Bab Kedua

529 61 15
                                    

Akhirnya jam belajar bubar. Ya Tuhan, jangan kutuk aku selaku murid yang sangat suka ogah-ogahan ketika menjalani kegiatan di sekolah. Lagian wajar kan kalo anak seusiaku bersikap begini di bangku awal SMA? Heri juga gak jauh beda sepertiku kok. Bisa dibilang dia lebih parah malah.

Aku bukan bermaksud membela diri sendiri atau mencari pelarian. Alasan kenapa aku dan Heri bisa jadi teman sebangku yang klop itu, ya, salah satu faktornya dikarenakan kami sama-sama murid pemalas. Aku nggak mau menyebut diriku bodoh soalnya prestasiku sudah lumayan meningkat sejak mengenal Aza. Dan berkat pacarku yang cool itu, aku jadi mempunyai tekad supaya bisa sebanding dengannya. Diakui olehnya, atau bahkan dipuji. Terbukti sewaktu aku dapat nilai 6 di matpel Matematika Aza memberikanku acungan jempol. Itu artinya bagus, kan?

Ah. Ngomong-ngomong Aza sudah keluar dari kelasnya belum, ya? Aku yang sekarang sedang berjalan bersama Heri menuju gerbang sekolah jadinya celingukan gak jelas. Hari ini rencananya aku dan Heri akan mengamati dan mencari hewan-hewan apa aja yang nanti dijadikan bahan tugas, sedangkan untuk bagian mencatatnya bisa dilakukan belakangan. Tugas itu enaknya dikerjakan dengan pelan tapi pasti. Yang penting hasilnya gak mengecewakan. Itu semboyan murid pemalas, lho.

Aku berhenti celingukan seperti orang kesasar begitu menangkap sosok tinggi tak asing yang berdiri di dekat gerbang. Langkahku refleks terjeda, bikin Heri ikut-ikutan berhenti berjalan.

"Kenapa, Dana?" tanya Heri dengan kernyitan di wajahnya.

Aku menggeleng pelan masih sambil memperhatikan punggung tegap Aza yang dibungkus seragam. Yang menurutku, seragam itu selalu keliatan kekecilan di badan bongsornya. Aku jadi mau tau, tinggi badan Aza sebenarnya berapa, ya?

Aku dan Heri lantas lanjut berjalan. Lalu seolah menyadari keberadaanku yang kian mendekat ke arahnya, Aza akhirnya berbalik. Aku mengulas senyum tipis untuknya dan berniat melambaikan tangan dengan norak. Tapi nggak tau ini perasaanku aja atau gimana. Kenapa hawa-hawa mengerikan aneh yang aku rasakan ketika berada di kantin seperti menguar kembali di sekitarku sekarang?

Mata Aza mengerling Heri yang ada di sebelahku. Dan yang membuat aku sedikit heran, kok Aza keliatan gak suka gitu ke Heri, ya? Atau kah ini juga sekadar perasaanku?

Aku berhenti melangkah lagi, dan Heri ikutan berhenti juga. Kenapa dia nggak pulang duluan aja? Oh iya, kan kami mau langsung nugas

"Dana?" Heri mendesiskan namaku penuh tanya.

Aku tersenyum gugup. Mengerling Aza dan Heri bergantian dari posisiku. Duh, gimana ya? "Euh, tunggu bentar, ya, Her. Gue ada perlu. Bentar." Aku terkekeh kikuk kemudian berlari kecil mendekati Aza yang masih berdiri tegap di tempatnya sedari tadi. "Udah lama nunggu?" tanyaku begitu tiba di hadapannya.

Mata Aza melirikku sekilas, beralih ke belakangku di mana ada Heri yang berdiri beberapa meter dari tempat kami. "Gak juga. Mau pulang sekarang?" jawabnya yang diakhiri pertanyaan balasan.

Aku meremas tas selempanganku, makin gugup. Mau gak mau, aku harus bisa membicarakan ini kan? "Euh, Za... Hari ini, aku gak bisa pulang bareng kamu," ujarku mulai memberitahunya. Mendengar itu Aza mengerutkan kening, alisnya terangkat tinggi penuh tanya. "aku ada tugas kelompok bareng Heri soalnya ini tugas bareng teman sebangku. Jadi, rencananya kami mau mulai ngerjainnya mulai hari ini." aku menuturkan penjelasan menggunakan kata yang gak keruan saking gak enak, setelah itu menunjuk Heri sebentar yang masih berdiri di tempatnya dengan patuh.  Meski aku mendapati sedikit  kebingungan di wajahnya.

Kernyitan di wajah Aza menghilang. "Tugas apa emangnya?"

"Bikin kliping tentang hewan-hewan darat dari Bu Mirwa. Terus juga, tugas ini dikasih waktu pengerjaan selama dua minggu karena emang banyak. Jadi mungkin... selama itu aku gak bisa belajar bareng sama kamu, Za."

Karena Kau Kekasihku [BxB Story] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang