"Aza..." aku tercekat, tentu saja. Merasa tak percaya dengan apa yang baru saja kudapati atas tindakannya.
Akibatnya perasaanku menjadi bercampur aduk saat ini. Antara senang, kaget, gak menyangka, dan juga bingung. Hingga sorot matanya yang biasa-biasa aja itu berubah. Bikin aku bergetar, mengunciku dalam gugup yang kian menguat. Tangannya yang masih aku pegang balas menggenggam erat, yang keruan aja membuat aku kewalahan. Aku mengerjap gusar, berpikir tentang bagaimana aku harus bersikap jika sudah begini. Duh kan, aku gak bisa memikirkan apa-apa. Aku belum pernah punya pengalaman dalam hal...
"Yun..."
Pemikiranku buyar, jantungku menyuarakan detak paling kencang meski hanya sekali setelah aku mendengar suaranya yang amat lembut menyebut namaku. Meneguk ludah secara susah payah, tanganku yang berkeringat terkepal begitu menyadari jarak antara wajahku dan juga wajah Aza perlahan-lahan menipis.
Apa Aza berniat nencium aku sekarang? Kalau benar berarti ini akan jadi--aku nggak sanggup lagi berpikir yang macam-macam, maka dari itu aku lebih memilih untuk memejamkan mata rapat-rapat. Kemudian mulai menghitung dalam hati.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Kok nggak ada yang terjadi? Bibirku masih gemetaran tanpa ada rasa lain atau sesuatu yang menempel di sana. Jadi, perlahan-perlahan aku mengangkat kelopak mata dan sedikit terlonjak menangkap wajah tampan Aza yang berjarak amat dekat denganku. Embusan napasnya yang hangat menerpa kulit wajahku.
"Emm, Za?" panggilku kikuk. Inginnya aku menyuruhnya melanjutkan tindakannya yang barusan, tapi rasa maluku jauh lebih besar ketimbang keberanianku.
Aza melepaskan pegangan di tanganku setelah itu menjauhkan wajahnya untuk kembali duduk ke posisi semula. Aku terdiam sambil terus memperhatikannya yang tampak kebingungan. Tapi kan yang seharusnya bingung di sini aku. Tadi dia mau mencium aku kan? Lalu kenapa akhirnya malah nggak ada yang terjadi? Kenapa dia memberikan harapan palsu? Padahal aku sudah sangat menginginkannya!
Aza menolehku yang kontan aja menunduk gugup, nggak berani melawan tatapannya. Wajahku jadi tambah menghangat.
"Mungkin sebaiknya aku pulang, ya," kata Aza tiba-tiba seraya berdiri dari sampingku.
Aku mendongak, sedikit terkejut. Mungkin aku bisa mencegah Aza, memintanya untuk lebih lama berada di sini jika ingin. Tetapi yang ada, aku cuma memberi anggukan, disusul aku yang juga berdiri sesudah itu mengekori Aza yang mulai berjalan ke pintu depan.
Aku hanya bergeming memperhatikan Aza yang tengah mengenakan helm. Dia lalu naik ke atas motor besarnya, membuka kaca helm sesudah itu gantian memperhatikanku. Untuk seperkian detik kami saling melempar tatapan canggung, juga sama-sama bingung.
Aza memutus kontak mata terlebih dulu, menghela napas kemudian berujar lirih, "Maafin aku, ya." aku membelalak mendengar ucapannya. "Sampai nanti, Yun." meski bilang begitu pun Aza masih belum juga menyalakan mesin motornya. Aku bersiap mengatakan sesuatu saat kulihat raut wajah Aza berubah, seolah dia hendak berbicara juga. Jadi aku menunggu, namun suaranya nggak kunjung kedengaran terdengar.
Aza memejamkan mata, memutar kunci lalu menyalakan mesin motor. Ketika motornya mulai melaju dan lekas berbelok, aku masih berdiri memperhatikan arah kepergiannya.
Walau sadar semuanya nggak sesuai harapan, pertemuan melepas kangen yang nggak ada romantis-romatisnya ini tetap saja membuatku tetap mencintainya. Dan aku baru tersadar, bahwa aku telah lupa mengatakan hal itu ketika dia tengah berada di sampingku beberapa saat yang lalu.
-x-
"Yundana!"
Aku terlonjak dari lamunan mendengar teriakan dari Heri. Lantas mendelik gak suka pada kawan sebangkuku itu. "Apaan, sih?!" tanyaku sewot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kau Kekasihku [BxB Story] ✔️
RomancePernahkah kalian berpikir tentang seseorang dan bertanya-tanya, "Sebenarnya aku ini dianggap apa sama dia?" "Apakah dia sayang juga ke aku?" "Mungkinkah dia pacaran sama aku hanya karena terpaksa?" Seorang Yundana Aditya hampir setiap hari mempertan...