhnya yang sedikit dibungkukkan agar menyamakan tinggi tubuhku.
"Jangan melakukan hal seperti itu lagi. Kamu tidak tau seberapa cemas diriku?" Dia berucap dengan nada pelan sekalian menghapus bekas air mataku yang masih tersisa sedikit.
"Iya, Maaf. Aku janji tidak akan berulah seperti itu lagi." Dia mengangguk sampai-sampai menerbitkan senyumnya kembali.
Dia menarik tanganku yang kukepalkan sejak tadi akibat gemetar.
"Tanganmu dingin, Aku lebih suka jika tanganmu hangat." Dia membawa telapak tanganku kewajahnya.
Rasa hangat menjalar keseluruh tubuhku karena tingkah lakunya, Pipiku bersemu merah.
"Cepat ganti baju, Miu!" perintahnya merontokkan Rona pipiku yang digantikan oleh bibir yang cemberut.
"Iya!" Aku mendorong tubuhnya. Dia terkekeh kecil.
Ketika ingin berjalan kearah kamar mandi, tiba-tiba langkahku terhenti. Aku membalikkan tubuhku lagi.
"Bajuku ketinggalan."
"Di lemari sudah terisi pakaianmu."
"Bagaimana mungkin. Kapan kamu membelinya? Bukankah, Jadwal kerjamu dirumah sakit sangat padat?" Aku menghujaninya berbagai pertanyaan tanpa jeda.
"Adenna dan Abel yang mengatur semuanya, Aku tinggal terima beres." Ungkapnya Enteng.
Aku tertawa melihat raut wajah liciknya.
"Kok, Mereka mau sih, Phiu?" Aku memilah pakaian santai yang akan kugunakan.
"Sudah Aku sogok dengan Menjanjikan keponakan untuk mereka."
"Apa!?" Jeritku keras hingga handuk yang membungkus sebagian tubuhku terjatuh ke lantai, disisakan pakaian yang setengah basah.
Aku menoleh kearahnya yang bersandar ditempat tidur dengan tangan terlipat dileher belakang disertai Senyuman Jail.
"Astaga! Kamu pikir punya anak seperti metik daun!?" Aku melototkan mata kearahnya sambil mengeraskan volume suara.
"Toanya tidak berubah dari dulu Ya, Mhiu?" Dia cekikikan sendiri.
"Tau Ahh, Ngeselin!" Aku menarik pakaian secara acak Karena jengkel, lalu menghentakkan kaki menuju kamar mandi. Kudengar dia tertawa terbahak-bahak.
Tanpa sadar aku tertawa sedikit dalam kamar mandi.
Sungguh Manis setiap perlakuan suamiku, Bukan?
Walaupun terkadang dia selalu berperilaku iseng. Itulah yang membedakan dia dengan lelaki lain yang pernah kutemui.
#Bagaimana part ini?