Aza menyalakan lilin dengan api dari korek yang dipeganginya. Sedangkan aku cuma bisa duduk bergeming, masih merasa nggak percaya. Maksudku, nggak nyangka aja Aza sudah menyiapkan semua kejutan sebanyak ini untuk aku. Di meja di depanku, sebuah kue coklat seukuran laptop punyaku di rumah tampak indah. Berisikan namaku di atas krim di antara bulatan baking soda yang menghiasi. Yundana Aditya . A, ditambahi lilin dengan angka 16 di belakang namaku itu.
Aza mematikan korek, menoleh padaku lalu memberikan senyuman. Senyum yang selama ini hanya bisa kulihat melalui foto kami di atas meja belajarku, akhirnya dapat aku lihat sering-sering mulai sekarang. Kan, ya?
"Nah, it's time for you to blow the candle," ujar Aza menyadarkanku atas pesona senyuman cakepnya.
Aku nyengir. Membungkukkan badan, menutup mata, mengucap doa dari dalam hati; "God, thank you for Your present for me today. I wish I could be happy with Aza now or later, and forever", sesudah itu meniup lilin kuat-kuat hingga mati.
Aza bertepuk tangan. Tanpa aku duga-duga dia maju, mendaratkan ciuman di atas dahiku yang kontan aja bikin aku mematung. "Happy birthday ya, Yun. Wish you all the best," bisikannya bahkan membuat seluruh bulu kuduk di badanku berdiri.
Sensasi diperlakukan secara mesra oleh pacar memangnya selalu semendebarkan ini, ya? Aku baru mengalaminya sekarang soalnya.
"I love you," bisiknya lagi.
Kali ini aku menoleh, mempertemukan kedua mata kami. Saat Aza memajukan wajahnya perlahan-lahan, aku langsung gugup bukan main. "Euh, Za... potong kuenya dulu," cetusku sambil buru-buru mencari pisau dan piring yang gak terlihat di dekat sini.
Aza tertawa. Mencubit pipiku gemas lantas berdiri. "Sebentar, aku ambil pisau sama piringnya." Setelah itu dia berjalan menuju ke dapur.
Aku menutup muka, malu sendiri. Apa yang sudah aku lakukan? Padahal tadi Aza berniat menciumku, tapi aku malah menghancurkan suasana. Yundana payah, Yundana bego. Aku mencaci maki diri sendiri sambil menginjak-injak lantai saking gregetan.
Aza kembali ke ruang santai di rumahnya ini dengan membawa serta piring plastik mungil, sendok kecil dan pisau. Dia menyerahkannya padaku, yang tentu aja langsung aku gunakan untuk memotong kue coklat di depanku dengan hati-hati.
"Potongan kue pertama ini, aku kasih buat kamu, Za..." ujarku sembari pelan-pelan memindahkan kue itu ke piring, lantas memberikannya pada Aza yang menerima dengan senang hati. "Euh, tapi dari tadi kamu belum sempat nyanyiin aku lagu Happy Birthday, lho," desisku baru mengingat.
Aza tertawa. "Mau aku nyanyiin? Kamu tau aku payah kalau soal nyanyi, Yun," komentarnya, sesudah itu mulai menyuap sesendok kue ke mulut. "Hm, ini enak. Untung aja kue ini gak jadi mau mubazir," terusnya yang kemudian menyuapi aku.
Aku membuka mulut. Merasakan aroma dan sensasi coklat yang langsung memenuhi seluruh isi di dalam mulutku. Adem dan manis, dan tekstur kuenya sangat lembut. Sungguh enak. "Nanti aku bawa pulang kue ini, ya," pintaku, memancarkan binar bahagia dari mata. "Untung juga kue ini belum basi, ya." Aku mengambil selembar surat yang Aza berikan dan kutaruh dalam jaket. "Coba kalau surat ini aku nemunya lusa atau pas hari libur selesai..." gumamku berandai-andai.
Aza merebut suratnya dari tanganku. "Jangan bikin aku malu. Gak usah dikeluarin di depanku lah surat ini," sergahnya yang lalu menyembunyikan surat itu ke dalam kantung celana jeans.
"Emangnya kenapa? Aku suka kok sama isinya," kataku berusaha menggoda.
Aza mendelik tajam. Dan aku seketika dibuatnya segan. Curang. Dia tahu bagaimana cara membuat aku menyerah.
Aku mencolek pinggiran kue yang selekasnya aku jilati. Jariku aku sedot-sedot, menarik rasa manis dari kue coklat untuk masuk ke dalam mulut. Selama aku melakukan itu, Aza hanya memperhatikan. Menatapku nggak berkedip, memasang senyuman lembut yang bikin jantungku jumpalitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kau Kekasihku [BxB Story] ✔️
RomancePernahkah kalian berpikir tentang seseorang dan bertanya-tanya, "Sebenarnya aku ini dianggap apa sama dia?" "Apakah dia sayang juga ke aku?" "Mungkinkah dia pacaran sama aku hanya karena terpaksa?" Seorang Yundana Aditya hampir setiap hari mempertan...